SALAH satu wadah memupuk profesionalitas Jaksa adalah melalui organisasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Kelahiran organisasi PJI diprakarsai oleh Suhadibroto dan beberapa Jaksa senior sebagai wadah berhimpun para Jaksa dengan tujuan memupuk tali persaudaraan, memperkokoh kesetiakawanan dan meningkatkan integritas serta profesionalisme Jaksa yang dibentuk dan disepakati dalam musyawarah nasional para Jaksa Tanggal 15 Juni 1993 dengan nama Persatuan Jaksa Republik Indonesia disingkat PERSAJA.
Seiring dengan perjalanan waktu dan semangat reformasi yang menghendaki adanya transparansi, akuntabilitas tugas penegakan hukum maka organisasi yang diikat dengan sumpah jabatan dan doktrin tri krama adhyaksa melalui musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Tanggal 25 Meret 2009 mengubah nama organisasi dari Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSJA) menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) tanpa mengubah secara fundamental asas dan tujuan organisasi dan pada musyawarah nasional PJI pada tanggal 28 Desember 2014 ditetapkanlah tanggal 15 Juni 1993 sesuai tanggal kelahiran PERSAJA sebagai hari lahirnya PJI.
Keberadaan PJI sebagai sebuah organisasi profesional tidak ada diatur dalam undang undang kejaksaan maupun ketentuan internal kejaksaan secara tegas namun bila merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan yang berbunyi Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta kewenangan lain yang diberikan oleh undang undang maka tersirat seorang Jaksa harus profesional melaksanakan tugas sesuai ketentuan perundang undangan termasuk mengikuti peraturan displin pegawai dan etika profesi Jaksa dan doktrin trikrama adhyaksa.
Sebagai organisasi Profesi yang mandiri tentu keberadaan PJI tidak terikat dengan jabatan struktural di internal kejaksaan sehingga PJI memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sendiri yang ditetapkan sejak berdirinya PERSAJA dengan perubahan terakhir dalam Musyawarah Nasional tahun 2013. Dalam AD/ART ditegaskan jabatan profesi Jaksa memiliki tiga kualifikasi berupa memiliki keahlian, bertanggung jawab dan kinerja terpadu sehingga dalam menjalankan profesi bisa mengembangkan hubungan baik perorangan maupun lembaga dengan berlandaskan keilmuan dan kemasyarakatan yang memperjuangkan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan.
Kiprah Persatuan Jaksa Indonesia dalam Menjaga Profesionalitas Jaksa
Di antara kiprah PJI dapat terlihat pada saat mendampingi Jaksa Cirus Sinaga dalam pemeriksaan di Mabes Polri yang menjadi tersangka dalam dugaan penghilangan pasal korupsi dan pemalsuan petunjuk penuntutan Gayus HP Tambunan. Pendampingan tersebut sesuai dengan AD/ART organisasi karena seluruh anggota PJI berhak mendapatkan pembelaan hukum dari PJI secara cuma cuma dalam rangka membela, memperjuangkan hak Cirus Sinaga selaku anggota PJI dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang Jaksa namun peran pendampingan ini bukan diartikan sebagai Penasihat Hukum yang tunduk kepada undang undang Advokat melainkan sekadar menfasilitasi pemenuhan hak hak yang bersangkutan di depan hukum. PJI juga secara cuma cuma mempersiapkan dan memberikan advokasi selaku penasihat hukum untuk anggotanya yang berurusan dengan masalah hukum atau pelanggaran etika profesi dalam sidang etik di majelis kehormatan Jaksa atas pelanggaran disiplin dan etika profesi yang bisa berujung pada pemberhentian yang bersangkutan.
Profesional Jaksa dan PJI zaman sekarang. Berkaca pada kisah profesionalitas seorang Jaksa Agung R Soeprapto dan Baharuddin Lopa di atas tentu masyarakat sangat mengapresiasi ada tauladan bagi para Jaksa seluruh indonesia dalam menjalani profesinya disertai harapan besar akan muncul puluhan bahkan ratusan generasi penerus seperti R Soperapto dan Baharuddin Lopa berikutnya. Dalam konteks sekarang dengan semakin masifnya tindak pidana korupsi atau perbuatan yang berakibat terjadinya kerugian keuangan negara maka profesionalitas Jaksa yang bernaung dalam wadah PJI tentu bukan hanya sekadar keberanian, kesederhanaan saja namun harus berwujud nyata dengan kerja keras dan kerja cerdas dalam menyelamatkan kerugian keuangan negara baik dengan mekanisme perdata dan tata usaha negara maupun mekanisme merampas melalui ranah pidana korupsi dan pencucian uang.
Peran PJI sebagai organisasi profesi tentu sangat diharapkan sekali betul betul sebagai wadah peningkatan kapasitas dan kualitas dari masing masing anggotanya dan bukan sekadar hanya organisasi formalitas yang diperingati setiap tahun. Banyak Jaksa baik di pusat apalagi di daerah yang perlu diberikan motivasi, dorongan, semangat untuk bisa melaksanakan tugas secara profesional termasuk memilih, memilah dan mendorong para Jaksa berprestasi di pusat maupun di daerah untuk dapat menjadi perhatian khusus oleh pimpinan kejaksaan guna disiapkan sebagai kader kepemimpinan yang profesional masa depan seperti R Soeprapto dan Baharuddin Lopa.
Berjalannya peran PJI ini dengan baik justru akan lebih meningkatkan profesionalitas Jaksa dan berwujud pada hasil nyata penyelamatan kerugian keuangan negara seperti yang dipuji oleh anggota DPR Arsul Sani, dan banyak anggota Komisi III lainnya namun sebaliknya bila terlena dengan pujian itu maka apa yang terjadi di dalam ruang sidang rapat dengar pendapat dengan komisi III tanggal 14 Juni 2020 kemarin hanya kan jadi kenangan sejarah. Selamat ulang tahun PJI ke 28, teruslah jaga marwah institusi dan teruslah berprestasi. (*selesai)
Penulis Koordinator Pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan Dosen Universitas Pancasila Jakarta