PALANGKA RAYA-Ritual mamapas menyadingen ramu merupakan ritual yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Ritual yang rutin dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui UPT Museum Balanga berlangsung 15-17 Oktober lalu.
Ritual ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun. Memiliki tujuan untuk mamapas (membersihkan) dan manyadingen (mendinginkan) ramu berupa benda-benda pusaka dan tempat atau lokasi tersebut.
Mulai dari balanga, guci, tombak, mandau, sapundu, piring, sangku hingga benda-benda leluhur suku dayak lainnya. Dimana benda-benda ini tentunya sarat akan sejarah dan budaya suku dayak, yang ada di museum tersebut dari pengaruh-pengaruh negatif. Ritual dinilai sangat penting untuk Museum Balanga, agar tidak mempengaruhi dan mengganggu baik pengunjung maupun pegawai secara mistis.
“Rangkaian kegiatan ritual mamapas manyadingen ramu ini bertujuan untuk membersihkan dan mendinginkan benda-benda pusaka Dayak,”kata Kepala UPT Museum Balanga Hartini Titin kepada Kalteng Pos, Minggu (15/10).
Di tempat yang sama, Pamong Budaya Disbudpar Kalteng, Gauri Vidya Dhaneswara menjelaskan jika memapas manyadingen ramu ini merupakan varian dari ritual memapas lewu yang dilaksanakan oleh masyarakat agama Hindu Kaharingan.
“Tujuan utamanya adalah sebagai upaya kita untuk menetralisir hal-hal atau pengaruh-pengaruh negatif yang selama ini oleh masyarakat dari umat Hindu Kaharingan diyakini hidup di sekitar lingkungan fisik manusia,” jelasnya.
Sehingga ritual ini adalah untuk menetralisir apabila kekuatan-kekuatan itu memberikan dampak negatif terhadap kehidupan manusia. “Selain itu, sebagai bentuk ucapan syukur, doa-doa dan harapan kita akan setiap aktivitas, akan setiap program yang akan dilaksanakan pada tahun mendatang,” tuturnya.
Ini merupakan manifestasi bagaimana orang Dayak memandang lingkungan di sekitarnya. Oleh sebab itu lanjutnya, orang Dayak tidak akan bertindak sembarangan atau gegabah terhadap lingkungan fisiknya. “Adapun nilai paling penting yang menjadikan ritual memapas ini warisan budaya dan benda adalah adanya nilai-nilai akulturasi dan toleransi yang begitu kental di dalamnya,”ucapnya.
Ritual tersebut dilaksanakan oleh mereka yang menganut agama Hindu Kaharingan. Tapi terbuka bagi masyarakat umum. Dari kalangan agama manapun boleh hadir. “Nanti akan terlihat yang paling nampak adalah penyembelihan hewan kurban. Hewan kurban sapi, yang rencananya akan dikurbankan pada ritual ini. Adapun dikurbankan nantinya secara syariat Islam. Sehingga saat dimasak bisa dinikmati oleh umat muslim,”terangnya.
Sementara itu, Basir Tambang, yang memimpin ritual menjelaskan, saat melaksanakan ritual mamapas, secara batin bukan basir yang melakukan sendiri, tapi itu menyatu dengan Saingang. “Saat ritual Balian maka jiwa Saingang menyatu dengan jiwa Basir. Sesuai dengan tema tahun ini Mamapas Manyadingen Ganan Ramu mensucikan Museum Balanga ini. Termasuk benda pusaka, guci-guci, maupun benda lainnya,” terangnya.
Basir Tambang menyebut untuk ritual ini ada tujuh orang basir, termasuk dirinya. Sehingga harapannya mantra-mantra yang telah diutarakan dapat menjauhkan museum dari Dahiang Baya, baik itu untuk karyawan maupun pengunjung. (*zia/ram)