Site icon KaltengPos

Rencana Kenaikan Harga Pertalite Akan Menambah Beban Masyarakat

Salahsatu SPBU di Kota Palangka Raya saat memberikan pelayan kepada masyarakat dengan baik. foto : dok kaltengonline

JAKARTA-Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade meminta pemerintah untuk menunda rencana kenaikan BBM jenis Pertalite. Menurut Andre, momentum kenaikan harga pertalite saat ini tidak tepat dan hanya menambah beban masyarakat yang baru mau bangkit dari pandemi Covid-19.

“Jadi ditunda dulu sampai nanti dilihat masyarakat sudah siap. Jangan sekarang, momen-nya belum pas,” kata Andre, Selasa (19/4).

Legislator Partai Gerindra ini menyebutkan, tiga hal yang menjadi alasan penundaan kenaikan harga pertalite, yakni masyarakat baru pulih dari dampak pandemi Covid-19, masyarakat mau mudik lebaran dan harga bahan-bahan kebutuhan pokok lagi naik.

 “Nah, kalau pemerintah menaikkan sekarang (harga pertalite), menjelang mudik, harga (bahan pokok) lagi naik, masyarakat tentu akan semakin susah. Pemerintah kasih nafas dululah kepada rakyat,” ucap Andre.

Andre menyampaikan, terjadi disparitas harga pertalite dengan harga jual saat ini. Harga keekonomian pertalite berkisar Rp 15.900 per liter, sementara harga jual saat ini Rp 7.650 per liter. Dengan kondisi ini, Pertamina memang mengalami kerugian.

“Kan pertamax sudah naik, LPG 12 kilogram sudah naik, kerugian Pertamina mulai (diperbaiki), meskipun masih rugi, intinya lumayanlah, harga pertamax sudah naik, gas LPG 12 kilogram sudah naik,” tegas Andre.

Sebagaimana diketahui, harga pertalite direncanakan akan naik sekitar Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per liter.

Kompensasi Subsidi Pertalite 2021 Rp 108 T , Harus Dibayar Tahun Ini

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Abdurohman memberitahukan soal kompensasi yang diberikan pemerintah terhadap konsumsi subsidi untuk bahan bakar minyak serta listrik. Kata dia, nilainya mencapai Rp 108 triliun.

Ia memberikan penjelasan bahwa sistem kompensasi ini hadir pada 2017 lalu, ketika pemerintah tidak lagi melakukan penyesuaian harga energi yang mengikuti harga pasar, baik listrik maupun BBM. “Kemarin dari audit BPK, outstanding (belum lunas) sekitar Rp 108 triliun sampai tahun 2021 kemarin, tahun ini akan dibayarkan,” kata dia dalam sebuah program, Senin (18/4).

Kata dia, saat ini agar lebih tepat sasaran, pemerintah akan melakukan transformasi subsidi energi. Hal ini dilakukan guna dapat menghemat pengeluaran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Berbasis komoditas ke individual (subsidi tertutup), lebih sasaran langsung sehingga lebih tepat sasaran,” jelas dia.

Kata dia, alokasi kompensasi pembayaran untuk tahun ini akan disiapkan pada akhir tahun. “Untuk alokasi di 2022 ini belum ada di APBN 2022, akan diperhitungkan nanti di akhir tahun, pembayaran bisa tahun ini atau sebagian di tahun berikutnya,” ujar dia.

Adapun, terkait rencana kenaikan harga BBM dan LPG 3 kg, diarahkan untuk sebisa mungkin tidak menaikkan kemiskinan rakyat. Jadi, masyarakat rentan miskin hingga sangat miskin dapat terlindungi daya belinya.

“Saya kira betul bahwa pemerintah perlu berhati-hati menentukan kebijakan ini, perlu mencari titik keseimbangan untuk mendorong pemulihan dan menjaga kesehatan APBN. Dengan fiskal sehat itu akan absorb berbagai kejutan yang akan terjadi,” tutur dia. (jawapos.com)

Exit mobile version