PALANGKA RAYA-Banjir yang terjadi di 9 kabupaten/kota di Kalteng menganggu berbagai layanan kepada masyarakat, menyebabkan puluhan fasilitas kesehatan (Faskes) lumpuh. Petugas kesehatan tidak bisa memberikan layanan kesehatan. Kondisi ini membuat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng bergerak cepat, menurunkan tim kesehatan untuk membantu memberikan pelayanan.
Kepala Dinkes Kalteng dr Suyuti Syamsul mengatakan berdasarkan hasil instruksi Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui sektor kesehatan, pihaknya telah memiliki 20 tim kesehatan yang siap digerakkan kapan saja dimana terdiri dari tim dari Dinkes Provinsi Kalteng, tim dari RS Doris Sylvanus, tim dari RSJ, tim dari RS TNI, dan tim dari RS Bhayangkara, diperkuat lagi oleh tim dari institusi pendidikan kesehatan serta beberapa instansi dari kabupaten/kota, dan tim dari organisasi profesi.
“Total orang yang bisa kita kerahkan setiap saat ada 170 orang dan ini akan menjadi satu kesatuan tim tanggap bencana sektor kesehatan yang bertugas tidak hanya saat banjir tapi juga bencana lainnya,” kata dr Suyuti Syamsul, kemarin (19/10).
Terkait dengan ketersediaan fasilitas kesehatan (faskes) selama terjadinya banjir di sebagian besar wilayah Kalteng, Suyuti membeberkan sejauh ini terdapat 35 fasilitas kesehatan yang terdampak banjir sehingga tidak dapat memberikan layanan kesehatan. “Satu faskes itu Puskesmas, selebihnya Puskesmas pembantu dan Pos Kesehatan Desa,” tuturnya.
Mengenai sebaran faskes yang tidak dapat beroperasi itu Suyuti tidak dapat memberikan rincian sebaran secara spesifik, namun ia memastikan bahwa hampir semua kabupaten/kota yang terdampak banjir terdapat faskes yang terendam banjir. Namun, kendati banjir, Suyuti mengatakan pihaknya tetap melakukan operasional dengan meminjam bangunan pemerintah atau bangunan masyarakat yang terendam banjir.
“Ada di Sampit, di Seruyan, semua yang ada banjirnya saat ini faskesnya terendam, tetapi tetap operasional menggunakan gedung masyarakat yang tidak tergenang banjir,” ucapnya.
Selain fasilitas kesehatan, banjir juga mengganggu sektor pendidikan. Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kalteng Achmad Syaifudi menyampaikan ada beberapa sekolah harus diliburkan, karena teredam banjir.
“Ada dua yang disampaikan yakni sekolah terdampak banjir dan sekolah yang terkena banjir, dan seperti sekolah yang terkena banjir sudah saya minta untuk proses pembelajaran untuk diliburkan sementara, karena sekolahnya terendam bahkan pemberian tugaspun tidak dianjurkan melihat kondisi siswa yang terdampak,” ucap Syaifudi.
Proses pembelajaran pun menurutnya tidak bisa dilanjutkan dengan pembelajaran daring, karena rumah para murid juga ikut terendam. Dan dia juga menjelaskan bahwa sekolah yang tersebut dampak banjir yang dimaksud adalah contoh sekolah yang akses terendam banjir. Hal ini juga ditujukan kepada siswa untuk diliburkan.
“Sekolah yang terdampak banjir seperti akses menuju sekolah tersebut banjir maka kami juga minta siswa yang tidak bisa menuju sekolahnya maka kaki liburkan juga,” ucapnya.
Banjir Kalteng Akibat Perubahan Iklim
Sementara itu, Sekretaris daerah H Nuryakin menyampaikan saat ini intensitas curah hujan sedang tinggi. Ditambah lagi secara teori bahwa daya serap air yang tidak maksimal mengakibatkan genangan air yang begitu besar.
“Hujan itu fenomena alamalam karena intensitas curah hujan tinggi sehingga banjir, ya tentunya tidak setiap saat,” ucap Nuryakin.
Nuryakin menambahkan, selain intensitas tinggi banjir juga bisa diakibatkan erosi dan berkurangnya daya serap air yang mengakibatkan tergenangnya air. Maka dari itu menurutnya perlu ada koordinasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola hutan dan mengelola lahan tempat resapan air.
“Itu kita lihat permasalahannya sesuai dengan kriteria permasalahan kabupaten dan kota masing-masing, kalau penghijauan itukan sudah pasti, dan pastinya dari pemprov juga melakukan bagaimana pemulihan daya serap airnya,” ucap Nuryakin.
Menurut ketua jurusan Kehutanan Universitas Palangka Raya Joana mengatakan bahwa saat ini sedang mengalami perubahan iklim secara global, tentunya ini dengan banyak faktor. Maka tidak heran curah hujan yang saat ini melanda begitu ekstrim yang mengakibatkan daerah-daerah mengalami banjir, bukan hanya di Kalimantan Tengah.
“Karena sering terjadi secara global, kalau ingin mengatasi banjir pemerintah ini sudah lakukan itu mas, akan tetapi namanya iklim yang seperti ini jadi susah untuk diduga,” ucapnya.
Di samping curah hujan yang tinggi, ia juga menyebutkan bahwa saat ini daya serap tanah untuk air sudah tidak maksimal lagi. Maka dari itu ia menyampaikan bahwa kalau ingin mengurangi dampak perubahan iklim perlu adanya perbaikan dibeberapa sektor seperti penghijauan dan restorasi lahan agar penyerapannya air bisa maksimal.
“Tentunya kalau secara akademisi yang selalu kami ajarkan salah satu penanganan adalah dengan melakukan penghijauan atau mengembalikan daya serap tanah dengan penanaman pohon,” ucap Joana.
Ia juga menjelaskan bahwa kalau mencari titik permasalahan maka perlu adanya kajian. Karena tidak bisa hanya menyebutkan beberapa komponen yang diduga penyebab seringnya terjadi banjir, karena banjir tidak dapat diduga.
“Mungkin saja penyerapan airnya berkurang, beberapa ekosistem terganggu, mungkin karena adanya pembukaan lahan, pengembangan pemukiman tentu kita tidak menyalahkan siapa dan siapa semuanya pasti ada dampaknya, makanya perlu adanya penanaman kembali, untuk memperkuat daya serap air,” ucap Joana.
Saat ini penambahan Kepala Keluarga (KK) yang terdampak banjir bertambah, melalui data yang dikeluarkan oleh BPBD Kalteng, Kotawaringin Barat masih tertinggi dari jumlah warga yang terdampak dimana adanya penambahan 1.002 KK yang terdampak menjadi 7.047 KK, di Lamandau tidak adanya penambahan jumlah warga yang terdampak, sedangkan di Katingan ada ada penambahan 5.312 KK yang terdampak. Sedangkan di Seruyan korban saat ini 6.225 KK, Sukamara saat ini 3.384 KK, Kotawaringin Timur juga mengalami penambahan saat ini 3756 KK. (dan/irj/ala)