Site icon KaltengPos

Mediasi Sengketa Tanah Singkang vs Kubu Taufiq Gagal Total

ADU BUKTI: Foto kiri, Warga bernama Rita menunjukkan dokumen legalitas berupa SHM tanah miliknya yang juga diklaim Singkang. Foto kanan, Singkang (berdiri) ketika mediasi dengan kubu Akhmad Taufiq di Aula Kelurahan Menteng, Kamis (9/2/2023). FOTO: AKHMAD DHANI/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Mediasi antara kubu Akhmad Tufik dengan Singkang Willem Kesuma terkait sengketa tanah kembali menemui jalan buntu alias gagal mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak sama-sama bersikukuh sebagai pemilik sah atas objek tanah yang disengketakan dan siap membawa permasalahan ini ke jalur hukum. Mediasi yang berjalan sangat alot itu difasilitasi Kelurahan Menteng di aula kelurahan, Kamis (9/2/2023).

Pada mediasi kedua ini, Akhmad Taufik selaku pengacara warga menyampaikan hasil analisisnya terhadap surat-surat yang ditunjukkan Singkang W Kesuma pada mediasi pertama. Hasil analisis itu menjadi dasar pihaknya menolak tuntutan yang dilayangkan Singkang W Kesuma.

Pertama-tama Taufik menyoroti tanah H Hapid yang dibeli oleh Singkang. Dikatakannya, ada tanah milik H Hapid yang pada sisi timur dan utara berbatasan dengan tanah Ardjan Bajau. “Ada pernyataan berbatasan sebelah barat dengan jalan umum dengan lebar 25 meter, itu jalan yang mana kami belum ketahui,” tuturnya.

Analisis selanjutnya soal klaim Singkang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Tahun 1993. Jika dilihat dalam surat itu, lanjut Taufik, SK tersebut adalah izin lokasi yang berlaku hanya setahun, sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk hak atas tanah.

“Jika saudara Singkang mengklaim ia memiliki tanah tersebut tahun 2007, ada surat permohonan Singkang kepada BPN tanggal 2 Juni 2008 yang meminta kepada Kepala BPN Kota Palangka Raya untuk memutuskan atas nama Akhmad Taufik, lalu diadakanlah mediasi beberapa kali yang juga dihadiri Sutarjo Ardjan Bajau, berita acara dari mediasi itu ada di kantor BPN dan hasilnya tidak clear,” ucap Taufik.

Selanjutnya mediasi itu di-clear-kan pada 2013 di kantor BPN, dengan menghadirkan ahli waris H Hapid yang kebetulan memberikan kuasa kepada Ahmad Tuyan pada 7-19 Maret 2013.

“Hasil mediasi tersebut saya atas nama pribadi diminta untuk memberikan tali asih kepada putra tertua H Hapid, karena menurut keterangan Pak Sabarudin ketika bertemu dengan ahli waris H Hapid, mereka ada memelihara anak yatim piatu,” tutur Taufik.

Ia juga membedah surat tanah milik Singkang W Kesuma yang terkena kasus dengan orang atas nama Rosmali Ginting. Dikatakannya, surat tanah tersebut untuk mengklaim tanah yang ditempati oleh orang atas nama Pendi di Jalan Antasari.

“Tetapi kalau saya lihat posisi tanah itu dalam titik koordinat berada di Jalan Pramuka dengan luas panjang 58 meter dan lebar 30 meter,” ucapnya.

Ia kemudian membedah alas hak 232.233.235 yang dijadikan dasar penerbitan SPPT 2022 dengan ukuran 30×58 meter atas nama Singkang W Kesuma yang ditandatangani Lurah Menteng. Taufik menyebut dalam surat itu tidak ada yang menerangkan lebar tanah 58 meter.

“Di surat itu hanya sampai 24 meter dan 14 meter, sehingga kalau dijadikan alas hak untuk mengklaim tanah Pak Pendi atas nama Rosma Ginting yang panjang 58 meter, tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk penerbitan surat tanah atas nama Singkang yang mengklaim tanah itu,” jelasnya.

Berikutnya, lanjut Taufik, jika melihat gambar lokasi bidang tanah dalam SPPT tersebut, sudah keliru. Karena pada tahun 2007, lokasi tersebut masih berupa tanah hamparan dan belum ada jalan.

“Saksi sejarah ada, di sini ada Pak Ajidin, dari pagar IAIN sampai Jalan Pramuka dan Jalan Merica saat itu belum ada jalan, jalan di sana baru saya buat dengan Sutarjo Ardjan Bajau pada tahun 2009, lalu dilanjutkan oleh pemda tahun 2012,” jelasnya.

Atas dasar itu, Taufik menyebut jika alas hak 232.233.235 dijadikan dasar untuk mengklaim tanah itu, maka tidak dapat dijadikan dasar hukum. “Surat itu sebaiknya jangan diterbitkan, kalau dilihat secara hukum, surat milik Pak Singkang yang digunakan untuk mengklaim tanah warga, salah satunya Pak Pendi, harus dicabut,” tegasnya.

Taufik mengatakan SPPT tahun 2022 yang mana berdasarkan dari peningkatan dari surat tanah tahun 2007, sementara di tahun 2007 Ketua RT saat itu adalah RT 05, secara hukum objek tanah itu berada di RT 03. Pada Januari-Maret yang menjabat sebagai Ketua RT 03 adalah Mustofa Usop, lalu bulan April diganti.

“Sehingga secara hukum, ketua RT 05 secara administrasi pemerintahan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani surat tanah tahun 2007 atas nama Singkang W Kesuma,” ucapnya.

Lebih lanjut Taufik mengatakan, berdasarkan pernyataan lisan maupun tertulis dari Lurah Menteng Zaen Panalu dan Kasi Pemerintahan Sumber Dinata yang menjabat sebelumnya menegaskan bahwa tidak pernah menandatangani dan membuat surat tanah atas nama Singkang W Kesuma.

“Mulai hari Sabtu nanti tanah yang diklaim akan saya pasang spanduk bahwa dalam pengawasan dan perlindungan Kantor Hukum Drs Akhmad Taufik SH MH, semua yang diklaim akan saya pasang spanduk itu,” tegasnya.

SPPT yang terbit pada tahun 2022 atas nama Singkang W Kesuma yang ditandatangani oleh Lurah Menteng itu membuat kaget warga pemilik tanah yang diklaim. Bagaimana tidak? SPPT yang baru terbit tersebut mengklaim kepemilikan di atas tanah yang sudah terdapat pemiliknya dengan alas hak sertifikat hak milik (SHM).

Taufik juga mengaku akan melaporkan Singkang kepada pihak berwenang untuk menindaknya atas dugaan penggunaan surat-surat palsu.

Dalam kesempatan itu, Rita, salah satu warga yang memiliki bukti legalitas SHM atas tanah yang diklaim oleh Singkang W Kesuma mengatakan tanahnya berlokasi di Jalan Pramuka. Rita mengungkapkan bukti kepemilikannya sudah sah dan lengkap, yaitu SHM yang diterbitkan tahun 2007.

“Tanah saya sudah punya SHM sejak tahun 2007 dan saya sudah mulai bayar pajak sejak 2005 saat masih berstatus SKT, dokumen di dalam sini lengkap semua, mulai dari cicilan pajak sampai surat-surat lainnya,” tutur Rita di tengah mediasi sembari menunjukkan setumpuk dokumen dalam map plastik.

Sejurus kemudian, Rita mengeluarkan surat tanahnya di Jalan Pramuka dengan alas hak SHM kepada seluruh peserta mediasi dan para mediator.

Rita mengaku sudah mengecek ke BPN untuk mengetahui posisi tanahnya dan warga lain yang juga menagntongi SHM. Pengakuannya itu dikuatkan dengan pernyataannya bahwa ia dan warga yang memiliki sertifikat tanah sudah mengecek ke BPN serta terbukti sah dan valid. Ia berharap pihak kelurahan bijaksana menyikapi kasus ini. Rita memastikan SHM yang ia miliki sudah terdaftar di BPN serta terbukti sah dan valid.

“Kami sudah ke BPN, setelah dicek ternyata benar, di BPN sertifikat tanah kami terdaftar dan tervalidasi, mungkinkah sertifikat kami ini tidak diakui? Aturan mana lagi yang tinggi selain ini? Kan akhirnya ini yang dikeluarkan oleh BPN. Kalau sampai ini diklaim oleh orang yang tidak bertanggung jawab, siapa yang salah? Jadi kami mohon keadilan, kami sudah memiliki sertifikat kepemilikan yang sah dan valid,” ungkap Rita.

Sementara itu, Singkang W Kesuma meminta kepada pihak warga untuk menunjukkan bukti yang autentik. Bukti autentik yang dimaksudnya adalah surat kepemilikan tanah yang betul-betul punya riwayat dari tahun ke tahun dan asli, bukan hasil fotokopi seperti yang ditunjukkan pada mediasi pertama.

“Apa yang diomongin pihak warga hanyalah pengantar, saya tidak pakai kalau ngomong tanpa data. Saya akan membuktikan validitas dokumen saya, jika dokumen saya ini palsu dan tidak jelas, pak polisi silakan tangkap dan tahan saya,” tutur Singkang sembari menunjukkan dokumen-dokumen lama yang ia miliki berkenaan legalitas tanah atas tanah yang diklaimnya di Jalan Pramuka, Jalan Jintan, dan Jalan Merica.

Dalam forum mediasi itu, Singkang menunjukkan bukti kepemilikannya berupa SK wali kota tahun 1994, berita acara pemeriksaan tanah tahun 1993, surat pernyataan H Hapid yang menyatakan bahwa tanah itu digarap sendiri sejak tahun 1985, dan setumpuk surat lainnya yang sudah menguning.

“Ini dokumen-dokumen asli, bukan sekadar ngomong, ini menjadi landasan hukum, dokumen saya ini bukan fotokopi ke fotokopi, lalu di-type-x, bukan seperti itu,” ucap pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut.

Singkang menyebut, apapun bentuk permohonan yang diajukan warga, jika tidak mempunyai riwayat atas kepemilikan tanah, maka ia akan tetap mempertahankan bukti kepemilikan tanah atas namanya.

“Saya siap menghadapi saudara Taufik dan teman-teman di pengadilan, jangan ikut-ikutan bagi yang tidak punya data, oleh karena itu saya minta data yang asli, lokasi itu, tolong keluarkan data asli riwayat tanah di situ,” ujarnya.

Ia juga menyangkal bukti legalitas sertifikat milik warga berupa SHM. Singkang menyebut jika hanya memiliki SHM, SHM bisa dibuat oleh calo. Singkang mengatakan, semenjak tanah yang ia beli dari H Hapid itu lunas dibayar tahun 2007, sudah berkali-kali ia mengajukan pembuatan SHM ke pihak BPN, tetapi selalu gagal karena merupakan zona merah.

“Jadi, perlu klarifikasi dokumen asli yang punya riwayat jelas itu di mana, bukan hanya sekadar ngomong,” ucapnya.

Singkang berkisah, sejak pertama kali membeli tanah seluas 6,15 hektare (ha), ia sudah membangun pos penjagaan.

“Sejak tahun 2000 ke atas pasca kerusuhan kami sudah buat pos penjagaan, portal, dan plang dari besi untuk melarang orang-orang beraktivitas di atas tanah itu. Kami pasang plang itu untuk melarang masyarakat menguasai tanah di sana seluas 6,15 hektare,” tuturnya.

Namun, lanjut Singkang, karena kesibukannya sebagai pegawai negeri saat itu, perhatian untuk mengurus tanah itu berkurang. Lalu ada beberapa orang yang mulai mengklaim tanah dan mendirikan bangunan di sana.

“Saya sempat menugaskan orang untuk menjaga tanah itu dengan melarang masyarakat menguasai tanah seluas 6,15 ha, waktu itu saya aktif sebagai pegawai negeri, masih aman, tapi kemudian ada yang membuat surat abal-abal tanpa sepengetahuan saya,” tuturnya.

Singkang menegaskan, demi mempertahankan tanah itu, ia siap menempuh jalan hukum perdata maupun pidana.

“Saya tidak akan lepaskan tanah itu, akan saya lakukan aksi di lapangan dengan beberapa orang untuk membersihkan lahan di sana, intinya langkah ke depan saya akan menguasai lahan itu,” tandasnya.

Mediasi yang digelar kemarin itu berakhir tanpa kesepakatan kedua belah pihak. Lurah Menteng Rossalinda Rahmanasari selaku moderator mengatakan, karena tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak pada mediasi kedua ini, maka ke depannya mediasi tidak akan diadakan lagi. Para pihak bersengketa diarahkan untuk menyelesaikan perkara ini di pengadilan.

“Untuk mediasi satu dan dua akan kami keluarkan dalam bentuk berita acara mediasi, dalam berita acara itu akan kami keluarkan pernyataan tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, kami mengharapkan kedua belah pihak menyelesaikan persoalan ini melalui pengadilan, baik secara perdata maupun pidana,” ucapnya. (dan/ce/ala)

Exit mobile version