SAMPIT – Rabu (21/5/2025), ratusan aparatur sipil negara (ASN) tampak mengantre, bukan untuk mengikuti rapat atau apel, melainkan untuk menyerahkan sampel urine. Pemeriksaan dadakan ini merupakan bagian dari langkah serius Pemkab Kotim dalam memberantas penyalahgunaan narkoba di lingkungan birokrasi.
Sebanyak 290 pegawai dari Sekretariat Daerah (Setda) Kotim, mulai dari pejabat eselon hingga tenaga kontrak, diwajibkan mengikuti tes urine mendadak. Pemeriksaan dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya sebagai upaya penyaringan efektif, sesuai dengan semangat program nasional Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN).
“Ini bentuk komitmen kita untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari narkoba. ASN harus menjadi teladan, bukan malah terjerat dalam penyalahgunaan,” ujar Wakil Bupati Kotim, Irawati, yang juga merupakan Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Kotim.
Ia menjadi peserta pertama yang menyerahkan sampel urine, disusul Pj Sekda Masri dan para pejabat lainnya. Total pegawai di lingkungan Setda mencapai lebih dari 300 orang, namun sekitar 10 pegawai absen karena cuti, sakit, atau sedang bertugas di luar daerah. Mereka tetap diwajibkan menjalani tes urine secara mandiri dalam waktu dekat.
Pelaksanaan tes diawasi ketat oleh petugas Satpol PP guna menghindari adanya pengelakan. Menurut Irawati, ketertutupan informasi sebelum tes adalah langkah strategis untuk memastikan hasil yang objektif dan menghindari potensi manipulasi.
“Kalau diberi tahu duluan, kita tidak tahu akan seperti apa persiapannya. Tes ini tujuannya bukan untuk menjatuhkan, tapi menyaring dan memastikan siapa yang benar-benar bersih,” tegasnya.
Sampel urine yang dikumpulkan langsung diperiksa oleh tim dari Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kotim. Hasilnya akan disampaikan ke BNK dan menjadi dasar pengambilan langkah lanjut jika ditemukan indikasi positif penggunaan narkoba.
Jika hasil tes menunjukkan adanya ASN yang terindikasi, pemerintah daerah berjanji akan bertindak tegas. “Kalau PNS, kita arahkan ke rehabilitasi dengan pengawasan. Tapi kalau tenaga kontrak, tentu akan dievaluasi kontraknya,” terang Irawati.
Kotim menjadi daerah pertama di Kalimantan Tengah yang mulai mengimplementasikan program KOTAN secara aktif. Setelah lingkup Setda, sasaran berikutnya adalah instansi perangkat daerah lainnya hingga lingkungan sekolah.
“Ini baru langkah awal. Selanjutnya kita akan lakukan hal serupa ke SOPD lain dan lembaga pendidikan. Pencegahan lebih baik daripada penindakan,” tutupnya. (mif)