Site icon KaltengPos

Wakajati Resmikan Rumah Restorative Justice di Lamandau

DIRESMIKAN : Wakajati Kalteng Siswanto (tengah), didampingi Kajari Lamandau Agus Widodo, Bupati Lamandau H Hendra Lesmana, dan unsur forkopimda, menggunting pita tanda diresmikannya Rumah Restorative Justice, di Kabupaten Lamandau, Rabu (23/3).

NANGA BULIK – Kabupaten Lamandau saat ini resmi memiliki Rumah keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang berada di Desa Bukit Indah, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau. Rumah RJ di resmikan langsung oleh  Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Kalimantan Tengah, Siswanto, Kamis (24/3).

Wakajati menjelaskan, Rumah Restorative Justice sendiri didirikan untuk mempermudah masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan hukum pidana. Keberadaan rumah RJ diharapkan bisa membantu menyelesaikan perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban dan pihak lain yang terkait secara kekeluargaan.

“Paradigma penegakan hukum sudah berubah. Saat ini, hukum tidak lagi semata-mata untuk menghukum orang. Jadi melalui Rumah Restorative Justice ini, kita mengharapkan semua permasalahan di tengah masyarakat dapat diselesaikan melalui musyawarah mufakat. Jika musyawarah mufakat tidak tercapai, barulah diproses secara hukum positif,” kata Wakajati Kalteng, Siswanto, disela-sela kegiatannya usia peresmian rumah keadilan restoratif Bahaum Bakuba Adhyaksa, di desa Bukit Indah,  Kamis (24/3).

Wakajati menerangkan, keadilan restoratif bertujuan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

”Sesuai dengan peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 15/2020 itu ada yang namanya Restorative Justice atau perkara pidana bisa diselesaikan tidak harus di pengadilan,” jelasnya.

Meski demikian, Siswanto menambahkan, tidak semua tindak pidana ringan bisa diselesaikan melalui Rumah Restorative Justice. Pasalnya, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi sebelum pengajuannya. Diantaranya, adalah, ancamannya hukuman kurang dari lima tahun, pelaku belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya (bukan resedivis), serta adanya kesepakatan dari pihak pelaku dan korban (berdamai).

“Jika memenuhi syarat, kejaksaan akan menghentikan penuntutan pidana melalui restorative justice, sehingga penyelesaiannya tidak melalui putusan hakim,” imbuhnya.

Ditambahkannya, dengan demikian, rasa keadilan tetap ada karena pelaku harus melaksanakan apa yang diinginkan oleh korbannya. Seperti halnya jika korban merasa dirugikan atau merasa tersakiti dan meminta kompensasi, maka hal itu wajib dilaksanakan oleh pelaku.

Sementara itu, Bupati Lamandau Hendra Lesmana, mengaku mendukung program yang diluncurkan pihak kejaksaan tersebut. Kerena, dengan adanya regulasi baru tentang Restorative Justice tidak harus dilaksanakan tuntutan di depan majelis hakim, hal ini sejalan dengan selogan daerah kabupaten Lamandau yakni Bahaum Bakuba.

“Harapan saya,  Keberadaan Rumah Restorative Justice ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena secara sosial hal ini tentu akan lebih sesuai dalam konteks pidana ringan dan sangat membantu masyarakat yang terjerat hukum pidana,” kata Bupati saat menghadiri peresmian rumah Restorative Justice.

Bupati berharap melalui Rumah Restorative Justice ini, pendekatan-pendekatan kultural, pendekatan adat akan dipakai dalam memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana. “Bahaum (Musyawarah) lebih diutamakan. Ini sejalan dengan kearifan lokal yang berlaku di Kabupaten Lamandau,” pungkasnya. (lan/ala/ko)

Exit mobile version