Peristiwa kebakaran yang menghanguskan puluhan rumah di Jalan Mendawai Induk membuat masyarakat terdampak menderita. Sebagian besar hanya membawa baju di badan, ketika kobaran api melahap semua barang berharga yang dimiliki. Karena kejadian itu, sebagian dari mereka dibuat luntang-lantung mencari rumah dan kehilangan sumber nafkah.
AKHMAD DHANI, Palangka Raya
BAU asap masih tercium pekat di lokasi sehari setelah kebakaran Jalan Mendawai Induk, Rabu pagi (13/9). Puluhan rumah luluh lantak dalam waktu kurang lebih satu jam dalam peristiwa kebakaran yang terjadi Selasa petang (12/9). Tersisa puing-puing. Tumpukan seng teronggok berserakan di dekat tiang-tiang hitam bekas fondasi puluhan rumah.
Berblok-blok rumah semipermanen terbakar. Dibelah oleh titian. Kanan dan kiri titian yang sebelumnya adalah rumah yang saling berdempetan, kini tinggal fondasi yang sudah menghitam. Satu unit kerangka mobil Suzuki Karimun Wagon tergeletak di titian jalan begitu saja. Kondisi bodinya sudah hancur. Ban mobil hanya tinggal susunan kawat-kawat kecil. Pada tumpukan puing-puing rumah, bersama dengan abu kayu, ada besi-besi kerangka motor dan sejumlah perabotan rumah bekas terbakar.
Pagi itu, puluhan warga memadati lokasi kejadian. Ingin melihat langsung tempat kejadian kebakaran. Sebagian merupakan masyarakat yang penasaran akan dampak dari kebakaran hari sebelumnya. Sebagian lagi merupakan warga yang terdampak.
Wajah-wajah heran bercampur bingung terlihat jelas. Sebagian memeluk anak, istri, dan suami sambil memandangi bangunan yang sudah menjadi abu. Mata ibu-ibu terlihat sembab. Mungkin akibat menangis. Mungkin juga karena kurang tidur. Atau mungkin saja karena keduanya. Nuriyanti salah satunya.
Pada malam kejadian, wanita berusia 48 tahun ini dibuat syok setelah menerima panggilan suara dari salah seorang warga yang mengabarkan bahwa rumahnya hangus terbakar. Saat itu ia sedang bekerja, menjaga toko sembako di Jalan Beliang.
Rumah yang sudah ia tempati sejak tahun 2002 itu dilalap api beserta berbagai benda yang ada di dalamnya. Ia mendapat kabar sekitar pukul 17.45 WIB usai Salat Magrib, beberapa menit setelah kebakaran terjadi.
“Ketika saya datang, rumah saya sudah terbakar. Kami tidak sempat menyelamatkan barang-barang di dalamnya. Saya beserta suami dan anak-anak hanya membawa badan beserta baju yang kami dipakai sekarang ini,” ungkapnya sambil menggandeng sang cucu yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Rumah yang ia bangun dari nol, hasil kerjanya sebagai pembantu rumah tangga dan kerja serabutan selama 15 tahun ludes seketika. Di dalamnya ada barang-barang berharga seperti telepon genggam dan perabotan rumah.
“Saya tinggal di sini bersama suami, anak keempat, anak kelima, dan cucu yang masih kecil,” kata wanita kelahiran 1975 ini.
Nuriyanti mengaku sangat terpukul karena kejadian itu. Selama ini ia dan sang suami hidup bersama dan bekerja keras agar bisa mendirikan rumah, tanpa mengharap bantuan rehab rumah dari pemerintah.
“Kejadian ini sangat memukul saya, belum lagi kalau memikirkan cucu yang saat ini masih dirawat di rumah sakit karena terserang DBD,” tutur wanita yang biasa dipanggil Mama Lusi ini.
Sang suami, Muhammad Hatta, saat kejadian juga tidak berada di rumah. Saat itu ia pergi berbelanja di Pasar Besar, mencari bahan baku untuk berjualan gorengan. Ayah lima anak ini sehari-hari menjual gorengan keliling di kompleks Mendawai. Sejak 10 tahun terakhir. Sayangnya, gerobak keliling yang digunakan Hatta untuk mencari nafkah itu telah ludes terbakar.
“Gerobak juga hangus terbakar. Saya bingung harus bagaimana ke depannya. Tidak ada apa-apa yang bisa dijual, karena semua habis terbakar, kecuali motor yang saya pakai ini,” ungkapnya.
Raibnya rumah beserta seisinya ini tak pelak membuat kondisi keuangan keluarga ini limbung. Tempat berteduh hilang. Sumber nafkah dari sang suami juga hangus terbakar. Beruntung Nuryanti masih punya pekerjaan saat ini.
Kedua pasangan yang sama-sama berasal dari Kecamatan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan itu mengaku bingung mencari tempat tinggal baru.
“Sementara kami akan tinggal di toko tempat kerja istri, di Jalan Beliang, berutung pemilik toko berkenan menyediakan tempat untuk kami tinggal sementara,” ucap pria berusia 35 tahun ini.
Mereka pun berharap pemerintah dan pihak terkait mau mengulurkan tangan untuk membantu mendapatkan tempat tinggal permanen. “Mudah-mudahan pemerintah mau membantu kami dengan menyediakan rumah yang bisa kami tempati,” ucapnya.
Seorang wanita setengah abad, Rusdiana, duduk membungkuk di hadapan rumahnya yang hangus terbakar. Tatapannya nanar melihat tiang-tiang fondasi yang sudah menghitam. Wajahnya yang sudah keriput terlihat sangat murung. Matanya memerah. Pada saat kejadian, wanita yang tinggal sendirian itu mengaku pingsan usai menyadari api telah melumat rumahnya.
“Waktu itu saya mau mandi, tetapi melihat api yang sudah membesar, saya memutuskan untuk keluar, setelah itu saya pingsan,” cerita wanita berusia 52 tahun ini dengan nada suara yang getir.
Ia tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga. Termasuk dua unit sepeda motor.
“Baju ini pun bukan punya saya, tetapi dikasih orang setelah kebakaran, waktu itu saya pakai pakaian pendek karena mau mandi,” ujar wanita yang sudah tinggal di kompleks itu sejak tahun 2000 lalu.
Wanita asal Desa Tarusan, Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan ini bingung harus tinggal di mana. Meski memiliki keluarga di Palangka Raya, tetapi ia bingung bagaimana cara menghubungi mereka.
“Tidak bisa saya hubungi, telepon genggam saya juga terbakar, mau nanya petugas mereka tidak tahu nomor keluarga saya, saya hanya hafal nomor saya,” ungkapnya. (*/ce/ala)