Tahun 2024 merupakan tahun politik. Pesta demokrasi besar-besaran digelar serentak. Mulai dari pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah. Butuh kesiapan matang, terutama dalam hal pengawasan. Untuk itu Bawaslu Kalteng mulai ancang-ancang bergerak melakukan sosialisasi.
AGUS JAYA, Palangka Raya
BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalteng melaksanakan kegiatan sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif Dalam Menghadapi Tahapan Pemilu atau Pemilihan Serentak 2024. Acara yang dihadiri dan dibuka oleh Ketua Bawaslu RI Abhan didampingi oleh Ketua Bawaslu Kalteng Sastriadi dilaksanakan Rabu (2/6) pada salah satu hotel di Palangka Raya. Peserta yang hadir dalam forum sosialisasi tersebut adalah para perwakilan dari organisasi keagamaan dan organisasi kemasyarakatan (ormas).
Menurut Ketua Bawaslu Kalteng Sastriadi, tujuan diselenggarakan kegiatan itu adalah untuk mendorong peningkatan peran aktif seluruh lapisan masyarakat Kalteng agar ikut melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu.
“Terutama sekali peran masyarakat dalam mengawasi seluruh kegiatan tahapan yang berjalan dalam pemilu tahun 2024, yang mana pada tahun itu akan dilaksanakan pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepada daerah,” katanya dalam sambutan.
Peran aktif masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengawasan tahapan pemilu sangatlah penting untuk menciptakan pemilu yang jujur, bersih, adil, dan demokratis.
“Harapan kami setelah adanya kegiatan ini tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan pada pemilu tahun 2024 bisa makin meningkat,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Abhan RI dalam sambutannya sebelum membuka acara tersebut menyebut menyambut baik dan mengapresiasi forum yang digelar tersebut.
Tantangan yang dihadapi bawaslu dalam melakukan pengawasan dalam pesta demokrasi tahun 2024 lebih berat dibandingkan pemilihan sebelumnya. Pada 2024 nanti ada tujuh kertas suara yang diharus disiapkan. Mulai dari pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten /kota, serta pemilihan serentak kepala daerah.
Meskipun tahun pelaksanaan dipastikan pada 2024, tapi untuk bulan dan tanggal pelaksanaan untuk pemilihan gubernur dan bupati/wali kota akan dipisahkan dengan waktu pelaksanaan pemilihan presiden dan anggota legislatif.
“Hari pelaksanaannya tidak sama karena memang seperti itulah ketentuan undang-undang,” kata Abhan.
Mengacu pada pelaksanaan tahun 2019 lalu, maka kemungkinan pelaksanaan pemilihan presiden dan anggota legislatif tahun 2024 nanti akan digelar pada bulan April. Sedangkan untuk pemilihan kepala daerah dilaksanakan pada November 2024.
“Tetapi kami masih menunggu keluarnya PKPU dari KPU pusat yang mengatur jadwal tersebut,” ujar Abhan.
Terkait peran masyarakat dalam melakukan proses pengawasan tahapan pemilu, lanjut Abhan, bila berkaca pada Pemilihan Gubernur Kalteng tahun 2020 lalu, peran serta masyarakat untuk aktif melakukan pengawasan memang dirasakan masih rendah. Berbanding terbalik dengan tingkat partisipasi masyarakat untuk datang ke TPS untuk memilih.
Salah satu indikator rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan tahapan pemilu dapat dilihat dari hasil kerja Bawaslu Kalteng yang selama ini masih terdapat banyak temuan daripada laporan masyarakat.
“Dengan adanya banyak temuan ini menunjukkan memang bawaslu masih bekerja, tapi untuk laporan sendiri (masih) kecil,” ucap Abhan.
Abhan menambahkan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan tidak saja melalui pendekatan formal legalistik, tetapi juga harus secara kultural. Sebagai contoh, pengawasan terhadap kegiatan politik uang. Selama ini pemerintah sudah mengeluarkan sederet peraturan hukum yang ketat terkait itu.
“Di dalam aturan undang-undang pemilihan sudah diatur norma bahwa baik penerima maupun pemberi uang sama-sama dikenakan hukum pidana,” sebutnya.
Namun kenyataannya sampai saat ini masih banyak ditemukan persoalan dan pelanggaran terkait politik uang. Padahal diketahui akibat adanya politik uang ini membuat biaya berpolitik itu menjadi tinggi, sehingga menjadi salah satu penyebab munculnya korupsi.
“Kalau cost (biaya, red) politik akibat adanya politik uang itu menjadi tinggi, maka ujung-ujungnya korupsi,” tuturnya. (ce/ram)