Mengikuti Sidang H Asang Triasha, Terdakwa Tipikor Proyek Jalan Antardesa
Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembangunan jalan antardesa di wilayah hulu Katingan terus bergulir di pengadilan. Terdakwa kasus ini, H Asang Triasha, tak kuasa menahan tangis saat membacakan pleidoi. Terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.
AGUS JAYA, Palangka Raya
ASANG Triasha duduk di kursi pesakitan. Pengusaha lokal asal Katingan ini menjadi terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan jalan tembus antardesa tahun 2020 di wilayah sepanjang aliran Sungai Sanamang, Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan. Terdakwa menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Rabu sore (10/8).
Dalam pleidoinya, pengusaha asal Katingan ini mengaku tak menyangka keterlibatannya dalam proyek pembangunan jalan antardesa itu justru membawanya ke meja hijau. Karena itu, H Asang meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk memberikan keadilan kepadanya.
Ia menyebut bahwa niat awalnya menerima tawaran pekerjaan pembangunan jalan tersebut semata-mata demi membuka keterisolasian wilayah, khususnya desa-desa yang berada di sepanjang aliran Sungai Sanamang.
“Karena jalan tembus tersebut memang sudah lama didambakan oleh masyarakat di wilayah itu,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam proyek pengerjaan jalan antardesa sepanjang 43 kilometer (km) yang membentang dari Kelurahan Tumbang Sanamang sampai Desa Liham Batang, ia sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Sebaliknya dirinyalah yang dirugikan. Sebab, dalam proyek yang menelan biaya hampir Rp3,5 miliar dan selesai dikerjakan akhir November 2020 itu, H Asang tidak menerima pembayaran dari para kades sebagaimana perjanjian.
“Saya merugi karena sembilan kades tidak bayar, jadi saya tidak mendapat keuntungan,” tutur H Asang sembari menitikkan air mata.
H Asang mengatakan, yang membingungkan dirinya adalah justru dijadikan tersangka kasus ini oleh pihak kejaksaan. Dalam pembelaannya, ia secara tegas menolak tuduhan pihak kejaksaan.
“Saya sama sekali tidak melakukan tindak pidana korupsi,” ucap H Asang dengan suara terdengar bergetar.
Terdakwa menyebut, karenakan pekerjaan proyek tersebut telah selesai, ia kemudian melakukan penagihan pembayaran pelunasan hasil pekerjaan kepada para kades. Namun harapannya untuk menerima pelunasan pembayaran justru pupus, karena ada sembilan kades yang tak mau melunasi sisa utang pembayaran sebagaimana yang dijanjikan. Yang membuatnya heran, para kades justru membuat laporan ke pihak Kementerian Desa, menerangkan bahwa telah melunasi utang pekerjaan tersebut.
“Berdasarkan data dari Kementerian Desa, sebelas kades seolah-olah telah melakukan pembayaran kepada saya, tapi faktanya hanya dua kades yang telah melunasi pembayaran, sedangkan 9 kades lainnya tidak,” ucap terdakwa.
Demi memperjuangkan haknya, H Asang kemudian melaporkan para kades tersebut ke Kejaksaan Tinggi Kalteng pada 2 Februari 2021. Namun tak disangkanya, laporan itu justru menjadikannya tersangka kasus korupsi. Sementara para kades yang dilaporkan itu sama sekali tidak diproses hukum.
“Yang terjadi justru saya yang malah dijadikan tersangka dan terdakwa, sementara orang-orang yang memberikan perintah kerja kepada saya dan bahkan di dalam perintah kerja itu sendiri ada sanksi denda jika saya tidak melaksanakannya atau tidak tepat waktu menyelesaikan proyek, malah begitu dilindungi oleh pihak Kejaksaan Tinggi Kalteng,” keluh H Asang.
Akibat adanya tuduhan korupsi, dirinya dijadikan tersangka, ditahan, lalu ditetapkan sebagai terdakwa. Diakuinya bahwa keterlibatannya dalam kasus ini menyebabkan kesulitan, bukan saja bagi dirinya, tapi juga bagi keluarga, terutama anak dan istri.
“Melihat akibat yang ditimbulkan kepada anak istri saya, maka di awal persidangan ini saya mengajak kepada semua pihak yang menuduh saya melakukan korupsi untuk melakukan sumpah, bermubahalah orang-orang yang telah membuat saya mengalami penderitaan ini,” ucap H Asang.
“Jika saya memang bersalah, biarlah Allah Swt yang menghukum saya dan anak istri, tapi sebaliknya jika saya tidak bersalah, semoga Allah Swt menghukum orang-orang yang telah menzalimi saya,” tegasnya.
Pada akhir pembacaan nota pembelaan, H Asang memohon kepada majelis hakim yang diketuai Erhammudin SH MH untuk memberikan keputusan yang seadil-adilnya dalam kasus ini.
“Saya menyerahkan nasib saya kepada Allah Maha Mengadili lewat majelis hakim yang mulia dan semoga dimulaikan Allah, saya memohon keadilan,” pinta H Asang menutup pembelaannya ssembari menyampaikan permohonan maaf kepada majelis hakim atas tutur kata dan perilakunya yang kurang berkenan selama persidangan kasus ini.
Hampir sekitar 25 menit waktu yang digunakan H Asang untuk membacakan nota pembelaan. Kemudian sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa.
Rahmadi G Lentam SH selaku penasihat hukum H Asang, dalam kesimpulan pembelaannya meminta majelis hakim untuk menyatakan menolak seluruh tuntutan hukum yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Ia juga meminta agar majelis hakim membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum.
Menurut Rahmadi, berdasarkan uraian fakta persidangan, kliennya tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan JPU. “Memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk memutuskan menyatakan terdakwa H Asang Triasha tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi,” ucap Rahmadi.
Ia juga meminta agar majelis hakim menyatakan membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum, memulihkan badan, serta mengembalikan harkat dan kehormatan kliennya seperti sedia kala.
Diketahui dalam sidang sebelumnya, terdakwa dituntut JPU dengan tuntutan hukuman pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 juta. Rencananya sidang perkara korupsi ini akan digelar kembali pada Jumat mendatang, dengan agenda tanggapan (replik) dari pihak penuntut umum. (*/ce/ala/ko)