PALANGKA RAYA-Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) yang menyerat Kepala Desa (Kades) Kinipan Willem Hengki terus bergulir di pengadilan. Pada sidang yang berlangsung Kamis (14/4), jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi ahli. Saksi yang dihadirkan JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamandau kali ini adalah Rheynhard Poltak Alex Prima Ujung dari Kantor BPKP Kalteng.
Dalam kesaksiannya, Rheynhard mengaku dirinya ditugaskan oleh kantor perwakilan BPKP untuk melakukan audit penghitungan kerugian negara dalam kasus dugaan tipikor penggunaan dana desa APBDes Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau tahun anggaran 2019.
Rheynhard menjelaskan, setelah melakukan ekspos dan berkoordinasi dengan Polres Lamandau yang meminta pihak BPKP untuk melakukan audit kerugian negara terkait perkara ini, kemudian pihaknya mengumpulkan bukti-bukti laporan pertanggungjawaban keuangan yang disusun oleh perangkat Desa Kinipan, lalu melakukan klarifikasi ke pihak terkait, serta menghitung berdasarkan penghitungan perubahan konstruksi pembangunan jalan usaha tani Pahiyan.
Dari hasil audit pihak BPKP Kalteng, ditemukan bahwa nilai pembayaran pekerjaan pembangunan jalan tersebut sekitar Rp350.089.000. Tim juga menemukan bahwa nilai pembayaran yang dianggap dapat dipertanggungjawabkan adalah sebesar Rp88.732.201,43. Sehingga terdapat selisih sebesar Rp261.356.798,57, yang dikatakan sebagai nilai yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh pihak Pemerintah Desa Kinipan. Nilai inilah yang kemudian dianggap tim audit BPKP Kalteng sebagai nilai kerugian negara dalam perkara korupsi tersebut.
Ketika ditanya oleh Okto Samuel Silaen SH selaku JPU, apakah pengelolaan pembangunan jalan usaha tani itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, saksi menjawab bahwa pengelolaan dianggap tidak sesuai dengan peraturan.
Kala ditanya lebih lanjut oleh jaksa terkait metode yang digunakan tim auditor untuk melakukan audit kerugian negara ini sesuai dengan aturan, Rheynhard memastikan bahwa metode yang digunakan pihaknya sudah sesuai aturan.
“Metode yang biasa digunakan di lapangan memang seperti itu,” ucap pria yang mengaku sudah berpengalaman melakukan pemeriksaan kerugian negara.
Rheynhard juga menyebut bahwa saat pihaknya mendatangi kantor Desa Kinipan, pihaknya tidak mendapatkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk audit pekerjaan pembangunan jalan tahun 2017 itu.
“Ketika kami minta dokumentasi pekerjaan, (dikatakan) enggak punya, laporan hasil pekerjaan enggak ada, progres juga enggak ada,” kata Rheynhard.
Karena data-data yang diinginkan tak didapatkan, maka pihaknya melakukan audit berdasarkan data penghitungan yang dilakukan oleh Dinas PUPR Lamandau.
Rheynhard juga mengakui jika pihaknya tidak memeriksa dan meninjau langsung pengerjaan jalan usaha tani tersebut.
Ketika ditanya oleh Parlin Bayu Hutabarat SH selaku penasihat hukum Willem Hengki, apakah ada ahli lain yang diminta oleh tim auditor BPKP Kalteng untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap pengerjaan jalan tersebut selain Dinas PUPR kabupaten, Rheynhard menyebut bahwa tidak ada ahli lain yang diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik proyek jalan tersebut.
“Jadi datanya memang dari dinas PUPR saja ya,” tanya Parlin. “Iya,” jawab saksi.
Selanjutnya giliran anggota majelis hakim, Muji Kartika Rahayu SH MFil, yang bertanya kepada saksi. Muji mempertanyakan pembuatan jalan Pahiyan sepanjang 1.300 meter dengan lebar 8 meter, mungkinkan bisa dibangun hanya dengan biaya sekitar Rp46 juta, sebagaimana hasil penghitungan dinas PUPR Lamandau. Saksi pun tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. “Saya tidak bisa menjawab yang mulia,” kata Rheynhard.
Rheynhard juga tidak bisa menjawab ketika ditanya perihal kenapa sejumlah item biaya yang tercantum dalam RAB pembangunan jalan Pahiyan itu, seperti biaya sewa ekskavator, biaya pekerja dan mandor, serta sejumlah biaya lain tidak masuk dalam penghitungan yang dibuat dinas PUPR. “Maaf yang mulia, soal itu bukan kewenangan kami untuk menjelaskan,” ucap saksi.
Parlin Bayu Hutabarat SH selaku penasihat hukum Willem Hengki mengatakan, dari keterangan saksi ahli diketahui bahwa kerugian negara hanya dihitung berdasarkan penghitungan yang dilakukan Dinas PUPR Lamandau.
“Dia tidak ada bahan yang lain, dia juga tidak ada cek ke lapangan, maka yang dihitung ahli sebagai kerugian negara itu, kami anggap dasarnya hanya penghitungan dinas PU,” kata Parlin sembari menyebut, seharusnya dalam melakukan audit, tidak hanya berdasarkan pada hasil perhitungan yang dibuat dinas PUPR semata, tapi juga dinas terkait lainnya, terutama oleh ahli konstruksi.
Sementara itu, terdakwa Willem Hengki secara tegas membantah pernyataan saksi Rheynhard yang mengatakan bahwa pihak aparat Desa Kinipan tidak bisa menunjukkan sejumlah dokumen yang diminta tim auditor. (kaltengpos)