Site icon KaltengPos

Wakil Ketua Dewan Lamandau Marah, Proyek Drainase Diduga Mangkrak

MENINJAU PEMBANGUNAN: Wakil Katua DPRD Lamandau Budi Rahmat bersama rombongan komisi III DPRD melihat langsung pembangunan drainase di Jalan Tjilik Riwut, Senin (10/1). (RUSLAN/KALTENG POS)

NANGA BULIK-Wakil Katua DPRD Lamandau Budi Rahmat meluapkan kemarahannya saat menemukan proyek pembangunan saluran pembuangan air atau drainase yang mangkrak akibat kelalaian kontraktor.

Rombongan Komisi III DPRD Lamandau mendatangi langsung lokasi pengerjaan proyek di jalan Tjilik Riwut. Hasilnya banyak kejanggalan yang ditemukan di lapangan. Mulai dari proyek yang tidak diselesaikan tepat waktu, rusaknya instalasi pipa milik PDAM yang terkena dampak penggalian, hingga rusaknya jalan yang longsor akibat penggalian saluran drainase.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Budi Rahmat mengungkapkan kekesalannya dan menyebut kontraktor preman dan tak bertanggung jawab. “Buat apa kontraktor reman seperti ini disuruh kerja, kita anggarkan pembangunan ini supaya lebih baik bukan sebaliknya malah merusak,” ujar Wakil Katua DPRD Lamandau Budi Rahmat, Senin (10/1).

Diketahui proyek pembangunan tersebut merupakan program pengelolaan dan pengembangan sistem drainase, di bawah kendali Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang  (PUPR) Kabupaten Lamandau. Proyek tersebut dikerjakan oleh CV Shiva Famili dari Kabupaten Sukamara dengan nilai kontrak senilai Rp585 juta lebih, dengan waktu pelaksanaan selama 80 hari sejak 6 Oktober 2021 dan berakhir pada 24 Desember 2021.

Pembangunan ini dijadwalkan rampung pada akhir Desember 2021 lalu, namun pada kenyataannya, hingga awal tahun 2022 pengerjaannya tidak bisa diselesaikan oleh pihak kontraktor, dengan progres pengerjaan hanya 11 persen. Parahnya lagi pihak kontraktor CV Shiva Famili selama pengerjaan banyak meninggalkan kerusakan ada jaringan pipa milik PDAM yang menjadi beban dari PDAM tanpa ada tanggung jawab.

Budi juga menyoroti proses pelaksanaan lelang serta pengawasan dari dinas terkait dalam hal ini PUPR hingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah dari segi perencanaan dan pembangunan dan citra pemerintahan di masyarakat, karena pembangunan tersebut juga mengganggu usaha warga sekitar yang terganggu akibat penggalian drainase.

Menurutnya pembangunan ini dikerjakan serampangan. Untuk itu kontraktor harus tanggung jawab terutama menyelesaikan kerugian penggantian pipa PDAM yang  ditimbulkannya akibat pembangunan.

“Harus ada tanggung jawab dari kontraktornya, tidak cukup hanya blacklist CV-nya saja, termasuk mengganti biaya perbaikan pipa PDAM,  jangan sampai PDAM menanggung perbaikan yang diakibatkan oleh kelalaian kontraktor. Harusnya mereka berkoordinasi dulu dengan PDAM sebelum pengerjaan,” pungkasnya. (lan)

Exit mobile version