KUALA KAPUAS-Terdakwa FGSS selaku Kepala Desa Kahuripan Permai, Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas, terbukti melakukan tindak pidana Korupsi (Tipikor) Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2018-2019 di Desa Kahuripan Permai, saat sidang pembacaan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya, Selasa (15/6).
Majelis Hakim yang dipimpin, Totok Sapto Indrato, dengan anggota Irfanul Hakim, dan Aunar Sakti Siregar (Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi) meyakini dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan ahli, pemeriksaan surat, dan pemeriksaan terdakwa sendiri bahwa terdakwa FGSS dinyatakan terbukti secara sah, dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Cabjari Kapuas di Palingkau, yaitu Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 b UU 20 tahun 2001 jo. UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis Hakim secara bergantian membacakan, yang pada intinya menyatakan terdakwa FGSS bersalah melakukan korupsi memperkaya diri sendiri sebagaimana melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 b UU 20 tahun 2001 jo. UU Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, serta denda Rp200 juta apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan,” tegas hakim.
Selain itu, terdakwa juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp584.186.251 dari kerugian negara, apabila tidak dibayar selama satu bulan, setelah putusan mempunyai hukum tetap, maka jaksa akan menyita harta bendanya untuk menutupi kerugian negara tersebut.
Atau kalau tidak ada harta bendanya terdakwa, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun. Kemudian terdakwa juga diminta untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000. Sementara untuk barang bukti dikembalikan kepada yang berhak.
Setelah dibacakan putusan tersebut, Hakim Ketua Majelis menjelaskan terhadap putusan ini, para pihak, yaitu jaksa penuntut umum dan terdakwa melalui penasihat hukumnya bisa menyatakan sikap menerima, pikir-pikir selama tujuh hari, atau apabila tidak puas dengan putusan ini juga melakukan upaya hukum banding.
Jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir, dan terdakwa juga menyatakan pikir-pikir.
Sidang tersebut dihadiri, tim Jaksa Penuntut Umum dari Cabjari Kapuas di Palingkau Maina Mustika Sari, dan Norbertus Dhendy Restu Prayogo, serta dihadiri oleh kuasa hukum terdakwa Naduh. Sementara terdakwa mengikuti sidang secara virtual dari Rutan Palangka Raya.
Ketua tim Jaksa Penuntut Umum, Amir Giri, SH yang juga menjabat sebagai Kacabjari Kapuas di Palingkau dalam rillisnya, melalui Whatsapp mengatakan, atas putusan majelis Hakim tersebut sikap pihaknya pikir-pikir, karena harus melaporkan putusan perkara ini kepada pimpinan secara berjenjang.
“Jadi nanti apa perintah pimpinan akan kami laksanakan, apakah kami mau mengajukan upaya hukum banding atau menerima, dan kami masih punya waktu selama tujuh hari,” tegasnya.
Putusan tersebut lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang kami bacakan tanggal 20 Mei 2021 lalu, terdakwa FGSS dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan, serta denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Kemudian pidana tambahan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp584.186.251 dari kerugian negara, apabila tidak dibayar selama satu bulan.
Amir Giri menambahkan, pihaknya tetap menghargai, dan menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palangka Raya tersebut.
“Sesuai dengan tema HUT PJI tersebut, kami Jaksa pada Cabjari Kapuas di Palingkau berkomitmen akan terus bergerak dan berkarya, menjaga marwah insitusi untuk terus berprestasi,” tutupnya. (alh)