Site icon KaltengPos

Zeni Romantika, Mantan Napi yang Tobat usai Sembilan Kali Dibui

Menyibukkan Diri dengan Kegiatan Positif agar Tak Tergoda Lagi

Merantau sejak usia remaja, Zeni Romantika terjerumus ke dunia hitam saat berada di Surabaya. Berulang kali melakukan tindak kriminal membuatnya dibui hingga sembilan kali. Kini dia memilih tobat, kembali ke kampung halaman dan bermasyarakat kembali.

“Saya dari keluarga broken,” ujar Zeni Romantika memulai cerita masa lalunya. Sejak kecil, lelaki yang tubuhnya dipenuhi tato itu tinggal bersama neneknya. Kedua orang tuanya yang bercerai memilih meninggalkannya sejak balita.

Hidup tanpa belaian orang tua membuat pendidikannya keteteran. Pria yang kini berusia 39 tahun itu hanya menamatkan pendidikan di sekolah dasar (SD). Saat ingin melanjutkan ke tingkat berikutnya, tidak ada sekolah yang mau menerima. Alasannya, pria yang akrab disapa Zeni Jemblung itu ndablek.

Semasa menempuh pendidikan di Desa Krenceng, Kepung, dia sering bolos. Saat tak datang ke sekolah, Zeni kecil memilih menghabiskan waktu untuk bermain.
Saat beranjak dewasa, dia nekat merantau. Kota Surabaya jadi pilihannya. Di sana, ia bertemu dengan banyak teman yang juga sam-sama perantau. Klop. “Saya terpengaruh dengan lingkungan,” lanjutnya.
Pergaulan yang keliru itu memberi pengaruh negatif. Awalnya, dia dikenalkan dengan narkoba. Selanjutnya “naik kelas” melakukan pencurian motor (curanmor). Akibat kenekatannya itu, dia pun ditangkap polisi.

Seolah tak kapok, selepas dari penjara Zeni ditangkap lagi karena terlibat jual beli pil koplo. Seolah berpetualang, lagi-lagi dia harus dipenjara untuk kasus berbeda. Termasuk penjambretan dan pencopetan. “Saya sampai lupa tahunnya,” kenangnya sambil tersenyum.
Setidaknya, Zeni menjalani penahanan di Surabaya sebanyak delapan kali. Mayoritas kasusnya curanmor. Selain di Kota Pahlawan, dia pernah dipenjara di Bali karena mencopet turis.
Lelaki berambut pirang itu berdalih mencopet karena dia hanya memiliki uang Rp 27 ribu saat di pulau Dewata itu. Dia pun masuk penjara sekitar tahun 2008. Sebelum pelaksanaan eksekusi mati gembong teroris bom Bali.

Dari sembilan pengalamannya masuk penjara, hukuman di Bali merupakan yang paling membekas di benaknya. Bukan hanya korbannya yang merupakan turis asing. Tetapi, di Bali pula dia menempati sel yang “istimewa”.
Di sana, Zeni satu sel dengan kelompok teroris. Lelaki berambut ikal itu memperkirakan temannya satu sel itu merupakan kelompok Imam Samudera. Sebab, selama di sel, dia pernah diberi buku karya Imam Samudera. “Judulnya Sekuntum Rosella (Sekuntum Rosella Pelipur Lara, Red),” tutur Zeni mengingat-ingat judul buku yang sempat dibacanya berulang-ulang itu.

Tak hanya memberi buku, para narapidana terorisme itu juga sering melakukan ceramah. Zeni pun mengaku sempat termakan propaganda mereka. Saat berada di tahanan, dia ikut mengkafirkan saudaranya sesama muslim yang tidak salat. Kala itu Zeni juga sempat mengharamkan rokok.

Selain di Bali, Zeni juga pernah satu sel dengan narapidana terorisme saat menempati Lapas Porong. Semua yang diajarkan sama dengan narapidana di Bali. “Saya juga heran, setiap masuk sel tidak pernah bolong salatnya,” bebernya terkekeh.

Hanya saja, saat sudah keluar dari penjara, dia tergiur untuk kembali melakukan tindakan kriminal. Berulang kali terjerumus ke lembah hitam, agaknya Zeni mulai sadar jika lingkungannya memberi pengaruh buruk.

Tahun 2017 lalu dia memutuskan untuk pulang kampung ke Desa Krenceng, Kepung. “Orang kampung tidak ada yang tahu. Mereka hanya mengerti saya ini merantau di Surabaya dan Kalimantan. Yang tahu saya pernah di penjara hanya Pak Kades,” papar lelaki berambut panjang itu sambil menunduk.

Di kampung, dia bekerja sebagai pemotong kayu. Seiring dengan berjalannya waktu, tetangganya menitipkan kambing untuk dia pelihara. Jika awalnya hanya satu ekor, kini ada sembilan ekor yang dipelihara.

Tak hanya beternak kambing, Zeni sekarang disibukkan dengan kegiatan positif. Pada malam hari dia juga dipercaya perangkat desanya untuk menjaga wisata desa.

Menyibukkan diri dengan kegiatan positif rupanya jadi kunci baginya agar tidak kembali tergiur melakukan hal negatif. “Kalau mau tobat jangan sampai menganggur. Selagi saya masih mampu, tenaga saya akan saya gunakan untuk yang bermanfaat,” tegas pria yang juga memelihara burung ini.

Selebihnya, Zeni juga aktif di kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan Jumat Berkah. Membagikan nasi kepada warga tidak mampu setiap hari Jumat. Dia juga tidak tinggal diam saat ada warga di desanya yang terjangkit Covid-19. “Omongan orang lain (tentang masa lalu, Red) saya sudah tutup telinga. Tidak peduli. Yang penting fokus berbuat baik,” imbuhnya ingin kembali ke masyarakat sepenuhnya. (ut)

Exit mobile version