PALANGKA RAYA-Selama ini masyarakat menganggap Kalteng bebas dari bencana gempa bumi. Namun anggapan ini tidaklah tepat. Setidaknya ada beberapa daerah di Kalteng yang saat ini sudah dipasang selter atau alat pendeteksi gempa. Sebab, beberapa daerah itu berpotensi mengalami gempa bumi.
Prakirawan Stasiun BMKG Tjilik Riwut Palangka Raya Lian Andriani mengatakan, selter dipasang di beberapa daerah yang berpotensi terjadi gempa bumi, meliputi Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Katingan, Kota Palangka Raya, dan Barito Selatan.
Lian mengakui Kalteng merupakan satu-satunya pulau di Indonesia dengan tingkat aktivitas gempa paling rendah. Meski demikian, bukan berarti tidak pernah dan tidak akan terjadi gempa bumi. Hanya saja potensinya paling kecil di Indonesia.
“BMKG memasang alat-alat pendeteksi gempa di lima kabupaten itu, karena memang ada potensi gempa, walaupun tidak setinggi di Pulau Jawa, Sumatera, dan lainnya, ini sebagai langkah antisipasi jika suatu saat di lima kabupaten itu terjadi gempa,” ucap Lian kepada Kalteng Pos via telepon WhatsApp, Minggu (26/3).
Ia mengatakan, dipasangnya alat pendeteksi gempa di lima kabupaten tersebut dipertimbangkan karena adanya sesar-sesar aktif, meski tidak seaktif di wilayah seperti Jawa dan Sumatera yang memang lempengnya sangat aktif. Sesar merupakan istilah geologi untuk rekahan di dalam tanah, yang jika bergesekan akan menyebabkan terjadinya gempa bumi.
“Untuk sementara baru dipasang di lima tempat itu, selanjutnya kami akan pasang di daerah-daerah lain yang juga berpotensi terjadi gempa,” ujarnya.
Di wilayah Kalteng pernah terjadi gempa. Terakhir kali terjadi tahun 2018 lalu di dua daerah. Berdasarkan data yang dihimpun BMKG, pada 2018 lalu pernah terjadi gempa di daerah Katingan dan utara Kalteng. Inilah yang juga menjadi alasan pihaknya untuk memasang alat deteksi dini getaran dalam bumi.
“Alat ini akan dipasang di tanah yang akan mendeteksi kalau ada getaran dalam tanah, seperti pergerakan sesar,” tambahnya.
Gempa terjadi karena adanya getaran di permukaan bumi akibat pelepasan energi yang terjadi di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba, sehingga menciptakan gelombang seismik yang dapat terdeteksi oleh selter. Lian menyebut ada dua jenis gempa, yakni gempa tektonik dan gempa vulkanik.
“Kalau gempa vulkanik kan bisa disebabkan karena adanya aktivitas gunung berapi, sedangkan untuk wilayah Kalteng sendiri tidak ada pegunungan aktif, jadi untuk gempa vulkanik kurang berpotensi. Kalteng lebih berpotensi mengalami gempa tektonik, yakni gerakan lempeng di bawah bumi,” jelasnya.
Lian menambahkan, selain Kalteng memiliki gunung berapi aktif dan struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit dibandingkan pulau lain di Indonesia, alasan wilayah Kalteng berpotensi kecil terjadi gempa bumi karena lokasinya yang cukup jauh dari zona tumbukan lempeng, sehingga suplai energi yang membangun medan tegangan tidak sekuat daerah-daerah yang dekat dengan zona tumbukan lempeng.
Meski demikian, ia tetap mengingatkan agar masyarakat tidak menganggap tidak ada potensi gempa di wilayah Kalteng. Meski cukup rendah, tetapi tetap ada potensi gempa. Setidaknya masyarakat memiliki pemahaman dan siap mitigasi bencana gempa bumi.
“Banyak yang berpikir di wilayah Kalteng tidak akan terjadi gempa, padahal ada potensinya. Jadi sebaiknya masyarakat diberi pemahaman, termasuk soal mitigasi bencana seperti apa jika suatu waktu terjadi gempa bumi,” tandasnya. (dan/ce/ala)