Kamis, April 18, 2024
30.9 C
Palangkaraya

Simfoni Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Kalteng

Topeng Sababuka, Sarana Spiritual untuk Menolak Bala

Tak hanya bernilai spiritual, topeng sababuka juga menyimpan nilai filosofis dan estetis. Topeng asli suku Dayak yang lazim digunakan dalam upacara kematian ini banyak menyimpan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat. Salah satunya yakni prinsip metafisika berupa keseimbangan antara kehidupan dan kematian.

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

SETELAH asyik memperhatikan berbagai karya yang ditampilkan dalam kegiatan pameran tahunan bertajuk Kalteng Expo, Sabtu siang (20/5), mata saya (penulis) tertuju pada salah satu benda yang cukup mencolok dibandingkan dengan karya-karya lain yang berada dalam stan milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng. Benda itu adalah topeng besar berbentuk sedikit menyerupai wajah manusia, namun pada beberapa bagian wajah cenderung berukuran besar.

Bagian paling besar adalah telinga, mata, hidung, dan mulut dengan bentuk yang tidak terkatup. Topeng itu bernama topeng sababuka. Tulisan berisi penjelasan singkat terdapat di sebelah kiri benda tersebut. Bagian wajah didominasi oleh warna coklat kekuning-kuningan. Bagian mulut berwarna merah, lengkap dengan kumis dan janggut. Setelah saya dekati, menyimak keterangan tertulis, lantas saya bertanya kepada petugas untuk meminta penjelasan lebih detail terkait makna mendalam dan nilai historis dari topeng itu.

 

“Topeng ini merepresentasikan orang yang memiliki derajat tinggi, cerdas, pintar, karena telinganya besar mencirikan banyak mendengar, lalu posisi mulut yang tidak terkatup itu memperlihatkan senyumnya, yang mana mencirikan sesosok manusia yang ramah dan bersahaja,” ungkap Yemina Yulita, salah satu penjaga stan tersebut.

Yemina menjelaskan, sababuka sendiri adalah bahasa dayak dari kata topeng atau mask dalam bahasa inggris. Topeng itu lazim digunakan dalam ritual adat yang berhubungan dengan kematian. Pada zaman saat Kalteng masih kental dengan agama Kaharingan, topeng sababuka digunakan masyarakat dayak untuk melindungi diri dari roh-roh jahat.

Baca Juga :  Anak Bue Lodoy Minta Tiga Tersangka Dihukum Mati

“Topeng ini biasanya digunakan dalam ritual lalohan, selama menjalani ritual itu mereka pakai topeng itu dengan niat untuk menakut-nakuti roh-roh jahat selama dalam perjalanan mereka menjalani ritual tersebut, dengan tujuan tolak bala,” ucapnya.

Sababuka juga berasal dari dua kata, yakni saba dan buka. Saba adalah wajah dan buka berarti terbuka. Jika digabung arti sababuka sendiri adalah wajah yang terbuka. Topeng ini juga memiliki berbagai macam bentuk, tidak hanya salah satu yang ditampilkan dalam pameran itu, tapi juga banyak macam lainnya. Seperti mengambil bentuk lidah menjulur, leak, dan lain-lain. Masing-masing bentuk topeng mengambil makna tersendiri. Tujuan dari penggunaan topeng ini pun beragam, ada yang digunakan untuk sarana ritual hingga kesenian.

“Bentuk topeng juga menyuratkan fungsi yang berbeda-beda dalam proses ritual itu, ada yang bentuknya leak, menyeramkan, digunakan untuk menakut-nakuti, ada juga bentuk topeng lain. Pada intinya, apapun bentuk topeng sababuka, termasuk makna bentuknya, itu merepresentasikan masing-masing fungsinya,” tambah wanita bergelar doktoranda tersebut.

Pertunjukan seni yang biasa ditampilkan menggunakan topeng sababuka adalah tarian babukung. Dalam sejarahnya, tarian babukung sendiri adalah tarian yang ditampilkan dalam upacara kematian. Upacara kematian itu menggunakan topeng sababuka sebagai perantara spiritual. Babukung adalah ritual tarian pada upacara kematian dalam agama Kaharingan yang dilaksanakan oleh beberapa rumpun suku Dayak, khususnya Suku Dayak Tomun, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, dan suku Dayak lainnya yang masih menganut agama Kaharingan di Bumi Tambun Bungai.

Baca Juga :  Pemkab Kaji Raperda Pajak Daerah dan Retribusi

“Upacara yang menggunakan topeng sababuka ini diniatkan untuk menghormati roh-roh yang sudah meninggal dan untuk meminta izin kepada roh-roh yang mendiami berbagai benda di alam ini agar tidak mengganggu kehidupan mereka, inilah sisi keseimbangan antara kehidupan dan kematian tadi,” ucapnya.

 

Nilai estetis dari topeng sababuka dapat dilihat dari sejumlah pendapat bahwa topeng ini juga sama-sama digunakan untuk menyajikan cerita rakyat layaknya wayang dalam tradisi masyarakat jawa. Jika masyarakat jawa menggunakan wayang untuk menyajikan cerita rakyat, maka masyarakat Kalimantan menggunakan sababuka untuk menyajikan cerita rakyat itu, diperagakan oleh manusia mengenakan topeng itu.

“Kalteng dulu kan masih bersatu dengan Kalsel, dulu ada namanya semacam pertunjukan wayang yang diperagakan langsung oleh manusia, namun tampil menggunakan topeng sababuka, dulu ada cerita rakyat dan macam-macam, seperti di Barito Timur, oleh karena itu kami banyak menemukan topeng sababuka ini di daerah Barito Timur, daerah yang didiami oleh masyarakat Dayak Maanyan,” jelasnya.

Eksistensi topeng sebagai bagian dari instrumen kebudayaan masyarakat memanglah mendunia. Dalam banyak kebudayaan topeng hampir selalu ditemukan, masing-masing memiliki khas yang membedakannya dengan topeng dari kebudayaan lainnya. Menurut Yemina yang juga merupakan salah satu tokoh budayawan Kalteng ini, masyarakat perlu menjaga nilai-nilai luhur yang terdapat dalam eksistensi topeng tersebut.

“Jangan sampai nilai-nilai positif yang terkandung dalam topeng sababuka itu ditinggalkan, topeng memang mendunia, yang perlu sama-sama kita jaga adalah nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sejarah topeng sababuka ini,” tandasnya. (ram)

Tak hanya bernilai spiritual, topeng sababuka juga menyimpan nilai filosofis dan estetis. Topeng asli suku Dayak yang lazim digunakan dalam upacara kematian ini banyak menyimpan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat. Salah satunya yakni prinsip metafisika berupa keseimbangan antara kehidupan dan kematian.

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

SETELAH asyik memperhatikan berbagai karya yang ditampilkan dalam kegiatan pameran tahunan bertajuk Kalteng Expo, Sabtu siang (20/5), mata saya (penulis) tertuju pada salah satu benda yang cukup mencolok dibandingkan dengan karya-karya lain yang berada dalam stan milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng. Benda itu adalah topeng besar berbentuk sedikit menyerupai wajah manusia, namun pada beberapa bagian wajah cenderung berukuran besar.

Bagian paling besar adalah telinga, mata, hidung, dan mulut dengan bentuk yang tidak terkatup. Topeng itu bernama topeng sababuka. Tulisan berisi penjelasan singkat terdapat di sebelah kiri benda tersebut. Bagian wajah didominasi oleh warna coklat kekuning-kuningan. Bagian mulut berwarna merah, lengkap dengan kumis dan janggut. Setelah saya dekati, menyimak keterangan tertulis, lantas saya bertanya kepada petugas untuk meminta penjelasan lebih detail terkait makna mendalam dan nilai historis dari topeng itu.

 

“Topeng ini merepresentasikan orang yang memiliki derajat tinggi, cerdas, pintar, karena telinganya besar mencirikan banyak mendengar, lalu posisi mulut yang tidak terkatup itu memperlihatkan senyumnya, yang mana mencirikan sesosok manusia yang ramah dan bersahaja,” ungkap Yemina Yulita, salah satu penjaga stan tersebut.

Yemina menjelaskan, sababuka sendiri adalah bahasa dayak dari kata topeng atau mask dalam bahasa inggris. Topeng itu lazim digunakan dalam ritual adat yang berhubungan dengan kematian. Pada zaman saat Kalteng masih kental dengan agama Kaharingan, topeng sababuka digunakan masyarakat dayak untuk melindungi diri dari roh-roh jahat.

Baca Juga :  Anak Bue Lodoy Minta Tiga Tersangka Dihukum Mati

“Topeng ini biasanya digunakan dalam ritual lalohan, selama menjalani ritual itu mereka pakai topeng itu dengan niat untuk menakut-nakuti roh-roh jahat selama dalam perjalanan mereka menjalani ritual tersebut, dengan tujuan tolak bala,” ucapnya.

Sababuka juga berasal dari dua kata, yakni saba dan buka. Saba adalah wajah dan buka berarti terbuka. Jika digabung arti sababuka sendiri adalah wajah yang terbuka. Topeng ini juga memiliki berbagai macam bentuk, tidak hanya salah satu yang ditampilkan dalam pameran itu, tapi juga banyak macam lainnya. Seperti mengambil bentuk lidah menjulur, leak, dan lain-lain. Masing-masing bentuk topeng mengambil makna tersendiri. Tujuan dari penggunaan topeng ini pun beragam, ada yang digunakan untuk sarana ritual hingga kesenian.

“Bentuk topeng juga menyuratkan fungsi yang berbeda-beda dalam proses ritual itu, ada yang bentuknya leak, menyeramkan, digunakan untuk menakut-nakuti, ada juga bentuk topeng lain. Pada intinya, apapun bentuk topeng sababuka, termasuk makna bentuknya, itu merepresentasikan masing-masing fungsinya,” tambah wanita bergelar doktoranda tersebut.

Pertunjukan seni yang biasa ditampilkan menggunakan topeng sababuka adalah tarian babukung. Dalam sejarahnya, tarian babukung sendiri adalah tarian yang ditampilkan dalam upacara kematian. Upacara kematian itu menggunakan topeng sababuka sebagai perantara spiritual. Babukung adalah ritual tarian pada upacara kematian dalam agama Kaharingan yang dilaksanakan oleh beberapa rumpun suku Dayak, khususnya Suku Dayak Tomun, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, dan suku Dayak lainnya yang masih menganut agama Kaharingan di Bumi Tambun Bungai.

Baca Juga :  Pemkab Kaji Raperda Pajak Daerah dan Retribusi

“Upacara yang menggunakan topeng sababuka ini diniatkan untuk menghormati roh-roh yang sudah meninggal dan untuk meminta izin kepada roh-roh yang mendiami berbagai benda di alam ini agar tidak mengganggu kehidupan mereka, inilah sisi keseimbangan antara kehidupan dan kematian tadi,” ucapnya.

 

Nilai estetis dari topeng sababuka dapat dilihat dari sejumlah pendapat bahwa topeng ini juga sama-sama digunakan untuk menyajikan cerita rakyat layaknya wayang dalam tradisi masyarakat jawa. Jika masyarakat jawa menggunakan wayang untuk menyajikan cerita rakyat, maka masyarakat Kalimantan menggunakan sababuka untuk menyajikan cerita rakyat itu, diperagakan oleh manusia mengenakan topeng itu.

“Kalteng dulu kan masih bersatu dengan Kalsel, dulu ada namanya semacam pertunjukan wayang yang diperagakan langsung oleh manusia, namun tampil menggunakan topeng sababuka, dulu ada cerita rakyat dan macam-macam, seperti di Barito Timur, oleh karena itu kami banyak menemukan topeng sababuka ini di daerah Barito Timur, daerah yang didiami oleh masyarakat Dayak Maanyan,” jelasnya.

Eksistensi topeng sebagai bagian dari instrumen kebudayaan masyarakat memanglah mendunia. Dalam banyak kebudayaan topeng hampir selalu ditemukan, masing-masing memiliki khas yang membedakannya dengan topeng dari kebudayaan lainnya. Menurut Yemina yang juga merupakan salah satu tokoh budayawan Kalteng ini, masyarakat perlu menjaga nilai-nilai luhur yang terdapat dalam eksistensi topeng tersebut.

“Jangan sampai nilai-nilai positif yang terkandung dalam topeng sababuka itu ditinggalkan, topeng memang mendunia, yang perlu sama-sama kita jaga adalah nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sejarah topeng sababuka ini,” tandasnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/