Site icon KaltengPos

Tradisi Bukber Tetap Terjaga, Donaturnya Semua Warga

SAKSI SEJARAH: Ketua Pengurus Masjid Kiai Gede Muhammad Padli berbincang dengan media terkait kegiatan yang dilaksanakan selama bulan Ramadan. (RUSLAN/ KALTENG POS)

Ramadan merupakan bulan suci penuh berkah. Kegiatan keagamaan makin meningkat di musala dan masjid. Tidak terkecuali di Masjid Kiai Gede, yang dijadikan sebagai pusat aktivitas keagamaan selama bulan suci Ramadan. Mulai dari pengajian, iktikaf, buka puasa bersama (bukber), tarawih, hingga tadarusan.

RUSLAN, Pangkalan Bun

SEBAGIAN masyarakat Kecamatan Kotawaringin Lama hingga kini masih memegang teguh tradisi dan budaya gotong royong. Salah satunya dibuktikan dengan tradisi buka puasa bersama di masjid, dengan biaya konsumsinya merupakan swadaya jemaah.

“Seperti bulan puasa sebelumnya, tahun ini kami rutin melaksanakan kegiatan keagamaan, seperti tadarusan, bahkan kegiatan buka puasa bersama juga dilaksanakan di masjid ini. Pesertanya adalah warga sekitar Kecamatan Kotawaringin Lama, terkadang juga ada tamu yang datang dari luar daerah yang sengaja berkunjung ke ini pada bulan Ramadan,” ujar Ketua Pengurus Masjid Kiai Gede, Muhammad Padli, saat dibincangi Kalteng Pos.

Uniknya, meski zaman telah modern seperti saat ini, kebanyakan masyarakat Kotawaringin Lama masih mempertahankan tradisi dan budaya lama. Biaya konsumsi untuk kegiatan buka puasa bersama tidak menggunakan kas masjid atau dibebankan pada donatur tetap, melainkan swadaya warga yang tinggal sekitar Masjid Kiai Gede.

“Seluruh biaya atau konsumsinya ditanggung secara swadaya oleh warga yang tinggal di sekitar masjid ini, jadi tidak ada istilah donatur tetap ataupun bantuan dari instansi atau lembaga, semuanya gotong royong masyarakat sekitar,” tutur Padli.

Pembagiannya diatur dalam jadwal yang sudah ditetapkan dan disepakati bersama antara pengurus masjid dengan warga setempat. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan warga. Tiap warga yang telah terdaftar, secara bergantian akan memberikan sajian buka puasa bersama selama satu bulan penuh, sesuai dengan jadwal ibadah puasa yang telah ditetapkan.

Budaya gotong royong ini hingga kini masih terus dilestarikan oleh warga setempat. Selain meringankan beban karena biaya konsumsi dibagi rata sesuai jadwal dan kemampuan, budaya ini juga sebagai wujud saling berbagi terhadap sesama dan bukti persaudaraan yang masih terjaga hingga saat ini. “Kami masih menjaga tradisi ini, karena selain untuk mendapatkan rida dan berkah pahala di bulan suci Ramadan, kegiatan seperti ini juga bermanfaat untuk meningkatkan rasa persaudaraan antarsesama serta menunjukkan jati diri bangsa kita yang dikenal memiliki budaya gotong royong,” pungkasnya. (bersambung/ce/ala/ami)

Exit mobile version