Site icon KaltengPos

Pengawasan Distribusi BBM Lemah

FOTO : jawapos.com

Pertamina Mengakui Solar Bersubsidi Belum Tepat Sasaran

 “Banyak yang incar solar bersubsidi, baik yang berhak maupun tidak, karena perbedaan harganya cukup besar dengan dexlite, inilah yang menyebabkan sering terjadi kekosongan stok di SPBU”

Susanto August Satria

Area Manager Communication & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan

PALANGKA RAYA-Permasalahan distribusi atau penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi belum terselesaikan, baik jenis pertalite maupun solar. Pengawasan pendistribusian BBM dinilai masih lemah, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan bahan bakar penggerak mesin berbagai kendaraan tersebut. Karena kepepet, tak sedikit yang terpaksa mengisi kendaraannya dengan bahan bakar nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal. Nyaris dua kali lipat dari harga BBM bersubsidi.

Sejak langkanya BBM bersubsidi di pasaran, khususnya di wilayah Palangka Raya, dampaknya begitu besar bagi pelaku usaha jasa angkutan bahan bangunan. Sopir-sopir truk yang tiap hari mengangkut material bangunan seperti pasir dan tanah uruk mulai merasakan dampak kelangkaan BBM plus kenaikan harganya.

Selama ini pemilik angkutan truk lebih memilih mengisi BBM jenis solar di dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yakni di Jalan S Parman dan Jalan Ahmad Yani. Padahal ada banyak SPBU yang ada di kota ini.

“Kuota BBM solar bersubsidi yang ada hanya di SPBU di Pasar Besar,” ujar Sumanto, salah satu anggota Persatuan Sopir Truk Palangka Raya (PTSP), Kamis (21/7).

Ia menerangkan, karena hanya ada dua SPBU yang melayani pembelian solar bersubsidi, antrean selalu terjadi. Kesulitan yang dihadapi para sopir untuk mendapatkan solar tidak semata soal antre, tapi juga terbatasnya stok atau persediaan solar bersubsidi di kedua SPBU tersebut.

“Setiap kami mengantre barang  itu (solar), paling cuman sepuluh atau 15 armada saja yang dapat, setelah itu enggak ada lagi, katanya sudah habis,” terang pria yang pernah menjadi pengurus PSTP.

Karena sering tidak kebagian saat membeli solar bersubsidi di SPBU, Sumanto memutuskan membeli BBM solar nonsubsidi. “Karena kami inikan bekerja, daripada lama-lama mengantre tapi hasilnya belum pasti juga, mending pakai dexlite saja,” ucapnya.

Sumanto mengaku pertama kali membeli dexlite saat harga BBM masih sekitar Rp7.000-an/liter. Kemudian meningkat menjadi Rp9.700/liter, lalu Rp12.000/liter, hingga harga saat ini yang mencapai Rp15.350/ liter. Sumanto menyebut lebih mudah mendapatkan dexlite karena tersedia di seluruh SPBU.

“Memang terkadang ada juga SPBU yang stok dexlite kosong, mungkin karena masih dalam pengiriman atau memang habis, kami enggak tahu penyebabnya,” ujarnya.

Sumanto mengatakan, kesulitan para sopir truk pengangkut material bangunan untuk mendapatkan solar bersubsidi sebenarnya sudah sejak lama dialami. Para sopir pun sudah sering mengadukan permasalah ini ke instansi terkait.

“Kami sudah mengajukan ke pemerintah dan seringkali melakukan pertemuan-pertemuan, hanya saja sampai saat ini (hasilnya) tidak terealisasi juga, gagal pak,” kata Sumanto sembari menyebut bahwa pengaduan dari pihak PSTP pernah disampaikan ke Pemko Palangka Raya dan dinas terkait, termasuk pihak PT Pertamina.

Tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan para sopir truk saat ini berdampak pada naiknya harga material bangunan.

“Kami ini kan pelaku usaha juga, tidak mungkin kami harus menanggung rugi, memang kenaikan harga material pasti memberatkan masyarakat, tapi mau gimana lagi, kondisinya memang seperti ini,” ujarnya.

Ia berharap keluhan pihaknya terkait sulitnya mendapatkan BBM nonsubsidi mendapat perhatian dari pemerintah kota maupun provinsi.

“Tolong pemerintah mencari solusinya, mungkin bisa melalui perkumpulan kami atau gimana caranya, kasihan masyarakat juga merasakan dampkanya, kami sebagai pelaku usaha juga tidak mungkin mau rugi,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Area Manager Communication & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Susanto August Satria mengatakan, naiknya harga BBM dikarenakan melonjaknya harga minyak dunia hingga menyentuh harga Rp20.000/liter.

“Karena harga minyak yang begitu mahal, maka disubsidikan, akan tetapi banyak yang ngincar solar bersubsidi itu, baik yang berhak maupun yang tidak berhak, karena perbedaan harganya cukup besar dengan dexlite, inilah yang mengakibatkan sering terjadi kekosongan di SPBU,” bebernya.

Mengenai keluhan masyarakat soal ketersediaan atau stok BBM, pihaknya menilai masih terjadi penyaluran BBM bersubsidi yang kurang tepat sasaran.

Pihaknya memastikan bahwa solar dan dexlite tiap hari dikirim ke wilayah Kalimantan. Seharusnya tidak terjadi kekurangan stok. Untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran minyak bersubsidi, pihaknya mengajak masyarakat untuk mendaftarkan diri melalui subsidi tepat MyPertamina.

“Kami berusaha untuk pemberian BBM subsidi kepada pihak tepat sasaran dengan mendaftarkan diri melalui subsiditepat.mypertamina. Kami juga mau meluruskan bahwa pendaftaran itu tidak harus melalui aplikasi. Ada tiga cara, yakni melalui website, datang langsung ke SPBU, dan via aplikasi Mypertamina,” katanya.

Setelah melakukan pendaftaran, pihaknya akan bekerja sama dengan instansi terkait seperti dinas perhubungan untuk mengecek kendaraan yang lolos verifikasi dan berhak mendapatkan BBM bersubsidi. (sja/*irj/ala/ko)

Exit mobile version