Site icon KaltengPos

Murai Albino Dihargai Puluhan hingga Ratusan Juta

MUTASI BERINVESTASI: Murai albino dengan bola mata berwarna merah peliharaan Rohiman. Tak hanya harus mempelajari silsilah indukan, dibutuhkan keberuntungan untuk bisa mengembangbiakkannya. (M. Ali/Jawa Pos)

KaltengOnline.com-Sejak empat tahun terakhir, Rohiman bersemangat menekuni hobinya memelihara murai batu. Ya, selain mencintai burung sejak kecil, ketekunannya itu kini telah menghasilkan pundi-pundi uang yang tidak sedikit. Burung-burung murai yang tergolong langka di rumah Rohiman itu bisa dibilang seperti mobil yang disangkar.

Konon murai batu jenis albino punya harga selangit. Sebab, tidak semua peternak burung (bird farm) bisa mengembangbiakkannya. Selain harus mempelajari silsilah indukan, peternak butuh satu faktor pendukung yang menentukan. Yakni, keberuntungan.

Rohiman adalah salah seorang peternak burung yang beruntung. Total ada lima ekor murai albino di rumahnya. Paling tua usianya 1,5 tahun. Sementara itu, paling muda berusia tiga bulan. Jika dibandingkan yang lain, murai albino tergolong unik. Bulunya didominasi warna putih. Sementara itu, warna murai umumnya didominasi hitam.

Beberapa waktu lalu, Jawa Pos mengunjungi ”istana” murai batu milik Rohiman di daerah Kunciran, Kota Tangerang, Banten.

Dia memperlihatkan beberapa ekor murai albino dari hasil kawin silang beda indukan. Bola mata burung-burung kicauan tersebut berwarna merah.

Di pasaran, kata Rohiman, harga anakan murai jenis tersebut berkisar di atas Rp 60 juta. ”Kalau di atas enam bulan atau yang sudah lepas trotol itu, harga sudah beda, bisa sampai Rp 120 juta,” ujar Rohiman.

Di kalangan peternak, burung di bawah usia enam bulan semacam itu biasa disebut trotol. Harga fantastis tersebut bukan tanpa alasan. Iman –sapaan Rohiman– menyebutkan, murai albino dengan warna dominan putih tergolong langka dan unik. Dengan demikian, banyak penggemar murai yang memburunya. Makin hari, jumlah peminatnya terus bertambah. ”Makanya, harganya jadi mahal,” terangnya.

Di pasar online dan media sosial (medsos) Tanah Air, murai albino dewasa umumnya dibanderol dengan harga di atas Rp 100 juta. Harga tersebut biasanya sudah termasuk ongkos kirim (ongkir). ”Saya sering bilang itu (beternak murai albino, Red) mutasi berinvestasi,” kata pria 31 tahun tersebut.

Istilah mutasi berinvestasi itu mengacu nilai albino yang cenderung naik saat ini. Bahkan, kata Iman, peminatnya bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri seperti Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Iman mengaku pernah bertransaksi dengan pembeli dari Vietnam.

”Teman di Vietnam beli (anakan murai albino, Red) sama saya Rp 60 juta. Di sana (Vietnam, Red) dia jual Rp 150 juta,” ungkap bapak satu anak tersebut.

Saking ngebetnya dengan murai albino, kata Iman, pembeli dari luar negeri itu berani menanggung risiko pengiriman jarak jauh seperti sakit hingga kematian.

Selain beternak murai albino, Iman mengembangbiakkan jenis lainnya. Di antaranya, panda, blorok, dan black shama. Total ada 70 murai berbagai jenis yang dipelihara di halaman belakang rumah Iman. Usianya beragam. Ada yang baru lahir hingga usia dewasa. Di rumah itu, Iman juga ternak jangkrik untuk pakan.

Sejauh ini, Iman lebih fokus mengawinkan murai beda jenis agar bisa memiliki warna unik. Perkawinan silang itulah yang dia gaungkan ke komunitas pencinta murai dengan istilah mutasi berinvestasi. ”Dari mutasi, kita bisa investasi,” ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai penyuplai bahan bangunan itu.

Iman telah membangun 14 kandang untuk produksi murai tersebut. Setiap sisi muka kamar diberi tirai hitam. Tirai itu akan ditutup saat malam untuk menghindarkan murai dari gangguan binatang lain. Gangguan itu bisa membuat murai stres. ”Jadi, dikasih tutup biar (burung, Red) nggak takut,” terangnya.

Satu Keluarga Gandrung Murai

Pendiri Pereman Bird Farm (BF) itu memberikan pengawasan ekstra kepada setiap murai. Terutama jenis albino. Dibantu keluarga dan teman, pengawasan rutin dilakukan setiap waktu untuk memastikan ”harta karun” tersebut baik-baik saja. ”Karena bagi saya, mereka itu seperti mobil yang disangkar,” imbuh dia.

Zuzana Ilona Tombeng sedang melihat-lihat koleksi murai batu di rumah Rohiman ketika Jawa Pos tiba. Perempuan 53 tahun itu tidak sendiri. Dia bersama suami dan putrinya. Mereka sama-sama penyuka binatang. Burung salah satunya. ”Kebetulan saya suka (pelihara burung, Red), suami dan anak juga suka,” ujarnya.

Ketertarikan keluarga Zuzana terhadap murai sejatinya sudah lama. Namun, niat untuk menjadi peternak tebersit belum lama ini. Niat itu muncul setelah suaminya membangun area penangkaran burung yang cukup besar di halaman rumah. ”Ya, iseng-iseng (ternak murai) berhadiah,” kelakarnya.

Perempuan yang pernah menjadi anggota DPR itu tergolong masih pemula untuk urusan beternak murai. Dia baru tahu bahwa murai, terutama jenis langka, punya harga fantastis. ”Dulu punya (murai) satu ekor, suaranya bagus. Tapi, saya enggak tahu ternyata harganya tinggi,” tuturnya.

Dari Rohiman, keluarga Zuzana memboyong empat ekor anakan murai yang baru berusia beberapa minggu. Harga satu ekor Rp 15 juta. Selain itu, Zuzana belajar dari Rohiman tentang cara merawat murai, khususnya memberi makan atau meloloh.

Di rumahnya, Zuzana kini punya tujuh ekor murai. Burung kicauan itu dia beli dari berbagai daerah. Salah satunya berasal dari Bogor. Mereka juga kerap berkunjung ke pasar burung di Jatinegara, Jakarta Timur, untuk berburu murai. ”Karena sekarang punya banyak waktu luang, jadi kenapa enggak dicoba (beternak murai, Red).”

Setelah beberapa kali mencoba, Zuzana mengaku kini mulai terbiasa merawat murai dari kecil. Dia juga membiasakan diri berkutat dengan jangkrik, pakan murai. Meski sejatinya Zuzana kurang begitu suka pada binatang berukuran kecil itu. ”Karena harus kasih makan burung pakai jangkrik, akhirnya mencoba (membiasakan diri dengan jangkrik, Red). Tapi, untuk cabut kakinya (jangkrik) belum bisa,” ungkap istri jenderal tentara itu. (jpc)

Exit mobile version