Site icon KaltengPos

IUP di Batara Diterbitkan Tak Sesuai UU, Negara Rugi Ratusan Miliar

Asisten Bidang Pidana khusus  (Aspidsus) Kejati Kalteng Wahyu Eko Husodo dalam penjelasan

PALANGKA RAYA–Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) akhirnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait Penerbitan Surat Keputusan Bupati Barito utara (Batara) terkait Pemberian Izin Usaha Pertambangan di Kabupaten Barito Utara  dari Tahun 2009 sampai 2012.

Penetapan tersangka terhadap ketiga orang tersebut disampaikan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Kalteng dalam press rilis yang dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalteng, Rabu (5/3/2025).

Ketiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut diketahui mereka adalah mantan kadis Pertambangan dan Energi (Distamben) kabupaten Barito utara berinisial Drs. A kemudian seorang   mantan kepala bidang  (Kabid) di Distamben Barito utara berinisial Ir. DD dan seorang pengusaha berinisial  I yang diketahui adalah  Direktur Utama dari Perusahaan tambang PT Pagun Taka.

Asisten Bidang Pidana khusus  (Aspidsus) Kejati Kalteng Wahyu Eko Husodo dalam penjelasannya terkait kasus dugaan korupsi ini menyebutkan bahwa kasus dugaan korupsi ini adalah terkait soal pemberian izin kepada  perusahaan Tambang,  salah satunya adalah PT  Pagun Taka oleh pihak  pemerintah Daerah kabupaten Barito utara pada tahun 2009- 2012 yang dianggap tidak sesuai dengan aturan UU nomor 4 tahu 2009 tentang  ijin Pertambangan Mineral dan Batubara.

Diterangkan oleh Wahyu bahwa setelah keluar nya UU RI nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraBatubara maka seharusnya penerbitan ijin bagi perusahaan pertambangan (IUP) harus dilakukan melalui proses lelang wilayah izin Usaha Pertambangan (WIUP).

Disebut Wahyu  bahwa berdasarkan aturan UU tersebut maka kewenangan untuk mengeluarkan izin Usaha bagi suatu  perusahaan tambang bukan lagi di tangan  pemkab Barito utara  melainkan ileh pemerintah pusat.

“Setelah keluarnya Undang Undang ini (kewenangan) ditarik ke pusat),” terang Wahyu yang saat memberikan keterangan didampingi Asisten Bidang Intelijen Kejati Kalteng, Eddy Sumarman.

Namun Menurut Wahyu bahwa faktanya untuk ijin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan oleh pihak dinas pertambangan dan energi kabupaten Barito utara kepada PT Pagun Jaya tidak dilakukan sesuai aturan UU tersebut.

“Dalam mendapatkan izin IUP, PT Pagun Jaya menghindari proses lelang Wilayah izin Usaha Pertambangan ( WIUP) dan PT Pagun Taka mengajukan permohonan Pencadangan Wilayah Pertambangan kepada Bupati Barito utara pada saat itu  yaitu Ir AY yang kemudian oleh Bupati permohonan tersebut di disposisi kan kepada Kepala dinas Distamben Barito utara yang dijabat oleh Drs A.

Kemudian oleh kepala Dinas Pertambangan yakni Drs A membuat Draft SK Bupati terkait Surat Persetujuan Pencadangan wilayah Pertambangan untuk PT Pagun Jaya.

“Surat Persetujuan Pencadangan wilayah Pertambangan itu kemudian di paraf oleh kadis Drs A dan kabid Pertambangan Umum yakni Ir DD sampai akhir  SK Bupati terkait Surat Persetujuan Pencadangan wilayah Pertambangan untuk PT Pagun Jaya tersebut oleh Bupati Ir AY,”ujar wahyu yang menyebutkan bahwa SK Bupati tersebut juga diberikan nomor Surat dan tanggal Surat  yang diketahui adalah  tanggal mundur ( back date) yang jelas fiktif.

Wahyu mengatakan bahwa jelas dalam penerbitan SK Bupati Barito utara untuk ijin usaha pertambangan kepada  PT Pagun Jaya terlihat jelas ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak  pemkab Barito utara pada waktu itu .

“Karena dengan munculnya UU nomor 4 tahun 2009 ini jelas Kepala daerah sudah tidak berwenang mengeluarkan IUP, tetapi di buat tanggal mundur dan jelas ada perbuatan melawan hukum disitu “ kata Wahyu.

Wahyu menyebutkan bahwa nilai kerugian negara dalam kasus dugaan  korupsi ijin tambang di Barito utara ini sendiri masih dihitung oleh auditor dari BPKP.

Namun berdasarkan perhitungan dari ahli kementerian ESDM diperkirakan dari tahun 2009 sampai 2012 negara bisa mengalami kerugian antara Rp20 miliar hingga Rp120 miliar.

“Kerugian itu  akibat hilang nya pendapatan negara akibat tidak dilaksanakannya proses  lelang untuk WIUP,” ujar Wahyu.

Saat ditanya terkait tidak adanya nama mantan Bupati AY dalam pemeriksaan  kasus korupsi ini, Wahyu mengatakan bahwa pihak Kejaksaan Tinggi kalteng mendapatkan informasi bahwa AY saat ini sedang sakit stroke dan dirawat di Jakarta.

“Kami sudah temui karena sakit stroke tidak bisa dimintai keterangan tapi kami sudah minta keterangan keluarganya,” kata Wahyu Eko Husodo. (sja/ala)

Exit mobile version