PALANGKA RAYA-Belum terkendalinya harga elpiji 3 kilogram (kg) di Kota Palangka Raya mendorong pemerintah tingkat kecamatan mengumpulkan seluruh agen dan pemilik pangkalan. Mereka duduk bersama untuk menyepakati solusi terbaik mengenai penyaluran elpiji bersubsidi agar tepat sasaran.
Kenaikan harga elpiji menjadi salah satu pemicu inflasi di Kota Palangka Raya. Pemerintah kota (pemko) sudah gencar melakukan pasar murah untuk menekan laju inflasi. Namun upaya itu belum mampu menekan kenaikan elpiji subsidi di tingkat eceran. Masyarakat kurang mampu masih harus merogoh kocek cukup dalam. Tabung gas elpiji berukuran 3 kg yang harusnya seharga Rp22.000 per tabung, terpaksa dibeli dengan harga cukup tinggi, berkisar Rp35.000 hingga Rp45.000.
Kenaikan harga jual yang tidak normal dan melebihi harga eceran tertinggi (HET) itu memaksa pemko melalui pemerintah kecamatan memanggil para pengelola agen dan pangkalan elpiji. Khususnya yang beroperasi di wilayah Kecamatan Jekan Raya. Mereka berdialog dan berkoordinasi mencarikan solusi agar tabung elpiji 3 kg bisa didapatkan masyarakat dengan harga normal (Rp22.000 per tabung).
Pertemuan pihak kecamatan dan pemilik pangkalan tersebut dilaksanakan di Aula Kantor Camat Jekan Raya, Senin (17/10). Hadir pula Camat Jekan Raya Sri Utomo, Kapolsek Jekan Raya Ipda Ali Mahfud, dan Kadisperindag Amandus Frenaldy.
Dalam kesempatan itu, Amandus Frenaldy mengatakan bahwa pihaknya mengumpulkan para pemilik pangkalan dalam upaya mengawasi, mengontrol, dan mengendalikan harga elpiji subsidi 3 kg agar tidak melambung tinggi. Dikatakan Frenaldy, pihaknya tengah mengalakkan Perpres 104 Tahun 2007 yang mengatur bahwa elpiji subsidi tidak boleh dijual di eceran. Dengan demikian, rantai penyaluran elpiji hanya sampai pada tingkat pangkalan saja.
“Enggak usah terlalu jauh, kita bikin larangan mengenai penjualan di tingkat eceran, karena di perpres sudah jelas larangannya, kita tinggal mengalakkan aturan itu saja,” tuturnya.
Terkait adanya oknum nakal yang menggunakan mobil pikap untuk mengantarkan elpiji ke toko-toko, padahal hal tersebut dilarang sebagaimana dalam Perpres 104 Tahun 2007, Amandus mengajak masyarakat untuk tak segan melaporkan hal itu ke pemko, kepolisian, Satpol PP, atau dinas perdagangan untuk penindakan.
“Kami galang pihak kepolisian, Satpol PP, dan instansi terkait lainnya untuk menertibkan itu,” ucapnya.
Terkait solusi agar penyaluran elpiji bersubsidi tepat sasaran, ia mengatakan, ke depannya siapa pun yang ingin membeli elpiji bersubsidi, wajib melampirkan KTP dan KK yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Siapa pun yang terdaftar dalam DTKS merupakan kelompok Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan berhak membeli elpiji bersubsidi.
“Kami tengah mempersiapkan sistem itu, nantinya mereka yang layak menerima sudah terdata dalam aplikasi,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Camat Jekan Raya Sri Utomo mengatakan di wilayah kecamatan yang dipimpinnya terdapat 117 pangkalan elpiji. Melalui diskusi bersama 117 pemilik pangkalan elpiji, pihaknya telah mendapatkan solusi untuk memastikan distribusi epliji subsidi atau epliji 3 kg tepat sasaran. Ke depannya akan dilakukan pembuatan kartu khusus bagi yang layak mendapatkan elpiji bersubsidi itu.
Mekanismenya, akan ada sinkronisasi antara kartu khusus dengan DTKS. Dengan demikian elpiji subsidi benar-benar diperuntukkan bagi warga prasejahtera sebagaimana terdaftar pada DTKS. “Jadi melalui kartu itu, penyaluran elpiji akan lebih tepat sasaran,” tuturnya.
Melalui forum itu, lanjut Utomo, ada komunikasi antara pemerintah dan pemilik agen atau pangkalan sehingga diharapkan penyaluran elpiji lebih mudah diawasi. “Harapannya nanti untuk bisa kita ketahui kondisi lapangan terkait elpiji di masing-masing pangkalan, sehingga mempermudah kita melakukan pengontrolan mana yang kosong mana yang masih ada,” ucapnya.
Sementara itu, pemilik agen penjualan elpiji PT Bersama, Apolmasal mengatakan, pemerintah harus lebih memperketat pengawasan terhadap elpiji bersubsidi agar tidak keluar daerah. Mengingat Pertamina telah menetapkan kuota elpiji untuk tiap daerah. Ia juga meminta agar pihak Pertamina menambah kuota elpiji untuk Kota Palangka Raya, mengingat industri kecil menengah terus berkembang di kota ini.
Aspirasi juga disampaikan pemilik Pangkalan Nafis PT Lima Permata Abadi. Ia berharap pemerintah melarang penjualan elpiji bersubsidi yang dilakukan oleh pengecer. Jika itu dilanggar, pemerintah bisa memberi tindakan tegas dengan menutup tempat usaha berkaitan. “Itu lebih cepat dan mudah. terapkan saja itu, maka tidak ada lagi penjualan di atas HET,” tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Kalteng Pos, Selasa (18/10), beberapa tempat usaha berupa toko atau warung yang biasa menjual elpiji 3 kg, tidak terlihat lagi tabung-tabung gas elpiji. Seperti di Jalan Kinibalu dan Rajawali.
Hal itu diperkuat oleh pengakuan salah satu pemilik warung di Jalan Rajawali.
“Sudah tiga hari kosong, belum ada stok, biasanya ditawarkan oleh orang yang sering jual eceran juga, ini aja 5 tabung kosong, mungkin karena lagi ramai terkait kenaikan harga, apalagi ada operasi pasar sekarang,” ungkap pedagang yang mengaku bernama Sudarsih itu.
Kondisi ini memaksa Sudarsih beralih berjualan gas elpiji 5 kg atau nonsubsidi. Ia beralasan bahwa beberapa hari terakhir belum ada stok masuk dari orang yang biasa menjual tabung gas elpiji 3 kg ke pengecer atau pedagang sepertinya. “Ada beberapa teman yang jualan elpiji juga, mulai beralih ke Bright Gas, meski kami tahu yang lebih banyak dicari itu yang 3 kg,” ucapnya. (dan/ena/ce/ala)