PALANGKA RAYA-Kasus dugaan pemalsuan surat keterangan tanah verklaring terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya. Terdakwa tunggal dalam perkara ini, Madi Goening Sius dituntut hukuman 8 tahun bui atau penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng dalam sidang yang digelar Senin malam (12/6).
Sidang perkara dugaan pemalsuan verklaring ini menyedot perhatian. Sedari pukul 09.00 WIB, warga pemilik sertifikat tanah di Jalan Hiu Putih dan Jalan Badak memenuhi ruang tunggu di PN Palangka Raya. Terdakwa Madi sendiri dihadirkan di PN pada pukul 10.00 WIB. Pengunjung sidang sempat kecewa karena hingga pukul 15.45 WIB, sidang tak kunjung dimulai. Karena lama menunggu, sebagai pengunjung memutuskan untuk pulang. Akhirnya diperoleh informasi bahwa sidang perkara ini digelar pukul 19.00 WIB.
Madi pun harus menunggu beberapa jam di ruang tunggu tahanan PN Palangka Raya. Sekitar pukul 19.30 WIB, sidang pembacaan tuntutan dimulai.
Tim JPU dari Kejati Kalteng yang hadir saat itu yakni Dwinanto Wibowo SH MH, Sutrisno Tabeas, dan Januar Hapriansah SH MH. JPU menyebut, berdasarkan fakta persidangan berupa alat bukti dan keterangan saksi, Madi Goening Sius secara sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana menggunakan surat verklaring palsu untuk keuntungan pribadi dan melakukan penyerobotan lahan milik warga.
Perbuatan terdakwa, menurut jaksa telah melanggar pasal 263 ayat 2 KUHPidana sebagaimana dakwaan primer dan dakwaan subsider pasal 385 ke-1 KUHPidana. Karena telah dianggap terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana pasal-pasal yang didakwakan jaksa, maka jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhi hukuman kepada terdakwa Madi.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan (8) tahun, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa,” kata jaksa Januar Hapriansah.
Jaksa juga membacakan pertimbangan sebelum mengajukan tuntutan hukum terhadap terdakwa. Pertimbangan yang memberatkan terdakwa, di antaranya terdakwa diketahui pernah dihukum penjara. Terdakwa juga dianggap tidak kooperatif selama persidangan, karena tidak menyerahkan surat verklaring yang asli. Terdakwa Madi juga tidak merasa bersalah atas segala perbuatannya.
“Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan korban yang meluas serta menimbulkan keresahan bagi masyarakat, khususnya para korban yakni para pemilik tanah yang telah bersertifikat,” tutur jaksa sembari menambahkan, perbuatan Madi menyebabkan timbulnya kerugian bagi 3.018 bidang tanah pemegang sertifikat hak milik, 24 serifikat hak guna bangunan, 1 hak pakai atas nama perorangan, 37 sertifikat hak pakai atas nama Pemerintahan Provinsi Kalimantan Tengah, dan 42 peta bidang tanah. “Hal yang meringankan tidak ada,” tegas Januar.
Selain menuntut agar terdakwa dihukum penjara selama delapan tahun, jaksa juga meminta majelis hakim yang dipimpin Agung Sulistyono SH MH menyatakan barang bukti utama dalam persidangan ini, yakni fotokopi surat verklaring nomor 23/1960 tertanggal 30 Juni 1960 atas nama Goening Sius dinyatakan dirampas negara untuk kemudian dimusnahkan.
Usai pembacaan nota tuntutan hukum oleh jaksa penuntut, majelis hakim memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum terdakwa untuk menyusun dan menyiapkan nota pembelaan. Nota pembelaan akan dibacakan penasihat hukum terdakwa dalam sidang yang akan digelar Senin (19/6).
Ditemui usai sidang, Mahdianoor SH MH selaku penasihat hukum terdakwa Madi, menyatakan pihaknya sangat keberatan dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut. Menurutnya, berdasarkan fakta persidangan, seluruh dakwaan jaksa saling tidak berkesesuaian.
Mahdianoor mengatakan, keterangan para saksi yang menyebut bahwa surat verklaring milik kliennya adalah palsu, hanyalah informasi yang didapat para saksi berdasarkan keterangan dari saksi Men Gumpul.
Sementara, saat bersaksi dalam persidangan, lanjut Mahdianoor, Men Gumpul telah mengakui bahwa surat verklaring tersebut palsu hanyalah berdasarkan pemberitahuan dari orang lain.
“Bukan berdasarkan keahlian dia, dia sendiri mengaku tidak pernah melihat surat verklaring yang asli,” ujar Mahdianoor.
Semua saksi yang diajukan oleh pihak jaksa dalam persidangan kasus ini, termasuk saksi ahli pidana, menurut Mahdianoor, tidak satu pun yang mengaku pernah melihat surat verklaring asli.
Mahdianoor juga menegaskan bahwa surat verklaring yang digunakan Madi diperoleh dari orang tuanya. Kliennya juga tidak mengetahui bagaimana orang tuanya mendapatkan surat verklaring tersebut. Karena itu, menurut Mahdianoor, untuk memastikan apakah surat verklaring tersebut asli ataupun palsu, maka seharusnya orang tua dari kliennya itu yang dihadirkan sebagai saksi persidangan. Oleh sebab itu, Mahdianoor beranggapan tuntutan jaksa sangat tidak berdasar secara hukum.
Sementara itu, Men Gumpul selaku kuasa hukum para korban merasa kecewa dengan tuntutan jaksa. “Kami semua merasa kecewa atas tuntutan yang dibacakan jaksa,” katanya.
Para korban beranggapan tuntutan hukuman yang diajukan jaksa terlalu ringan. Menurut mereka, perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa Madi telah menimbulkan kerugian bagi para korban yang hampir mencapai 5.000 orang. “Menurut kami seharusnya jaksa menuntut hukuman minimal 15 tahun penjara, karena sudah banyak korban, kenapa cuman 8 tahun saja, ada apa?” ungkapnya. (sja/ce/ala)