PALANGKA RAYA-Nikah massal yang digagas oleh Pemko Palangka Raya berlangsung meriah di aula Kecamatan Pahandut, Senin (15/8). 31 pasangan suami istri yang memanfaatkan momen ini untuk sidang isbat nikah dan akad nikah. Kegiatan dalam rangka memeriahkan hari jadi Kota Palangka Raya, Pemko, dan HUT ke-77 kemerdekaan RI ini disaksikan langsung Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin.
Ada 30 pasangan yang melangsungkan sidang isbat nikah. Hanya 24 pasangan yang dikabulkan, sementara enam pasangan ditolak permohonan isbat dan diharuskan menikah ulang. Satu pasangan lagi mengikuti akad nikah (baru). Acara ini didominasi oleh pasangan yang sudah lama menikah dan sah secara agama, tetapi belum sah secara negara, karena belum tercatat dalam data administrasi pemerintahan.
Perkara keabsahan pernikahan memang tidak hanya dapat dipandang melalui telah terpenuhinya syarat dan rukun sesuai hukum agama, tapi juga harus tercatat oleh negara melalui dokumen resmi yang dikeluarkan lembaga terkait. Mengenai keabsahan pernikahan, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Palangka Raya, Nur Widiantoro mengatakan, Kementerian Agama sebagai lembaga negara yang juga mengurusi keabsahan pernikahan, mewanti-wanti masyarakat agar setelah menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) agar mendapat dokumen resmi.
“Kementerian agama mengeluarkan peraturan bahwa sebuah pernikahan yang dianggap sah, harus tercatat. Inilah tujuan diadakan nikah massal ini. Sebab, ada pasangan sudah menikah puluhan tahun, tetapi tidak punya buku nikah, tidak tercatat secara resmi oleh negara. Oleh karena itu kami kerja sama dengan dukcapil, camat, kementerian agama, dan pengadilan agama, sehingga hari ini menikahkan ulang pasangan yang belum sah. Mungkin dulu mereka ini sudah menikah, tapi bukan di KUA, melainkan dengan tokoh agama atau tokoh-tokoh di kampung,” ucapnya.
Kepala KUA Pahandut Muhammad menyebut bahwa keputusan pengesahan perkawinan akan keluar setelah melalui prosesi sidang isbat. “Untuk pengesahan perkawinan mereka melakukan sidang isbat yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kota Palangka Raya, setelah itu barulah keluar putusan, apakah ditolak atau diterima. Jika ditolak, maka kami akan menikahkan mereka langsung di sini dan tercatat pada buku nikah sesuai tanggal hari ini. Namun apabila diterima, tinggal kami keluarkan buku nikah,” jelasnya.
Pasanganp yang mengikuti prosesi akad nikah dan sidang isbat nikah kali ini memang dalam rentang umur yang beragam. Namun didominasi oleh pasangan yang sudah lama menikah secara agama, tapi belum sah oleh negara. Salah satunya adalah pasangan Sabli bin Jaddi (57) dan Mardiana Binti Utul (55). Pasangan ini mengaku telah menikah selama 42 tahun. Melangsungkan akad nikah siri pada 1980 lalu di kampung halaman sang suami, di Marabahan. Pasangan tua yang sudah menikah selama 42 tahun ini belum dikaruniai anak. Keduanya mengaku mengikuti nikah massal ini demi mendapatkan surat nikah.
“Kami menikah karena butuh surat nikah. Sebelum-sebelumnya tidak sempat punya surat nikah karena keterbatasan dana untuk mengurusnya, tidak punya uang,” tutur Sabli.
Sabli dan Mardiana berharap setelah mendapat buku nikah dan tercatat resmi oleh negara, ke depannya semua urusan administrasi yang menyangkut keluarga bisa dimudahkan dan lancar. “Mudah-mudahan urusannya lancar ke depan,” tandasnya.
Dalam proses sidang isbat pernikahan yang berlangsung menegangkan itu, menghadirkan kedua pasangan dan dua orang saksi. Ada pasangan yang akad nikahnya ditolak. Yakni pasangan Sugian (39) dan Mardiah (32). Permohonan mereka ditolak karena tidak memenuhi beberapa syarat dan rukun pernikahan.
Sementara, pasangan asal Pahandut Seberang, Maimunah dan Hariyadi, yang telat menikah sirih selama 22 tahun, mengaku baru mendaftarkan pernikahan lantaran sibuk bekerja. “Sebenernya sudah lama ada berkeinginan untuk mendaftarkan pernikahan, tetapi karena sibuk bekerja, baru sekarang ada kesempatan,” tutur Haryadi.
Pasangan lainnya, Muhammad Herliyani (28) dan Gizka Kesuma Astuti (28), memutuskan mengikuti nikah massal kali ini karena dinilai irit ongkos dan dapat disaksikan langsung oleh wali kota. “Kan bisa disaksikan langsung oleh Bapak Wali Kota, kapan lagi bisa disaksikan langsung oleh wali kota, suasananya juga ramai, selain itu lebih irit ongkos,” ucap sang suami, Herliyani.
Ada yang unik dari pasangan ini. Sang suami menggunakan uang Rp77 ribu sebagai mahar. Jumlah uang itu disesuaikan dengan momentum perayaan HUT ke-77 RI tahun ini. “Soalnya kan berdekatan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, supaya ada arti dan kenang-kenangan,” tuturnya. Keduanya pun berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik ke depannya setelah menikah secara resmi. “Pokoknya lebih baik lagi ke depan,” harapnya. (*dan/*win/*adf/ce/ala/ko)