Site icon KaltengPos

Menyusui untuk Generasi Unggul, Layanan Publik Sediakan Ruang Laktasi

RUANG LAKTASI:Pegawai maupun masyarakat bisa memanfaatkan ruang laktasi yang tersedia di fasilitas umum untuk memberikan ASI bagi sang bayi. Seperti ruang laktasi di Kantor Disdukcapil Palangka Raya.ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

Bagi ibu menyusui yang juga merupakan wanita karier, salah satu yang menjadi kendala saat bekerja adalah waktu dan tempat untuk memberikan air susu ibu (ASI) kepada sang bayi. Tema Pekan Menyusui Sedunia tahun 2023 mengangkat isu tentang dukungan terhadap ibu menyusui yang bekerja. Perlu menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi ibu menyusui di ruang publik, baik untuk menyusui atau pumping ASI.

 

ANISA B WAHDAH-AKHMAD DHANI-ILHAM, Palangka Raya

 

KONSELOR menyusui Palangka Raya, dr Mutiara Dara Ratih CBS CIMI mengatakan bahwa aturan mengenai fasilitas pendukung menyusui di tempat kerja maupun tempat umum sudah diatur dalam Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2013. Di tiap tempat kerja dan sarana umum sudah seharusnya tersedia sarana prasarana bagi ibu menyusui berupa ruang ASI yang memenuhi standar.

“Peran pemerintah daerah sangat penting untuk memastikan tempat-tempat tersebut tersedia fasilitas yang mendukung bagi para ibu menyusui agar ibu dan bayi mendapat perlindungan dalam proses menyusui,” kata perempuan yang biasa disapa dr Dara itu.

Menurutnya, fasilitas menyusui sangat penting bagi kaum ibu. Bukan hanya di tempat umum, tetapi juga di tempat bekerja. Bagi ibu-ibu menyusui yang sudah bekerja kembali, jika fasilitas menyusui tidak tersedia, tentu akan menyulitkan mereka untuk menyusui bayi secara langsung ataupun memerah ASI. Apalagi ada ibu yang merasa malu melakukan itu di tempat umum.

“Dalam kondisi seperti itu, bisa jadi ibu-ibu memilih memberikan susu pengganti ASI. Namun hal itu tidak baik jika dilakukan terus-menerus, karena akan menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Karena itu, sarana umum milik pemerintah, swasta, maupun perorangan yang digunakan untuk kegiatan oleh masyarakat perlu dilengkapi dengan fasilitas ruang ASI. Seperti fasilitas pelayanan kesehatan, hotel/penginapan, tempat rekreasi, pusat belanja, gedung olahraga, tempat pengungsian, bandara, stasiun, terminal, dan fasilitas umum lainnya.

“Tempat apa saja yang digunakan untuk kegiatan umum, perlu ada fasilitas bagi ibu menyusui,” tegasnya.

Dokter yang sudah memiliki certified breastfeeding specialist ini menyebut bahwa di Kalteng sudah ada beberapa fasilitas umum yang telah memenuhi ruang ASI standar, yang di dalamnya terdapat kursi, meja, wastafel, dan sabun cuci tangan.

“Minimal fasilitas itu yang harus disediakan. Persyaratan kesehatan ruang ASI tertuang dalam Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 (lihat tabel),” tuturnya.

Menurutnya pemerintah memiliki andil dalam hal penyediaan ruang laktasi di ruang publik maupun tempat kerja. Untuk meningkatkan kesadaran penyediaan ruang laktasi, pemerintah bisa saja mengadakan perlombaan penyediaan ruang laktasi. Peningkatan kesadaran akan pentingnya fasilitas ruang laktasi akan memberikan perlindungan dan dukungan bagi para ibu menyusui.

“Akhirnya ini akan meningkatkan cakupan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan keberlanjutan menyusui hingga anak berusia dua tahun atau lebih,” ujarnya.

Ditambahkannya, angka menyusui biasanya mengalami penurunan pada ibu-ibu yang mulai aktif kembali bekerja. Tidak adanya kebijakan di tempat kerja dan minimnya dukungan dari rekan kerja juga menjadi faktor memendeknya durasi menyusui. Oleh sebab itu, peran tempat kerja sangat esensial untuk membantu ibu menyusui dapat terus melanjutkan proses menyusui.

“Dengan menciptakan tempat kerja yang ramah terhadap ibu menyusui, maka akan memberikan banyak keuntungan bagi pemberi kerja, seperti rendahnya angka ketidakhadiran ibu karena anak sakit. Bayi yang mendapat asupan ASI mencukupi tidak hanya memperoleh nutrisi, tetapi juga zat kekebalan tubuh sehingga tidak mudah sakit,” jelasnya.

Di sisi lain, loyalitas pegawai meningkat terhadap perusahaan sehingga para ibu tidak memutuskan untuk mengundurkan diri, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya berlebih untuk merekrut pegawai baru, serta pengeluaran biaya kesehatan oleh perusahaan untuk karyawan akan berkurang. Lantaran proses menyusui dapat meningkatkan kesehatan ibu karena dapat mencegah berbagai penyakit degenaratif seperti DM, penyakit jantung dan pembuluh darah, osteoporosis, hingga kanker.

“Pekan ASI Sedunia tahun 2023 mengangkat tema mendukung ibu sukses menyusui dan bekerja. Wanita seharusnya tidak perlu memilih antara menyusui bayi dan pekerjaan. Untuk mewujudkan itu, perlu ada perbaikan dan perubahan dukungan menyusui di tempat bekerja, agar tercipta dukungan dan perlindungan atas hak-hak tiap wanita pekerja,” bebernya.

Ditambahkannya, ASI merupakan investasi terbaik yang bisa diberikan oleh tiap ibu kepada buah hati. Proses menyusui tidak hanya proses pemberian makanan, tetapi juga pemenuhan kebutuhan untuk tumbuh kembang bayi serta mengoptimalkan kesehatannya. Peran ASI tidak bisa tergantikan. Tiap ibu menyusui harus mendapatkan dukungan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah agar tercipta keberhasilan pemberian ASI.

“Bisa kita bayangkan ke depannya jika anak-anak kita mendapatkan ASI dan MPASI yang mencukupi, tentu akan mengoptimalkan perkembangan otak dan tubuhnya, mencegah berbagai infeksi, akan tumbuh menjadi anak yang cerdas sehinga dapat mencapai potensi genetik optimal, dengan begitu anak-anak kita di masa depan dapat menjadi generasi emas Indonesia yang unggul dan berkualitas,” ungkapnya.

Salah satu ibu menyusui yang juga merupakan wanita pekerja, Ima Indra Yanti mengaku di tempat kerjanya sudah tersedia fasilitas untuk memerah ASI. Selain itu ada waktu yang diberikan untuk bisa memerah ASI dan beristirahat.

“Di tempat saya kerja sudah disediakan kamar untuk istirahat sekaligus ruang pumping,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Namun menurutnya ketersediaan ruang laktasi di tempat-tempat umum masih minim, seperti di pusat perbelanjaan, kafe, dan fasilitas umum lainnya. Ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan kepada ibu menyusui dengan menyediakan ruang ASI di tempat-tempat umum.

“Memang perlu ada ruang ASI bagi ibu menyusui di tempat-tempat umum,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalteng, Biroum Bernardianto menjelaskan, negara sudah memberikan jaminan perlindungan melalui peraturan perundang-undangan terhadap kaum-kaum rentan. Di antaranya Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Disebutkan bahwa yang termasuk kelompok rentan adalah orang lansia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.

“Sudah ada regulasi yang mengatur untuk memberikan perlindungan terhadap ibu menyusui, bahwasannya ada pelayanan khusus bagi ibu menyusui sebagai pekerja atau penerima layanan publik, berupa penyediaan ruang laktasi,” ujar Biroum kepada Kalteng Pos, Kamis (27/7).

Biroum membeberkan, kantor pelayanan publik wajib memfasilitasi ruang pelayanan khusus bagi kelompok rentan sesuai kondisi.

“Yang kami lihat, hampir 50 persen dari instansi penyelenggara layanan publik sudah menyiapkan itu, tetapi belum semuanya, ada yang hanya untuk disabilitas, atau hanya ruang laktasi, memang belum semuanya, dengan berbagai alasan dan kendala,” tambahnya.

Berdasarkan penilaian pelayanan publik oleh Ombudsman Kalteng, Biroum mengatakan, jika dilihat dari kepatuhan pemberian layanan standar minimal, secara umum Kalteng masuk kategori sedang.

Berdasarkan pantauan Kalteng Pos di Kota Palangka Raya, berbagai tempat pelayanan publik menyediakan ruang untuk ibu menyusui. Seperti di kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Palangka Raya.

Kepala Mal Pelayanan Publik Huma Betang Kota Palangka Raya, Pancar Fir mengatakan, operasional ruang pelayanan publik sudah dimulai tahun 2021. Terkait ketersediaan fasilitas bermain anak dan ruang laktasi sudah ditentukan KemenPAN-RB.

“Untuk memenuhi persyaratan pembangunan mal pelayanan publik, salah satu kriteria yakni ketersediaan tempat bermain anak, ruang laktasi, dan ruang bagi penyandang disabilitas,” ujarnya saat diwawancarai Kalteng Pos, Senin (31/7).

Pancar menambahkan, selama seminggu terakhir tidak ada ibu menyusui yang mendatangi kantor PTSP. Kebanyakan, ibu-ibu yang membawa anak balita berusia tiga hingga lima tahun. Karena itu sementara waktu ruang laktasi tidak berfungsi.

“Untuk sementara beralih fungsi menjadi ruang bermain anak-anak, karena ruang yang sebelumnya untuk bermain anak-anak digunakan sebagai ruang Bank Kalteng. Ada banyak instansi yang ingin bekerja sama dengan kami, sementara ruang yang tersedia terbatas,” ungkapnya.

Plt Kepala Disdukcapil Kota Palangka Raya Sabirin Muhtar saat ditemui Kalteng Pos mengatakan, ruang pelayanan publik seperti ruang laktasi, tempat bermain anak, ruang merokok, dan fasilitas bagi penyandang disabilitas wajib ada di kantor dukcapil.

“Harus ada itu, sehingga ibu-ibu yang menyusui anaknya tidak terganggu. Ruang laktasi menjadi syarat yang harus dimiliki kantor pelayanan publik,” tuturnya.

Sabirin menambahkan, untuk memberi kemudahan pelayanan bagi ibu-ibu menyusui, pihaknya menerapkan sistem jemput bola. “Biasanya kami membuka pelayanan di kantor kelurahan, sehingga ibu-ibu menyusui tidak perlu jauh-jauh ke kantor kami,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version