PALANGKA RAYA-Kasus bullying atau perundungan yang terjadi di sekolah dasar (SD) unggulan sedang bergulir di Polresta Palangka Raya. Empat hari setelah adanya laporan kepolisian, pihak sekolah akhirnya angkat bicara. Secara tegas membantah pernah terjadi peristiwa bullying di sekolah yang berlokasi di Jalan Damang Leman itu.
Pihak sekolah menyebut peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah pertengkaran biasa antarmurid. Bahkan, permasalahan ini telah diselesaikan oleh pihak sekolah. Sebagaimana diungkapkan Kepala Sekolah (Kasek) Mulyati SPd melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada Kalteng Pos, Kamis (23/3).
Mulyati mengatakan, selama delapan tahun ia memimpin sekolah itu, tidak pernah ada kejadian bullying. “Yang ada hanya pertengkaran biasa, namanya juga anak-anak, setelahnya sudah bercanda tawa lagi,” terang Mulyati.
Ia juga membantah informasi yang menyebut bahwa murid korban bullying tersebut pernah mengalami pengeroyokan hingga berdarah. Dikatakannya, peristiwa sebenarnya yang terjadi adalah murid tersebut berdarah akibat kecelakan karena didorong oleh murid lainnya yang ingin bercanda dengan korban. Peristiwa itu terjadi saat jam istirahat.
“Kejadian itu bulan Agustus tahun lalu, sampai anak itu berdarah, memang kecelakaan murni, karena ada anak perempuan lain kelas yang mendorong, dia hanya ingin bercanda, tidak tahu kalau akibatnya sampai jatuh dan natap pot beton depan sekolah, waktu itu jam istirahat, anak-anak pada bermain, bercanda, kejar-kejaran, lari ke sana kemari,” ujarnya.
Mulyati membenarkan bahwa kecelakaan itu mengakibatkan korban mengalami luka. Pihak sekolah pun segera memberi pertolongan pertama melalui pengobatan di ruang UKS. Pihak sekolah juga langsung melaporkan kejadian itu ke orang tua korban, yang kemudian datang ke sekolah.
Kasek mengakui bahwa setelah kejadian itu pihak sekolah tidak mengantar korban ke rumah sakit, karena menurut guru yang memberikan pengobatan, luka yang dialami korban hanyalah luka kecil dan pendarahan sudah bisa dihentikan.
“Waktu itu langsung diangkat ke ruang UKS dan diberi pertolongan sehingga pendarahan bisa berhenti, jadi kami tidak bawa ke rumah sakit, meski saat itu saya sempat suruh untuk dibawa ke RS,” jelas Mulyati lagi.
Ia menerangkan, saat orang tua korban datang ke sekolah, pihaknya sudah menceritakan kronologi kejadian sekaligus memberi saran kepada orang tua korban untuk segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk penanganan medis lebih lanjut.
Namun, saat itu orang tua korban justru sibuk mencari tahu kebenaran peristiwa kecelakaan yang dialami anaknya.
“Itu lumayan agak lama, baru anaknya dibawa ke RS, itu mungkin yang dibilang dokter lambat,” terang Mulyati.
Lebih lanjut dikatakannya, setelah kejadian kecelakaan itu, pihak sekolah sempat menghubungi keluarga korban saat korban masih dirawat di rumah sakit. Saat itu orang tua korban sempat menyampaikan keterangan dari pihak dokter perihal keterlambatan membawa korban ke rumah sakit untuk ditangani.
Saat itu juga Mulyati meminta maaf kepada pihak orang tua korban. “Saya bilang, ya kami mohon maaf kalau itu keteledoran kami, orang tua (murid) yang mendorong juga sudah dihubungi dan langsung mendatangi rumah korban untuk minta maaf dan mengganti uang biaya perawatan,” terangnya.
Dikatakan Mulyati, permintaan maaf dari pihak sekolah disampaikan lagi ketika orang tua korban datang ke sekolah beberapa hari setelah kejadian itu. Setelah melalui pembicaraan secara kekeluargaan, akhirnya peristiwa ini dianggap selesai. Orang tua korban menerima permintaan maaf dari pihak sekolah. “Saya atas nama sekolah sudah meminta maaf, mereka pun sudah menerima,” ujarnya.
Mengenai kejadian perundungan yang baru, yakni pengeroyokan yang dialami korban baru-baru ini, Mulyati menyebut pihak sekolah masih mencari tahu kebenaran informasi terkait kejadian itu. Pihak sekolah berencana mengumpulkan para murid yang disebut sebagai pelaku pengeroyokan untuk dimintai keterangan.
“Untuk kejelasannya, kami menunggu anak-anak masuk sekolah, biarkan semua ketemu untuk saling bercerita, tanpa kehadiran orang tua, kalau ceritanya tidak benar, kan bisa saling membantah, nanti akan kami dengarkan semua,” ujarnya.
Dikatakan Mulyati, selama ini pihaknya telah berupaya mencegah terjadinya bullying di lingkungan sekolah. Salah satu caranya dengan terus-menerus memberikan nasihat dan mengingatkan para murid untuk tidak saling mengejek atau menghina.
“Nasihat untuk tidak saling mem-bully itu disampaikan setiap kali upacara bendera dan juga oleh guru saat mengajat di kelas,” katanya sembari menyebut bahwa sekolah juga memasang slogan anti-bullying di lingkungan sekolah.
Mulyati mengakui upaya yang dilakukan pihaknya untuk mengatasi bullying masih belum maksimal. Salah satu penyebabnya karena pihak sekolah cukup kewalahan untuk mengawasi gerak-gerik para murid yang berjumlah sekitar 700 orang.
“Di dalam kelas saja, ketika guru memeriksa atau sedang membantu teman lain, masih sempat saja mereka berkelahi, gara-gara pinjam barang, terus dibilang mencuri dan lain sebagainya,” bebernya.
Dikatakan Mulyati, saat ini pihak sekolah sedang berusaha menyelesaikan permasalahan ini. Pihak sekolah merasa perlu untuk mendengar keterangan dari berbagai pihak yang terkait masalah ini.
“Saya belum dengar keterangan dari anak-anak, semua masih katanya-katanya, kami khawatir salah ambil kesimpulan, lalu membuat pihak tertentu makin tidak terima nanti,” kata Mulyati.
Menanggapi informasi yang menyebut bahwa korban mengalami trauma berat, Mulyati mengatakan pihak sekolah belum mendapat kabar soal itu. Sebab, beberapa hari setelah kejadian, korban justru terlihat gembira ketika berjumpa dengan teman-temannya. Bahkan sempat berfoto dan berbelanja di stan kegiatan gebyar panen hasil belajar yang diadakan di halaman pemko.
“Kalau dikatakan anak itu sampai trauma, tidak sebegitunya, karena kejadiannya hari Rabu, lalu hari Jumat si anak terlihat happy saja, berfoto, berbelanja, dan mampir di stan hasil belajar anak-anak,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Palangka Raya Jayani mengatakan, untuk menangani masalahan perundungan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan mediasi antara pihak pelaku dan korban. Berdasarkan laporan dari pihak sekolah, Jayani menyebut sudah ada pertemuan dan komunikasi aktif via telepon antara pihak korban dan pelaku.
“Kejadian itu antaranak saja awalnya, kalau menurut wali kelas dan kepala sekolahnya, anak dari pelapor ini, dalam hal ini korban, memang merupakan anak yang aktif, cenderung hiperaktif, dan enggak bisa diam,” beber Jayani kepada Kalteng Pos via telepon WhatsApp, kemarin.
Selain si korban, pelaku juga tak kalah aktif. Akhirnya timbul hal-hal yang mengarah pada upaya perundungan. Jayani menegaskan bahwa masalah ini sudah ditangani pihak sekolah. “Pihak sekolah sudah beri nasihat dan sebagainya, sudah dijelaskan untuk tidak boleh melakukan perundungan, kami juga tidak membenarkan itu,” tegasnya.
Dalam melakukan penanganan kasus perundungan di lingkungan sekolah, Jayani mengatakan sudah tentu masalah itu diselesaikan di sekolah. Jika di jenjang SMP ada guru bimbingan konseling (BK), maka di tingkat SD ada guru yang harus membimbing secara intens anak didik, terutama wali kelas, guru agama, dan guru pendidikan Pancasila.
“Kalau tidak bisa diselesaikan di tingkat sekolah, maka orang tua korban dan pelaku mesti dipertemukan dan dimediasi oleh guru, sehingga masalahnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.
Ditegaskannya bahwa perundungan sangat tidak dibenarkan, terutama di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang aman dan nyaman bagi anak didik. Jayani menambahkan, melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan guru di sekolah, anak didik seharusnya sudah mendapat pemahaman bagaimana menghargai dan menghormati sesama. Ini merupakan bagian dari upaya pencegahan kasus perundungan.
“Ingat, yang namanya perundungan ini sudah diajarkan di banyak mata pelajaran, sudah terintegrasi dengan kurikulum di sekolah, seperti larangan tentang perundungan, tidak boleh mengejek, tidak boleh saling menghina, itu semua ada di mata pelajaran pendidikan Pancasila, olahraga, dan bahasa Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, apabila kurikulum terintegrasi sebagai jalan pemberian edukasi, dinilai tidak cukup untuk mencegah terjadinya kasus bullying di lingkungan sekolah, maka Disdik Kota Palangka Raya akan mempertegas sosialisasi, bahkan mengadakan simulasi sikap.
“Nanti akan ada sosialisasi dan simulasi di dalam beberapa keadaan, agar anak-anak ini menghindari bullying, seperti pemberian contoh-contoh dari perundungan, saya rasa itu lebih dalam bentuk nyata, praktikal, yang bisa dipahami anak-anak tingkat SD,” tandasnya.
Sementara itu, laporan kasus perundungan terhadap salah satu murid sekolah unggulan di Kota Palangka Raya ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palangka Raya, mendapat respons dari pihak kepolisian. Hari ini kepolisian akan memanggil dan memeriksa pihak pelapor.
“Besok (hari ini, red) kami dipanggil untuk pemeriksaan atas laporan yang kami sampaikan ke Polresta Palangka Raya pada Senin (20/3) lalu,” ucap paman korban sekaligus paralegal kuasa hukum korban, Josman Siregar saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (23/3).
Josman mengatakan pihaknya akan mendampingi orang tua dan anak korban perundungan. Pemeriksaan akan dilaksanakan di Unit PPA Polresta Palangka Raya, Jumat (24/3) sekitar pukul 08.00 WIB.
“Kami akan mendampingi orang tua dan anaknya, semoga ada tindak lanjut kasus ini,” sebutnya.
Pihaknya berencana mengikuti semua proses hukum karena sudah melaporkan kasus ini ke pihak penegak hukum.
“Kami akan ikuti proses yang ada, kami tidak bisa mendahului bagaimana kelanjutannya nanti, yang pasti akan mengikuti prosesnya di kepolisian,” ucapnya.
Hingga kasus dini dilaporkan ke kepolisian, belum ada komunikasi lebih lanjut antara orang tua korban dengan pihak sekolah. “Sejauh ini tidak ada komunikasi dengan sekolah, karena kami sudah memutuskan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, ya kita lihat nanti seperti apa,” tutupnya. (sja/dan/abw/ce/ala)