Site icon KaltengPos

Wujudkan Kedaulatan Pangan di Bumi Tambun Bungai

Karikatur Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran (Virroyan/Kalteng Pos)

PALANGKA RAYA-Kalimantan Tengah (Kalteng) merupakan salah satu provinsi yang masih mengandalkan pasokan pangan dari luar daerah. Untuk meminimalkan ketergantungan itu, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran menggaungkan keberdaulatan pangan, dengan mengajak semua pemerintah daerah (pemda) untuk memaksimalkan program ketahanan pangan. Menurut Gubernur H Sugianto Sabran, Kalteng memiliki potensi yang besar dalam hal pengembangan berbagai komoditas pangan.

“Kalteng ini luas, daerahnya subur, menanam apa pun tumbuh, contohnya di wilayah barat Kalteng seperti Kotim, Seruyan, Kobar, Sukamara, dan Lamandau,” ucap Sugianto saat sambutan dalam Rapat Koordinasi Optimalisasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024 di Aula Jayang Tingang, Lantai II Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (27/3).

Menurutnya, ketahanan pangan perlu menjadi fokus tiap pemda di Kalteng. Sebab, ketidakstabilan kondisi global dan iklim rentan menimbulkan inflasi. Banjir, gempa, dan karhutla membuat ketersediaan pangan mudah terancam.

“Daerah Jawa yang akhir-akhir ini sering mengalami gempa merupakan daerah-daerah yang menjadi penyumbang terbesar pangan bagi Kalteng,” ucapnya.

Oleh karena itu, Kalteng yang memiliki 14 kabupaten/kota perlu memiliki kedaulatan pangan. Untuk tujuan itu, butuh koordinasi dan kerja sama yang baik antara pemprov dan pemkab/pemko se-Kalteng. Ia menekankan agar upaya menjaga ketahanan pangan daerah perlu menjadi perhatian serius, menyusul anggaran pendapatan dan belanja (APBD) provinsi maupun kabupaten/kota terus meningkat.

“Hendaknya peningkatan anggaran itu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk program-program penting, salah satunya berkenaan dengan ketahanan pangan,” tuturnya.

Sugianto mengatakan, Kalteng mendapat 81 ribu hektare luas bahan baku optimalisasi lahan rawa dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Saat ini luas bahan baku lahan pertanian Kalteng adalah 136 ribu hektare. Sebelumnya terdapat 300 ribu hektare. Namun banyak yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit.

“81 ribu hektare lahan rawa yang diberikan itu ada di 10 kabupaten, yakni Kapuas, Pulpis, Katingan, Kotim, Seruyan, Bartim, Barsel, Batara, Kobar, dan Gumas,” sebutnya.

Gubernur menyayangkan kondisi di mana Kalteng termasuk surplus produksi padi, tetapi tak sedikit yang dibawa ke luar provinsi untuk kemudian diolah menjadi beras. Tak sampai di situ, beras olahan itu kemudian dijual kembali ke Kalteng dengan harga yang tinggi.

“Karena itulah, sekarang kami sedang bangun rice milling unit (RMU) di dua kabupaten, yakni Katingan dan Kotim,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Provinsi Kalteng, Hj Sunarti mengatakan, produksi gabah dari Kalteng memang banyak yang dibawa ke luar daerah. Dibeli oleh provinsi tetangga, diproduksi, lalu masyarakat Kalteng membelinya lagi. Itulah yang membuat produksi beras Kalteng terganggu.

Menurut Sunarti, sejumlah komoditas pangan di Kalteng masih bergantung dari daerah lain. Salah satunya telur ayam ras. Kalteng baru mampu memenuhi 30 persen kebutuhan telur ayam ras.

“Begitu pula dengan daging, kita baru mampu produksi 70 persen, tapi kalau untuk beras kita masih bisa mandiri,” ujarnya kepada Kalteng Pos, Rabu (27/3).

Sementara produk bawang merah dan bawang putih hampir 100 persen mengandalkan pasokan dari luar daerah. Hal ini karena luas tanam bawang di Kalteng sangat kecil.

Sejauh ini, sentra produksi beras di Kalteng adalah Kapuas, Pulpis, Katingan, Kotim, dan Bartim. Kapuas memiliki 60 persen dari total luas sawah di Kalteng. Kabupaten lainnya juga bertani, tetapi bukan di lahan sawah, melainkan lahan kering atau lahan dataran tinggi dengan padi pokok.

“Kalau yang pertanian sawah hanya di lima kabupaten, saat ini kami mendapat program optimalisasi lahan rawa seluas 81.088 hektare dan sudah SID, sudah kami kontrakkan juga konstruksinya, harapan kami semoga makin menambah luas pertanaman dan produksi,” ungkapnya.

Terkait dengan gabah yang keluar daerah, Sunarti berharap ada campur tangan pihak ketiga, mengingat tugas mereka hanya terbatas pada upaya produksi pangan. Diharapkan ada koordinasi dari perdagangan, perusahaan daerah, maupun pihak lain yang bersedia mengambil hasil panen dari petani lokal.

“Jadi sistem itu membuat harga gabah dari petani kita bisa bersaing, sehingga mereka menjual gabah dengan harga bebas. Saat ini Bulog hanya membeli dengan harga pokok pemerintah, sementara di luar harganya sudah tinggi, pasti petani lebih memilih jual ke luar daerah,” ucapnya.

Karena itulah, Dinas TPHP, dinas perdagangan, maupun pihak terkait perlu duduk bersama untuk membahas strategi agar gabah hasil produksi petani Kalteng tidak sampai dijual ke daerah lain. Salah satu solusi yang diambil Gubernur Kalteng adalah dengan membangun pabrik perberasan.

“Insyaallah hari Senin nanti Pak Gubernur akan meletakkan batu pertama pembangunan rice to rice di Desa Pantik, Pulpis, itu salah satu upaya mencegah gabah petani tidak dijual ke luar daerah,” tambahnya.

Di samping itu, pihaknya juga mengajak perusahaan daerah-perusahaan daerah untuk membeli gabah-gabah petani lokal, sehingga para petani bisa mendapatkan penghasilan yang sesuai harapan. (dan/ce/ala)

Exit mobile version