Site icon KaltengPos

11 Daerah Raih Predikat WTP

MEMUASKAN: Kepala BPK RI Perwakilan Kalteng Ade Iwan Rusawana bersama para bupati dan wali kota usai penyerahan dokumen LHP atas LKPD tahun 2020 di Auditorium BPK, Jumat (28/5). (DENAR/KALTENG POS)

“Jika pemda teledor, tentunya akan menimbulkan masalah baru dan berakumulasi menjadi besar, bahkan bisa mengurangi lagi opini”

Kepala BPK Kalteng Ade Iwan Ruswana

PALANGKA RAYA-11 kabupaten/kota baru saja menerima laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalteng. Berdasarkan audit BPK, 11 daerah tersebut (lihat di tabel infografis) berhasil mempertahankan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). LHP tahun 2020 tersebut diserahkan kepada bupati/wali kota dan pimpinan DPRD masing-masing daerah di Auditorium BPK Perwakilan Kalteng, Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya, Jumat (28/5).

Kepala BPK Perwakilan Kalteng Ade Iwan Ruswana mengatakan, BPK telah melakukan pemeriksaan keuangan tahun 2020 yang ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah dengan disesuaikan standar akutansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan, dan sistem pengendalian intern.

Lebih lanjut ia menjelaskan, jumlah laporan keuangan terdiri dari tujuh laporan, yaitu laporan realisasi anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi atas LHP semester II tahun 2020, pemda se-kalteng menunjukkan persentase penyelesaian 84,46 atau berada di atas standar nasional 75 persen.

Pada kesempatan itu, Ade juga mengigatakan soal manajemen aset yang harus diperhatikan oleh tiap daerah. Menurutnya, aset daerah sudah ada sebelum provinsi ini ada. Sehingga tidak mudah untuk mengelola dan juga tidak dapat diselesaikan sekalian.

“Yang pasti dari tahun ke tahun memang pengelolaan aset harus selalu meningkat. Yang asalnya permasalahan ada maka harus ditingkatkan sampai pada hal yang bersifat administrasi dan ringan. Artinya masalah berat itu sudah terlampaui. Namun jika pemda teledor, maka tentunya akan menimbulkan masalah baru dan berakumulasi menjadi besar, bahkan bisa mengurangi lagi opini,” jelas Ade.

Dikatakan Ade, setiap pemda memiliki permasalahan yang bervariasi. Memang ada yang sedikit banyak. Ada yang makin tipis permasalahannya. Namun apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, permasalahan pada tahun 2020 jauh lebih ringan.

Sedangkan untuk daerah yang menindaklanjuti rekomendasi BPK, secara keseluruhan agak sedikit stabil yaitu di angka 84-85 persen. Kobar menjadi kabupaten yang paling tinggi, hampir 100 persen. Hal ini, kata dia, akan terus didorong agar ada peningkatan. Minimal secara akumulasi bisa mencapai 90 persen. “Hari ini (kemarin) masih di angka 84-85 persen dan bervariasi. Ada yang masih 71 persen dan bahkan ada yang sudah mencapai 100 persen,” terangnya.

Terkait belanja daerah, lanjut Ade, dari 11 kabupaten/kota, hampir Rp26 miliar rata-rata dari belanja yang dikoreksi untuk dikembalikan kepada kas daerah. Sementara mengenai aset tetap, hanyalah terkait pengelolaan dan manajemen saja. “Semua sudah clear. Ada beberapa daerah yang sudah menyetor semua setelah penemuan permasalahan di lapangan,” bebernya.

Mengenai beberapa kabupaten yang diduga berpotensi terjadi dugaan tindak pidana korupsi, Ade menerangkan bahwa dirinya baru mendengar hal itu. “Dari kasus korupsi di suatu daerah, saya baru dengar. BPK RI melakukan pemeriksaan LKPD tahun 2020. Jadi kalau kasus itu terjadi tahun 2020, maka tidak masuk dalam cakupan opini,” katanya.

Selanjutnya BPK harus melihat sisi permasalahan belanja suatu daerah. Apakah nilainya akan memengaruhi ketidakwajaran laporan keuangan. Karena itulah tiap kali melakukan pemeriksaan, BPK selalu menetapkan batas toleransi.

“Kalau toh salahnya sekian dan di bawah sekian, maka dikatakan wajar. Terminologinya adalah wajar, bukan benar. Namun kalau sudah di batas toleransi, maka bisa saja tidak wajar. Bisa juga wajar dengan pengecualian,” tuturnya.

“Saya tidak tahu persis kasus korupsinya apa, berapa nilainya, cakupan tahun berapa, karena itu saya tidak dapat beri komentar apapun terkait kasus dugaan korupsi suatu daerah,” tambah Ade.

Terpisah, Bupati kobar Hj. Nurhidayah, S.H.,M.H. merasa bersyukur atas capaian pemkab dalam urusan LKPD. Bupati mengapresiasi seluruh jajaran yang telah bekerja keras dalam mewujudkan itu. “Alhamdulilah Kotawaringin Barat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian atas laporan keuangan yang ketujuh kalinya secara berturut-turut, sekaligus dengan nilai opini tertinggi hampir 100persen tindak lanjut atas pemeriksaan. Ini adalah hasil kekompakan seluruh tim yang terlibat,” ucap Hj Nurhidayah.

Bupati perempuan pertama di Kalteng ini terus mengajak jajarannya untuk lebih konsisten melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat. Pemeriksaan oleh BPK atas LKPD ini ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan, dengan memperhatikan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. (nue/ce/ala)

Exit mobile version