Strategi Indonesia Merebut Piala Thomas
JAKARTA – Sektor ganda putra menjadi tumpuan kekuatan Indonesia di kejuaraan beregu. Sektor itu pula yang bakal dimaksimalkan saat Indonesia berlaga di Piala Thomas.
Lambang supremasi bulu tangkis beregu putra tersebut sudah dua dekade tak bisa diraih. Indonesia kali terakhir menjadi juara pada edisi 2002 silam. Pada laga final kala itu, tim Merah Putih mengalahkan Malaysia 3-2.
Nah, setelah tertunda setahun, kesempatan membawa pulang Piala Thomas datang lagi tahun ini. Jika tidak ada halangan, Piala Thomas dan Uber 2020 diselenggarakan pada 9–17 Oktober mendatang di Aarhus, Denmark.
Legenda bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi mengatakan, kans itu akan selalu ada. Tapi, tahun ini kesempatan menjadi jawara lebih besar. Juara dunia 1995 itu berpendapat, Indonesia memiliki ganda putra yang kuat.
”Strateginya dua ganda dan satu tunggal. Yang dari pemain tunggal bisa siapa saja. Yang penting sektor ganda ini yang nggak boleh lepas,” kata Hari, panggilannya, kepada Jawa Pos.
Di sektor ganda, ada Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, dan Fajar Alfian/M. Rian Ardianto.
Saat ini mereka menduduki peringkat 10 besar dunia. Hari menilai kegagalan ganda putra meraih medali di Olimpiade Tokyo 2020 tidak bisa disamakan dengan kejuaraan beregu.
”Untuk kejuaraan beregu, pressure-nya nggak sebesar Olimpiade. Apalagi, setelah Olimpiade itu, mereka jadi bisa evaluasi bagaimana mengatasi tekanan tersebut,” ujar Hari yang pernah empat kali mengangkat Piala Thomas.
Sebaliknya, Hari lebih menyoroti pemain tunggal. Dalam skuad Piala Thomas, ada peluang dari Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, dan Shesar Hiren Rhustavito. Dengan keberhasilan Ginting meraih perunggu Olimpiade Tokyo, Hari melihat hal itu bisa menambah kepercayaan Ginting.
Pada edisi Piala Thomas 2018, Indonesia gugur di semifinal setelah kalah oleh Tiongkok. Nah, di Olimpiade Tokyo lalu, Ginting juga kalah oleh Chen Long.
”Hanya, di Olimpiade memang berbeda tekanannya. Ginting bisa ambil pelajaran dari situ. Nanti ketemunya pemain yang itu-itu saja. Jadi, siapa yang lebih siap saja,” lanjutnya.
Peluang juga bisa datang dari Jojo maupun Vito. ”Bisa saja malah mereka yang bikin kejutan. Karena tidak diunggulkan, pressure lebih rendah. Tinggal lihat kesiapan di lapangan,” imbuh Hari.
Sejak dipertandingkan pada 1949 silam, Indonesia masih mengoleksi gelar terbanyak dengan raihan 13 gelar. Disusul Tiongkok dengan 10 gelar. Setelah edisi 2002, Tiongkok bahkan meraih lima kali juara secara beruntun. (jpc)