Site icon KaltengPos

Sound No Sip

Agus Pramono

Oleh; Agus Pramono

ADA dua hal kriteria yang bisa dijadikan penilaian saat melihat konser. Pertama, tentu saja siapa artisnya. Kedua, suara dan instrumen musik. Apakah bisa diterima dengan baik oleh gendang telinga. Itu menurut saya.

Dua kriteria itu saya ambil dari pengalaman waktu masih duduk di bangku SMP sampai SMA. Masa-masa ketika masih menjadi pemburu orkes dangdut. Hampir tiap akhir pekan ada di Sidoarjo dan sekitarnya. Bahkan, satu hari bisa tiga tempat. Tinggal pilih. Ada orkes Monata, Palapa, atau pendatang baru Sera, yang muncul sekitar tahun 2003.

Yang dicari pemburu dangdut, sudah pasti, Uut Permatasari dan Inul Daratista manggung. Maklum, keduanya bintang panggung pada eranya. Meski belum punya julukan, keduanya selalu ngecor dan ngebor saat pentas.

Kedua, pemburu dangdut pasti mencari sound system Ramayana. Dipakai orkes dangdut siapa malam itu? Andai Monata manggung tanpa Ramayana? Ah, enggak enak blass. Setahu saya, pemilihan sound system tergantung empunya hajat. Mau yang paket hemat atau paket komplet. Tergantung bujet.

Nama Ramayana sudah tidak asing lagi bagi kalangan pencinta musik dangdut di Jawa Timur khususnya. Suara yang dihasilkan benar-benar uenaak. Bunyi gendang terdengar empuk di telinga. Enggak ada bunyi kresek..kresek..

Nostalgia masa muda itu teringat lagi. Mau tahu gara-garanya apa? Ya saat peresmian Masjid Agung Kubah Kecubung Darurrahman, Jumat. Masjid yang menghabiskan uang negara Rp180 miliar itu. Malam itu digelar tablig akbar. Ustaz Das’ad Latif menjadi penceramah. Sayangnya, sound systemnya jelek. Kata jemaah di luar. Enggak kedengaran jelas, meski duduk di depan. Kata jemaah juga. Soundnya bagus-bagus saja. Kata penikmat live streaming di YouTube. Hehehe.

Ustaz Das’ad Latif juga bilang sound systemnya jelek. Dari mimik wajahnya, tampak sekali kurang lepas saat ceramah. Enggak nyaman dengan mikrofonnya. Enggak nyaman mendengar suaranya sendiri yang tidak bulat dan jelas. Tampak tidak nyaman ketika melihat jemaah yang memilih keluar dari masjid. Mungkin, jemaah lebih memilih nonton streaming di kanal YouTube. Kayak saya.

Saya catat, selama satu jam ceramah, ustaz kondang asal Makassar itu berulang kali menyebut kata sound system di sela-sela menyampaikan tausiah. Lima kali di tiga menit pertama. Enam kali di sekitar menit ke-32. Pada penghujung ceramah, masih sempat-sempatnya menyinggung kata sound system lagi. Saya catat, ada lima kali di satu menit terakhir dia memegang mikrofon. Total ada 16 kali.

Sesekali sorot kamera diarahkan ke wajah Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin saat ustaz yang juga dosen di Universitas Hasanuddin Makassar menyinggung itu. Fairid hanya terlihat tersenyum hampa. Anak buahnya yang di belakang tak berani ketawa. Saya jadi penasaran, ketua panitianya bisa tersenyum atau tidak selepas acara.

Ketua Yayasan Masjid Kubah Kecubung Zainal Arifin pun mengklarifikasi saat ditanya wartawan Kalteng Pos. Sound system yang digunakan pada peresmian merupakan sewaan. Kalau sound milik masjid, lebih bagus. Panitia ternyata sudah diingatkan sebelumnya. Pilih sound system yang bagus.

Sikap Ustaz Das’ad Latif yang tampak kecewa itu sama dengan yang dirasakan pemimpin redaksi saya. Saat reportase di pasar, mikrofon mininya rusak. Wkwkwkw.

*) Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos

 

Exit mobile version