Site icon KaltengPos

Koreografi Terinspirasi dari Migrasi Ikan Menjelang Kemarau

ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

Pelaku seni di Bumi Tambun Bungai memiliki cara tersendiri mempersembahkan karya kepada khalayak. Tak jarang karya seni yang diciptakan berhasil memukau siapa pun yang menyaksikan. Salah satunya adalah karya sendratari Saluang Murik.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

 

ALUNAN instrumen kecapi membahana ke seluruh penjuru panggung UPT Taman Budaya Kalteng, Minggu malam (21/5). Sebanyak 11 orang remaja putri berpakaian putih berjalan beriringan sambil melenggak-lenggokkan tubuh mengikuti alunan musik yang kian syahdu. Diselingi dengan pekikan dan dialog isyarat antarpenari. Ada pekikan, teriakan, dan bahasa tubuh lainnya. Tarian dan drama berpadu menjadi satu, menampilkan koreografi pertunjukan yang cukup apik.

Selang dua menit menari, tirai segi empat yang terletak persis di tengah panggung perlahan dibuka. Instrumen kecapi dengan bas berupa gendang di awal tarian, berubah menjadi tabuhan kangkanong dan katambung dalam tempo sedang.

Di dalam tirai segi empat itu, duduk sekitar enam orang pria dengan wajah tertutup kain merah, sembari memainkan kangkanong dan menabuh gendang. Penari pria mulai masuk ke panggung. Area panggung yang semula hanya ada penari wanita, makin berwarna dengan masuknya penari pria. Berpadu padan dalam lantunan musik yang mengalun sedang.

Pencahayaan yang minim, gerak tari yang gemulai, dan alunan musik yang mengalun lirih menciptakan kesan temaram. Namun sendratari itu berhasil memikat antusiasme penonton untuk menyimak lebih lanjut.

Seperti itulah gambaran singkat penampilan seni drama dan tari (sendratari) Saluang Murik. Sendratari yang terinspirasi dari ikan yang hidup di perairan Kalteng, ikan seluang (saluang=bahasa Dayak).

Pagelaran sendratari Saluang Murik. ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang bukan saja melimpah sumber daya alamnya, tetapi juga kaya akan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat. Adat istiadat dan kebudayaan masyarakat itu terejawantah dalam berbagai karya seni. Mulai dari seni musik hingga sendratari.

Karya seni menyimpan nilai-nilai kearifan lokal yang eksis dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah sendratari Saluang Murik. Karya seni gerak tubuh ini terinspirasi dari ikan seluang, ikan yang hidup di perairan tawar di Bumi Tambun Bungai.

Kearifan lokal yang lahir dari fenomena alam ikan seluang, yang kemudian dikurasi menjadi karya sendratari, merupakan satu dari sekian banyak potensi kebudayaan di Kalteng yang menarik untuk dijadikan produk karya seni bernilai. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng sekaligus pembina sendratari Saluang Murik, Adiah Chandra Sari mengungkapkan, Saluang Murik merupakan karya seni yang terinspirasi dari fenomena alam yang ada di kawasan Sungai Barito, khususnya di Kabupaten Barito Utara (Batara).

Fenomena alam yang dalam istilah Dayak Ngaju disebut “saluang murik” itu adalah proses migrasi ikan menjelang musim kemarau ke arah hulu sungai (mudik). Menurut Adiah, fenomena alam tersebut dialami masyarakat pinggir Sungai Barito tiap tahunnya. Biasanya fenomena alam ini akan disambut masyarakat dengan sukacita.

“Pada musim itu tiap tahunnya, masyarakat setempat beraktivitas di tempat-tempat pinggir sungai untuk bersama-sama mencari, menyiang, lalu membersihkan ikan saluang, itu yang kemudian menjadi inspirasi kami dalam menciptakan pertunjukan sendratari ini,” ujar Adiah kepada wartawan usai kegiatan.

Adiah berharap para pelaku seni di Kalteng lebih berupaya lagi menggali fenomena-fenomena alam yang menarik atau berpotensi menjadi seni pertunjukan bagi khalayak ramai.

“Mudah-mudahan ke depannya makin banyak lagi teman-teman yang menggali potensi-potensi tersebut untuk dijadikan pertunjukan menarik, sehingga masyarakat juga bisa mengenal fenomena-fenomena alam lainnya, tidak hanya dari Barito Utara yang terkenal dengan saluang muriknya,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Kepala UPT Taman Budaya Kalteng sekaligus pimpinan produksi sendratari Saluang Murik, Wildae D Binti menyebut ada 15 sanggar yang tergabung dalam komunitas kreatif Kalteng untuk memeriahkan pertunjukan malam itu.

“Ada 50 orang pemain, belum termasuk kru di belakang panggung, mereka memeragakan Saluang Murik, yakni kisah ikan seluang yang pulang ke lokasi asal mereka, dalam pertunjukan malam ini kami merangkul anak-anak muda untuk kembali, dalam artian kembali melestarikan budaya daerah asal masing-masing, kemudian bersama-sama tampil di panggung,” jelasnya.

Ditanya apakah akan ada cerita-cerita kearifan lokal yang akan diangkat menjadi karya sendratari ke depannya, Wildae menyebut cerita-cerita yang akan diulas menjadi karya-karya seni itu masih dalam proses garapan.

“Kami sedang garap, karena pertunjukan sendratari ini akan diadakan tiga bulan sekali, jadi tiga bulan ke depan kami akan menunjukkan sendratari dengan cerita yang lain, kami bisa dapat inspirasi itu dari fenomena alam, sejauh ini kami masih terus berusaha menggali potensi-potensi tersebut,” tandasnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version