BEBERAPA hari terakhir ini, kasus Jessica Wongso kembali menjadi buah bibir di media sosial. Gara-garanya, penayangan film dokumenter di Netflix yang berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso.Karya sutradara Rob Sixsmith.
Lagi-lagi, Deddy Corbuzier menambah bumbu dalam sajian isu tambah semakin menarik. Perbincangan dengan pengacara Jessica, Otto Hasibuan di podcastnya begitu dalam materinya. Hampir satu jam saya menyimak perbincangan yang kaya akan pengetahuan baru soal hukum.
Ada poin-poin penting yang saya catat. Pertama, jasad Mirna ternyata tidak dioutopsi. Hanya diambil sampel pada lambung. Itupun tiga hari pascakematian. Ditemukanlah sianida seberat 0,2 miligram. Padahal, tak lama setelah meninggal, sudah diambil sampel hati. Tidak ditemukan jejak sianida.
Kedua, soal CCTV. Menurut ahli yang dihadirkan oleh Otto, ada rekayasa. Yaitu pas momen Jessica sepintas terlihat garuk-garuk di celana panjangnya. Kata Otto, itu rekaman diulang-ulang. Jessica tidak garuk-garuk.
Oiya, nama Sambo juga disebut. Saat peristiwa Januari 2016, dia masih berpangkat AKBP. Menjadi wakil dari Krisna Murti yang saat itu menjabat Dirreskrimum Polda Metro Jaya. Karena image nama bapak itu sudah jelek di kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua, nitizen pun mulai liar dalam mencurahkan opininya di media sosial. Katanya, kasus itu penuh rekayasa.
Kedatangan Jessica yang lebih dulu datang di lokasi juga diulik. Dia memesan minuman. Lalu duduk di meja. Menata tas jinjing, yang anggapan polisi merupakan upaya Jessica agar terhindar dari CCTV saat tangannya memasukkan sianida.
Andai Jessica tidak datang duluan, pasti lebih sulit mencari kambing hitam. Saya berpikir sejenak. Jangan-jangan ini alasan teman-teman kalau janjian ngopi selalu datang telat. “Currrr, OTW….” tapi tak kunjung tiba.
Dua hari lalu, jagat media sosial Instagram di Kalteng juga heboh. Untuk pertama kalinya di tahun ini, Gubernur Kalteng mendatangi lokasi kebakaran lahan. Eitss, bentar-bentar, salah salah. Maksud saya yang kemarin. Yang di Desa Bangkal, Seruyan. Videonya beredar di WhatsApp Group. Tiga orang berdarah-darah. Satu orang tak bernyawa. Terlihat lubang tepat di antara dada. Katanya tertembak peluru tajam oleh polisi. Tapi, polisi membantah. Tak ada membekali peluru tajam terhadap anggota di lokasi.
Konflik warga dengan PT HMBP 1 itu memang berlarut-larut. Tidak ada kata sepakat atas tuntutan plasma oleh warga. Negara harus hadir. Konflik akan terus terjadi jika ada pihak yang pilih kasih. Benar katakan benar. Salah katakan salah. Jika ada hak yang harus diberikan kepada warga Desa Bangkal, ya berikanlah. Meski, dampaknya perusahaan akan merugi. Tidak baik bagi investasi. Tidak baik juga untuk kelangsungan kantong pribadi.
Semua pihak harus duduk bersama. Tidak ada ujungnya jika mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kenyataannya jelas, satu nyawa hilang gara-gara plasma. Kenyataannya sangat-sangat jelas, Persebaya kalah sama Persib di kandang. Sedih.
Untungnya, ada Lucinta Luna. Dia orang yang menghiburku. Tak sengaja muncul di beranda YouTube, Luna dan keluarga Boy William jalan-jalan ke Thailand. Ketika naik rollercoaster, rambut palsunya lepas. Saya pun sontak tertawa lepas.(*)