Rumah Betang Tumbang Gagu yang didirikan pada 1.870 ini sudah ditetapkan sebagai Situs Budaya oleh Balai Konservasi Cagar Budaya di Samarinda. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu objek wisata penting yang dimiliki Kalteng. Sekarang tinggal bagaimana kita merawat dan melestarikannya.
ROHANSYAH, Palangka Raya
SEMINGGU terakhir, Betang Tumbang Gagu cukup viral dibicarakan di media sosial. Salah satunya karena adanya pro kontra soal pembersihan lahan di sekitar Betang Tumbang Gagu yang berada di Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ini.
Penulis mencoba menemui salah satu ahli waris dari rumah betang ini, dan berdiskusi bagaimana perjalanan Betang Tumbang Gagu selama ini dan respon mereka soal ramainya pembicaraan seminggu terakhir.
Diceritakannya Betang Tumbang Gagu dalam sejarahnya didirikan selama tujuh tahun pada 1.870. Kemudian baru ditempati pada 1.878. Pada awalnya betang ini ditempati oleh enam kepala keluarga yang mendirikan betang tersebut, yakni Boruk Dawut, Pangkong Iding, Singa Jaya Antang, Manis Bin Lambang Dandu, Rais Bin Lambang Dandu, Bunter dan Karamu.
Ahli waris yang penulis temui adalah keturunan dari kamar nomor enam, yakni Maretina Eka Sinta ST MT atau biasa dipanggil Ina. “Sebenarnya banyak lagi ahli waris yang lainnya yang bisa juga dapat menyampaikan pendapatnya,” tuturnya.
Berikut kutipan diskusi singkat dengan Ina.
Sejak kapan ahli waris menjaga atau memelihara Betang Tumbag Gagu?
Sejak Betang Berdiri oleh leluhur kami dan diteruskan oleh ahli waris sampai sekarang sampai anak cucu cicit kami dan sampai kapan pun. Namun saya pribadi bangga masih bisa menempatinya apabila saya pulang ke kampung halaman mamah tercinta ibu Mirra Rindu.
Bagaimana peran atau cara ahli waris Betang Tumbang Gagu menjaga Betang?
Ahli waris ada enam kamar dan sekarang sudah banyak anak cucu dan cicit dan keluarga besar yang masih menempati dan di mana pun mereka berada dan bertugas, karena tidak mudah untuk menjaga rumah betang sebesar itu dan menjaga kekeluargaan dalam keluarga besar. Semua ahli waris berperan dan berjuang sesuai kemampuan dan caranya masing-masing.
Ahli waris masih menempati rumah Betang Tumbang Gagu yang tempatnya terpencil dengan segala keterbatasan fasiltas di sana. Ahli waris bekerja sama dengan dinas terkait dan berbagai pihak khususnya Dinas Pariwasita sehingga pernah mendapatkan bantuan rehap bangunan, adanya juru kunci dan adanya kunjungan wistawan lokal maupun asing.
Berkat kerja sama ahli waris dengan dinas terkait dan berbagai pihak sehingga Betang Tumbang Gagu kami tercinta masih dapat kita saksikan dan masih dapat ditempati sampai sampai saat ini.
Bagaimana pendapat tentang yang ramai di media sosial?
Menurut saya pribadi ini adalah perjalanan suka duka ahli waris anak anak cucu keluarga Besar Betang Tumbang Gagu untuk menjaga Betang tercinta. Tentang pendapat di media sosial menurut saya itu adalah bentuk pemikiran, pendapat dan caranya untuk memberi dukungan kepada pihak ahli waris untuk tetap menjaga Betang Tumbang Gagu.
Pesan dan harapan yang ingin disampaikan?
Terima kasih kepada seluruh kelurga besar Betang Tumbang dan semua pihak dan khususnya Dinas Pariwisata. Kepada seluruh kelurga besar Betang Tumbang Gagu di mana saja kalian berada kita tetap kompak untuk menjaga Betang Tumbang Gagu.
Kepada pemerintah dan seluruh seluruh pihak dapat membantu kami untuk merehap kembali bagunan yang sudah tidak layak huni. Kepada seluruh pencinta rumah betang, budayawan, teman-teman akademisi, wakil rakyat, media massa dan semua pihak salam hormat dan terima kasih atas perhatian dan dukungannya kepada ahli waris Betang Tumbang Gagu dan keluarga besar kami mohon dukungan dalam bentuk tenaga, pemikiran, kritik yang positif dan saran yang membangun. (*/ram)