PALANGKA RAYA-Tak perlu diragukan lagi, Kalimantan Tengah (Kalteng) sangat kaya akan sumber daya alam. Selain hasil bumi yang sudah diakui oleh dunia, siapa sangka, komoditi perikanan sungai dan danau dari Bumi Tambun Bungai ini sudah dikenal luas di pasar internasional.
Menurut data dari Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (SKIPM) Palangka Raya, nilai komoditas perikanan untuk ekspor periode Januari-Oktober 2022 mencapai Rp 4.029.915.000 dari 251.050 ekor dan 17.386 picis.
Untuk pengiriman domestik mencapai Rp80.165.777.368 dari 2.485.111 ekor komoditi hidup. Untuk jenis-jenis komoditas perikanan sendiri, terbagi menjadi dua. Yakni komoditas ikan hias dan ikan konsumsi yang dikirim dalam kondisi hidup atau beku segar.
Untuk ikan hias, ikan botia menjadi primadona kalangan pecinta ikan. Lalu, Ada ikan peyang, live aquatic, ikan cupang. Lalu, untuk ikan konsumsi, ada ikan betutu, ikan toman, ikan seluang, dan lain-lain. (Lihat tabel).
“Produk perikanan di Kalteng memiliki potensi yang sangat besar. Baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas,”ujar Kepala SKIPM Palangka Raya, Miharjo kepada Kalteng Pos beberapa
waktu lalu.
Kalteng Pos berkesempatan mendatangi dua orang eksportir ikan hias dan ikan konsumsi di Palangka Raya. Pertama adalah Giyono. Instalasi karantina ikan miliknya berada di Jalan Lele, Palangka Raya. Ikan betutu menjadi komoditi andalan pria berusia 44 tahun itu.
Sedari Juli 2019, mengekspor ikan betutu ke Malaysia. Rutin tiap hari. Tergantung konektivitas penerbangan.
Sekarang, pengiriman dua sampai tiga kali dalam seminggu. Sekali kirim, lebih 100 kilogram ikan betutu hidup. Sudah bisa dibayangkan, berapa omsetnya dalam
satu bulan.
“Hampir rata-rata kirim ke Malaysia. Selain betutu, ada juga ikan-ikan lain, tapi tidak ekspor, domestik saja,”ungkap Giyono.
Berikutnya, Kalteng Pos berbincang dengan seorang eksportir ikan hias, bernama
Robertus Verico Tingkes. Putra dari mantan Wali Kota Palangka Raya Lukas Tingkes itu sudah menjadi pelaku ekspor ikan hias sejak lama.
“Pertama kali ekspor di tahun 1998. Saya waktu itu ekspor ikan hias ke Korea Selatan,” ujarnya.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Robertus, sapaan akrabnya, hobi mencari, mengumpulkan dan memelihara ikan hias dari rawa dan sungai di Kalteng. Hobi ini turut dibawa ketika melanjutkan pendidikan di pulau Jawa.
“Saya tes jual di pasar ikan hias lokal ternyata mendapatkan respon bagus hingga akhirnya saya melebarkan dan mengenalkan ikan hias Kalteng ke pasar ekspor sampai sekarang,”katanya.
Ikan hias dari Kalteng ini punya tempat di para pecinta ikan hias baik dalam maupun luar negeri,”jelas Owner
CV Tirta Haring Borneo ini. Beberapa jenis ikan hias tersebut antara lain botia, chana, sepat dan saluang merupakan primadona pecinta ikan hias. Ada enam negara yang menjadi tujuan ekspor perusahaannya. Yakni, Korea Selatan, Jepang, Singapore, Jerman
dan Prancis. Sekali kirim bisa mencapai ratusan sampai ribuan ekor ikan.
Untuk pasokan ikan, pria yang menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Indonesia
ini mempunyai nelayan dan suplier binaan yg terampil dalam menampung dan memelihara ikan dari perairan di Kalteng dan sudah disertifikasi hasilnya.
“Saya juga beryukur adanya stasiun karantina (SKIPM, red) di Palangka Raya. Memudahkan kami pelaku ekspor. Pelayanan yang bagus dari pihak SKIPM dapat memberikan kepastian serta efisiensi waktu dan jaminan kesehatan ikan. Sehingga
sangat mudah dalam pengurusan dokumen,”ungkap Robertus.
Ada puluhan pelaku usaha di bidang perikanan yang tercatat di SKIPM, dan tujuh
sampai delapan di antaranya pelaku ekspor. Mereka sudah memiliki sertifikat yang menjadi syarat untuk perjalanan ke luar Kalteng. Sertifikat itu biasanya diminta juga oleh
buyer atau calon pembeli.
Sertifikat yang dimaksud adalah, cara penanganan ikan yang baik (CPIB). Sertifikasi itu biasanya dimiliki oleh para suplaiyer, atau orang yang pertama kali menerima iklan dari warg atau nelayan sungai atau laut. Lalu, sertifikat lain adalah cara karantina ikan yang baik (CKIB) dan instalasi karantina ikan (IKI) yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha perikanan yang melakukan ekspor atau pengiriman domestik.
“Tugas kami (SKIPM, red) melakukan pemantaun secara berkala, memastikan tempat menampung ikan itu sudah sesuai atau tidak dan memastikan ikan bebas penyakit saat dikirim. Sistem jaminan mutu harus dikendalikan dari awal. Karena pasar international
sangat ketat ya soal kualitas ikan,”ungkapnya.
SKIPM Palangka Raya mengawasi komoditi perikanan di 14 kabupaten kota se-Kalteng. Fokusnya di pintu masuk dan keluar. Meliputi Bandara Tjilik Riwut, Bandara H Asan dan Pelabuhan Sampit, Bandara Iskandar dan Pelabuhan Panglima Utar. Bandara Tjilik Riwut
masih terbanyak dalam sisi volume dan frekuensi pengiriman. Komoditas ikan hidup. Untuk pintu keluar yang ada di Kobar dan Kotim, kebanyakan produk beku segar.
Selain rutin cek sampel ikan dan air dari instalasi karantina para para pelaku usaha, pihaknya juga melakukan pengecekan di kantor sebelum komoditas perikanan masuk kargo. Pengecekan dilakukan tim teknis dan tim administrasi.
Pengecekan dimulai dengan produk perikanan apakah sudah memenuhi syarat
untuk dikirim. “Misal ni, kami mengecek apakah ikan dan sejenisnya sudah memenuhi syarat dari segi ukuran untuk dikirim? Suhu di dalam kotak berapa? Es batunya
berapa? Untuk berapa lama perjalanan,”ungkapnya.
Kemandirian Ekspor
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi Kalteng, sebaran produksi perikanan tangkap per kabupaten setiap tahun, rata-rata naik sebesar 6,67 persen. Tahun 2016 lalu berada di angka 110.938,93 ton per tahun, dan tahun 2021 berada di angka 151.510, 52 ton per tahun.
Produksi perikanan juga rata-rata naik 33,29 persen selama lima tahun terakhir. Kenaikan juga ditunjukkan oleh produksi perikanan budi daya dengan rata-rata kenaikan setiap tahunnya sebesar 9,94 persen. Artinya, komoditi perikanan di Kalteng sangat potensial.
Namun demikian, kemajuan bisnis perikanan di Kalteng saat ini, secara umum masih belum sampai pada tahap kemandirian dalam pengiriman.
Hal itu nampak ketika hasil produksi ikan konsumsi tidak diolah di Kalteng sendiri melainkan diolah di luar daerah. Selama ini komoditas ikan Kalteng
dikirim ke Semarang, Surabaya, dan Banten.
Otomatis, jika komoditas perikanan dari Kalteng itu diekspor, maka pemberitahuan ekspor barang (PEB) atas ekspor barang kena pajak akan tercatat dari daerah pengirim. Bukan tercatat dari provinsi Kalteng selaku tempat produksi langsung. Beberapa contoh komoditas perikanan yang bernasib demikian adalah pelaku usaha udang dan kepiting
lokal.
Kepala Dislutkan Provinsi Kalteng, Darliansjah angkat bicara terkait itu. Pihaknya
bertugas tidak hanya sekadar mengekspor, tetapi bagaimana produksi itu juga bisa
dikonsumsi oleh masyarakat secara luas sehingga angka konsumsi ikan naik. Terkait
masalah PEB, langkah ke depan bisa menggeser PEB itu tercatat Kalteng.
“Sudah ada upaya-upaya itu, cuma ya nggak bisa secepat membalikkan telapak
tangan. Melewati bermacam proses-proses. Sudah sangat ada upaya untuk ke situ, tidak ada kesepakatan tertulis tetapi sudah sepakat dengan pihak maskapai, kantor pajak, dan stasiun karantina ikan agar menggeser PEB itu untuk ke Kalteng,” bebernya.
Salah satu program unggulan adalah shrimp estate. Lokasi skema budi daya udang berskala besar dalam satu kawasan itu rencananya akan beroperasi di Kabupaten Sukamara. Mengenai perkembangan pembangunan lokasi budi daya udang skala besar itu,
Darliansjah membeberkan pihaknya akan membangun konstruksi kelistrikan, tambak, kemudian bangunan-bangunan pendukung shrimp estate tersebut dalam waktu dekat.
“Kami berharap pada tahun 2023 sudah bisa terbangun dan tata kelola budi daya bisa jalan. Harapan kami (di tahun itu juga) sudah mulai bisa produksi,” ucapnya.
Perkembangan pembangunan saat ini pada lahan 41 hektare yang menjadi lokasi shrimp estate itu sudah dibangun bangunan utama seperti asrama, gudang, dan bangunan utama.
“Lahan 41 hektare itu sudah dibangun bangunan seperti kantor utama, asrama, gudang, itu sudah dibangun,” bebernya.
Darliansjah juga membeberkan sesuai dengan instruksi Gubernur Kalteng nantinya juga akan ada fasilitas pabrik pengolahan hasil perikanan. Ke depannya pihaknya akan akan melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI terkait
pengembangan fasilitas produksi perikanan tersebut.
“Nantinya yang kita dorong pertama itu adalah komoditi ikan segar dulu yang diekspor, lalu nanti setelah UKMnya ada pengalaman untuk mengekspor-ekspor barang, baru nanti kita cari para investor atau pemerintah daerah sendiri yang membangun pabrik pengolahannya,” ungkapnya.
Ke depannya memang demikian. Darliansjah mengaku pihaknya sudah mengarah ke sana sebagai bagian dari upaya memajukan produksi perikanan lokal. Namun, langkah tersebut perlu melibatkan investor agar bisa membantu dalam membangun pengolahan hasil perikanan sesuai dengan potensi ekspor.
“Arahnya ke sana tapi nanti itu harus mengundang investor untuk bisa membangun pengolahan hasil perikanan sesuai dengan potensi ekspor,” ujarnya.
Terpisah, Kepala SKIPM Palangka Raya, Miharjo menyatakan, dalam upaya meningkatkan ekspor langsung dari Kalteng, semua pihak harus bersinergi. Mulai dari pemerintah daerah, bea cukai, maskapai, karantina ikan, dan pelaku usaha. Adanya hambatan atau kendala di lapangan harus segera ditindaklanjuti dan dicarikan jalan ke luar. Pelayanan kepada pelaku usaha harus dikedepankan. Karena meraka pahlawan devisa bagi negara.
Kalteng punya program strategis. Dinamakan shrimp estate yang aa di Sukamara dengan memilih udang vaname sebagai komoditi. Keberadaan shrimp estate itu sudah sangat
bagus. Alangkah lebih baik jika terbangun unit pengolahan ikan.
Harus ada investor yang mau mendirikan pabrik pengolahan ikan. Jika sudah terbangun,
dunia perikanan Kalteng akan semakin cerah. Karena, langsung bisa ekspor. Kawasan Sukamara harus juga terintegerasi. Artinya, harus ada pelabuhan yang koneksi langsung
ke Jakarta,”katanya.
Sebenarnya, sebut Miharjo, ada dua unit pengolahan ikan di Pangkalan Bun. Tapi, unit itu mengolah ikan hasil tangkapan nelayan, buka hasil budi daya. Produksinya udang flower dan udang papai.
Konektivitas Penerbangan
Ekspor komoditas perikanan bukan tanpa hambatan. Pandemi Covid-19 sudah
pasti. Lalu, ada hal lain yang meti dipikirkan bersama oleh para pemangku kebijakan. Yakni, masalah konektivitas penerbangan. Giyono salah satu pelaku ekspor
perikanan yang mengalami ganjalan itu dalam tiga tahun terakhir ini.
Dia harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk bisa mengirimkan ikan betutunya ke
Malaysia. Dia terpaksa harus memakai jasa pihak ketiga. Mantan kuli bangunan itu
memberikan contoh. Saat ini, dirinya mengirim ikan dengan pesawat dari perusahaan A dari Palangka Raya ke Jakarta. Lalu, saat terbang ke Malaysia, tidak ada penerbangan dari perusahaan yang sama. Dengan begitu, dirinya harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mengurus lagi dokumendokumen untuk terbang dengan pesawat dari perusahaan lain.
“Andaikan langsung dari Palangka Raya ke Malaysia, diterbangkan perusahaan
penerbangan yang sama, pasti lebih murah biayanya. Ini Kita harus mengeluarkan
lebih 50 persen dari biaya normal,”keluhnya.
Giyono wajar mempermasalahkan hal itu. Karena ikan hidup yang dikirim tak bisa berlama-lama dalam kemasan. “Normalnya 16-18 jam bisa sampai di tujuan. Kalau sampai 30 jam, bisa mati ikan-ikan itu,”ungkapnya.
Menanggapi konektivitas penerbangan, Kepala Dislutkan Kalteng Darliansjah mengatakan penyelesaian mengenai masalah konektivitas penerbangan itu sejalan dengan kesepakatan tidak tertulis bersama pihak maskapai dan kantor pajak serta stasiun karantina ikan untuk
mendukung upaya itu.
“Tidak mudah memang. Karena regulasi dunia saat ini dan banyak faktor lain yang
bisa memengaruhi konektivitas maskapai tadi, semisal bisa jadi karena harga BBM
naik menyebabkan perubahan regulasi maskapai, banyak faktor lain,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala SKIPM Palangka Raya, Miharjo menyampaikan, selama satu tahun bertugas di Palangka Raya, dirinya sudah mendengar keluhan para eksportir ikan. Pihaknya pun menindaklanjuti dengan menyampaikan keluhan kepada pihak maskapai. “Hasilnya, sudah ada,”ucapnya.
Contohnya, penerbangan Garuda Indonesia saat ini sudah melayani penerbangan pagi pada hari kerja, selain sore hari pada akhir pekan. Adanya penerbangan pagi itu sangat membantu sekali bagi eksportir. Karena peluang untuk mendapatkan jadwal penerbangan ke negara yang dituju dengan perusahaan yang sama terbuka lebar.
“Sudah satu bulan ini, Garuda Indonesia menambah jadwal penerbangan. Dan itu sangat
membantu mereka. Mas bisa lihat sendiri, sekarang tiap hari, kargo-kargo pesawat itu banyak diisi komoditas ikan,”ungkapnya. (dan/ram)