“Perubahan akta dilakukan untuk mengubah kepengurusan, bukan mengubah kepemilikan saham, Cornelis masih punya saham tiga persen”
Thomson Siagian, CFO PT BMB
PALANGKA RAYA-Tudingan sepihak Cornelis N Anton yang menyebut bahwa investor Malaysia telah mengkhianatinya, dianggap terlalu mengada-ada. Apa yang disampaikan Cornelis kontradiktif dengan fakta konkret. Ada upaya menimpakan kesalahan pada orang lain dalam sengkarut yang terjadi di PT Berkala Maju Bersama (BMB), perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Gunung Mas, Kalteng.
“Kenyataannya tidaklah demikian,” ucap Sumardie selaku Assistant Sustainability PT BMB mengawali tanggapan atas pernyataan Cornelis yang pernah terbit di Kalteng Pos edisi 19 November 2022.
Melalui rilis, Sumardie menegaskan PT BMB merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang profesional dan tidak berkhianat terhadap Cornelis. “Ada kesan Cornelis membuat cerita yang berbeda dari fakta,” katanya, Rabu (14/12/2022).
Pada tahun 2012 lalu, PT BMB mendapat izin usaha perkebunan (IUP) dari Bupati Gunung Mas untuk lahan seluas 2.138 hektare. Pada mulanya, PT BMB merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebagaimana akta pendirian nomor 25, 16 April 2011. Selanjutnya pada tahun 2012, PT BMB dijual kepada perusahaan atau investor Malaysia secara keseluruhan, sebagaimana akta perubahan 25 Juni 2012. Status permodalan perusahaan pun berubah dari PMDN menjadi PMA.
Untuk memenuhi persyaratan undang-undang perseroan PMA, maka owner Malaysia memberikan saham secara cuma-cuma (tanpa setoran modal) kepada lokal minoritas sebanyak 6 persen. Yaitu, kepada Edwin Permana sebesar 1,5 persen, Elan S Gahu sebesar 1,5 persen, dan Cornelis sebesar 3 persen.
Kemudian tahun 2019 mendirikan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). Pengelolaan manajemen dilaksanakan oleh Cornelis yang kembali lagi pada tahun 2017 setelah menjalani proses hukum yang menjeratnya. Yang mana posisi direktur dijabat Wagetama, sementara Cornelis merupakan bagian dari manajemen pengelolaan dengan menjabat posisi direktur legal dan humas.
Akan tetapi, perusahaan justru terus merugi akibat dikelola secara tidak profesiona. Utang kepada pihak ketiga terus menumpuk. Padahal pabrik kelapa sawit sudah beroperasi dengan jam produksi kurang lebih 18 jam per hari.
“Maka pemilik saham 94 persen memutuskan untuk mengganti pengurus perusahaan dalam pengelolaan usaha. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki manajemen, agar perkembangan perusahaan menjadi lebih baik,” jelas Sumardie.
Saat dikelola manajemen yang lama, PT BMB diduga bekerja secara serampangan, sehingga merugikan perusahaan. “Diduga ada oknum petinggi perusahaan yang sengaja membuat pelanggaran dan bekerja tidak sesuai aturan, untuk keuntungan pribadi atau kelompok kecil,” ungkapnya.
Intinya, menurut Sumardie, pemilik modal dari Malaysia CBIP Holding BHD Group yang sudah puluhan tahun berpengalaman dalam investasi di Indonesia, tidak mungkin mau menanamkan modal hingga triliunan rupiah di Gunung Mas, jika saat itu tidak ada jaminan dari bupati selaku penguasa wilayah.
Sementara itu, Basirun Panjaitan selaku direktur PT BMB menambahkan, sejak ditangani Cornelis, PT BMB banyak melakukan pembukaan lahan serta membuat perjanjian kerja sama yang dinilai pihak manajemen baru tanpa proses yang benar. Seperti pendataan kepemilikan hak tanah dan perjanjian yang sangat merugikan PT BMB, tapi justru menguntungkan Cornelis dan kelompok kecilnya.
“Hasil audit independen, PT BMB mengalami kerugian kurang lebih Rp350 miliar, baik dari awal pengurusan perizinan hingga pembukaan lahan yang sampai saat ini banyak bermasalah. Salah satunya pengurusan perizinan PT BMB yang hampir menghabiskan dana Rp100 miliar,” beber Basirun.
Sementara itu, Kuasa Hukum Cornelis N Anton, Arif Irawan Sanjaya saat jumpa pers pada Rabu (14/12), menolak jika kerugian itu dilimpahkan kepada kliennya. Dari tahun 2012 hingga 2017, kliennya hanya menjabat sebagai komisaris. “Tidak bisa mengambil keputusan dalam operasional,” ujarnya.
Dalam rilis yang dilampirkan, Cornelis menyebut, saat kembali ke PT BMB, ia mendapatkan kondisi perusahaan tidak sesuai harapan. Kebun tidak terawat, jalan-jalan produksi rusak parah, produksi TBS menurun, police line di mana-mana, dan kondisi keuangan perusahaan kurang sehat.
Investasi masuk Rp1 triliun dari PMA AV-Ecopalm tidak tampak nyata. Apalagi selama saya tinggalkan, kondisi kebun tidak terawat. “Kemana investasi sebesar itu? Membangun kebun 1.000 hektare saja tidak beres, jangan-jangan investasi ini hanya di atas kertas,” seru Arif.
PT BMB melalui Thomson Siagian selaku CFO PT BMB menjawab tudingan itu melalui pesan WhatsApp yang dikirim kepada Kalteng Pos. Ia menyebut jika setelah diakuisisi, biaya perusahaan membengkak akibat tata kelola menajemen yang tidak baik. Biaya-biaya unofficial sangat tinggi sejak 2012.
Lalu, pihak Cornelis juga mengungkap jika pada akta perubahan nomor 3 yang disertai dengan pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa PT BMB pada 12 Agustus 2022 menghasilkan nama Cornelis N Anton secara pribadi dan Wagetama I Disai sebagai direktur PT BMB diberhentikan secara sepihak.
Akta perubahan, menurut pihak Cornelis, dibuat secara diam-diam atau tanpa dihadiri Cornelis selaku salah satu pemegang saham yang juga menjabat komisaris aktif serta direktur hukum dan humas PT BMB. Selain itu, pihak Cornelis juga mengatongi bukti-bukti bahwa akta perubahan PT BMB dibuat dengan memasukkan keterangan yang diduga kuat dipalsukan.
Thompson kembali menanggapi. Menurutnya, perubahan akta dilakukan sesuai dengan RUPS pemegang saham 94 persen dan sesuai dengan ketentuan undang-undang perseroan terbatas.
“Perubahan akta dilakukan untuk mengubah kepengurusan, bukan mengubah kepemilikan saham perusahaan, Cornelis masih punya saham tiga persen,” tuturnya.
Hal itu dilakukan untuk me-recovery perusahaan ke arah yang lebih baik dan mengubah sistem PT BMB agar bisa menghentikan kerugian secara terus-menerus akibat banyaknya perjanjian yang dibuat perusahaan sebelum-sebelumnya.
Terkait dugaan pemalsuan keterangan, dibantah oleh PT BMB. Perubahan akta dilakukan sesuai aturan dan undang-undang perseroan, yang mana RUPS dihadiri oleh pemegang saham 94 persen. Pada 2012, PT BMB telah berubah kepemilikan dari PMDN menjadi PMS, dan seluruh kewajiban saat pembelian akta PT BMB telah dibayar lunas kepada pemilik lama.
“PT BMB adalah perusahaan yang berorientasi mencari laba, sehingga wajar keadaan perusahaan yang mengganti kepengurusan yang selama ini hanya tahu menekan pihak Malaysia di tiap perjanjian, sedangkan perjanjian tersebut banyak yang merugikan perusahaan,” tegas Thomson.
“Selama ini perjanjian kontrak banyak dikuasai Cornelis, yang mana beliau juga sebagai direktur legal dan humas di PT BMB, sementara Wage Tama yang menjabat sebagai direktur lama juga merupakan saudara Cornelis, dengan demikian dapat dipastikan good coorporate governance tidak akan tercapai,” tutup Thomson dalam rilisnya. (sja/ce/ram)