Site icon KaltengPos

Ribuan Ternak Mati Mendadak, Perketat Pengawasan di Perbatasan

PALANGKA RAYA-Ribuan ternak warga di Kalimantan Tengah (Kalteng) dikabarkan mendadak mati. Berdasarkan laporan yang diterima Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan (TPHP) Kalteng, tercatat ada 15 ekor babi yang mati mendadak di Kabupaten Kapuas. Di Barito Timur (Bartim), kasus serupa juga menimpa 1.570 ekor itik dan ayam peliharaan warga.

Dokter Hewan Dinas TPHP Kalteng  Drh Herman Susilo menjelaskan, itik dan ayam yang mati secara mendadak itu diperkirakan terserang virus Avian Influenza (AI) atau Flu Burung yang masuk dari Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Pasalnya, Kabupaten Kapuas dan Barito Timur merupakan wilayah perbatasan dengan Provinsi Kalsel. Posko check point di kedua wilayah tersebut pun sudah tidak aktif lagi.

“Virus itu masuk dari Kalsel. Sebab, Bartim dan Kapuas itu merupakan pintu masuk unggas dari wilayah Kalsel. Apalagi check point-nya tidak aktif di sana. Otomatis daerah yang rentan terkena itu adalah Kapuas dan Bartim dan itu sudah terjadi,” ujarnya, Senin (5/2).

Herman menjelaskan, hal tersebut bisa saja terjadi lantaran masih banyak hewan ternak yang didatangkan dari provinsi lain. Sementara, pada hewan babi terindikasi terkena virus African Swine Fever (ASF). Namun ia menyebut, jika virus tersebut kemungkinan telah berubah dan bermutasi, sehingga vaksin yang lama sudah tidak efektif lagi.

Virus ASF memiliki masa inkubasi yang sama seperti halnya virus Covid-19. Sejauh ini belum ditemukan vaksin untuk mengatasi persebaran virus mematikan pada babi itu. Ciri-ciri klinis babi terjangkit virus ini yakni badan panas atau demam, hidung mengeluarkan cairan, hingga mengeluarkan kotoran berupa darah. Mulai terlihat bermunculan bercak-bercak atau titik-titik merah di bawah kuping babi. Biasanya terlihat gejala sesak napas.

Selanjutnya, apabila unggas terkena virus AI, mungkin timbul seperti pendarahan di bawah kulit ataupun bengkak di kepala, terutama pada leher itik yang tidak bisa menoleh. Unggas yang sakit cenderung tidak mau berjalan, memojok, hingga terlihat lelah. Oleh memutus persebaran, unggas yang masih sehat harus segera dipisahkan dari yang sakit.

“Kalau pada kasus hewan babi, biasanya virus ASF dan sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Itu virus sangat mematikan bagi hewan. Permasalahannya, ketika masyarakat membuang bangkai babi ke sungai karena tidak ingin mengubur, seluruh bantaran sungai yang dilewati oleh bangkai tersebut pasti akan kena, karena minumnya rata-rata dari air sungai itu,” tukasnya.

Herman mengingatkan para peternak, ketika hewan ternak sudah menunjukkan gejala-gejala terjangkit virus, segeralah membuat kandang agar hewan tidak berkeliaran sembarangan, lalu menyemprotkan desinfektan menggunakan cairan pembersih, cairan pemutih atau detergen. Selanjutnya, tidak membolehkan orang lain untuk memasuki area kandang, sebab virus ASF atau AI yang melekat pada pakaian atau badan manusia bisa tertular ke hewan ternak dalam kandang itu.

Sementara, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas TPHP Kalteng, Muhajirin Akbar MSi mengatakan, hewan ternak yang didatangkan dari luar provinsi seharusnya punya surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Namun tak jarang realisasi di lapangan jauh dari idealisme. Karena itu, tiap kabupaten diharapkan mengaktifkan kembali check point, terutama pada titik lokasi yang lalu lintas ternak cukup padat.

“Harus diperiksa kesehatan hewan ternak yang masuk, memastikan tidak ada yang membawa penyakit. Petugas di lapangan juga harus dimaksimalkan. Kalau bisa dilakukan penanggulangan seperti dengan pemberian vaksin. Kalau ASF memang belum ada vaksinnya, karena itu virus baru. Check point idealnya ada di kabupaten perbatasan antarprovinsi, agar keluar masuk ternak dapat terkontrol,” tandasnya.

Saat ini pihaknya tengah menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi lebih akurat. Sejauh ini laporan yang diterima hanya dari Bartim dan Kapuas. Di Kapuas tercatat 15 ekor babi. Laporan masuk tanggal 4 Februari sebanyak 7 ekor, lalu tanggal 5 Februari 8 ekor. Lalu, di Barito Timur ada laporan masuk dari empat kecamatan pada tanggal 23 dan 25 Januari, dengan total 1.570 ekor itik dan ayam.

Kendati demikian, virus yang menyerang hewan ternak itu tidak berbahaya bagi manusia. Unggas yang terkena H5N2 masih bisa dikonsumsi, selama pengolahannya benar-benar matang. Ketika kasus merebak seperti saat ini, mestinya lalu lintas hewan ternak disetop dahulu. Namun karena kebutuhan daging cukup tinggi, maka dinas hanya bisa memberikan imbauan kepada pemilik ternak agar lebih selektif. (ovi/ce/ala)

Exit mobile version