TAMIANG LAYANG-Persoalan pengrusakan sempadan Sungai Bumut Desa Saing, Kecamatan Dusung Tengah yang diduga dilakukan oleh PT Sawit Graha Manunggal (PT SGM) berbuntut panjang. Meski menggarap lahan di areal Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahannya sendiri, namun korporasi yang bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit ini disebut melanggar aturan dalam pembukaan lahan atau land claring sehingga mengancam kelestarian lingkungan.
PT SGM disebut mengabaikan aturan saat membuka lahan yang berdekatan dengan sungai. Padahal sesuai dengan ketentuannya, aktivitas perusahaan tentu ada batasan-batasannya. Yakni untuk sungai kecil jarak penggarapannya 25 meter dan sungai besar 50 meter. Khusus untuk Sungai Bumut masuk kategori sungai kecil, sehingga seharusnya jaraknya 25 meter. Namun pada kenyataannya PT SGM menggunakan ekskavator menggarap lahan hingga sempadan sungai.
Mengetahui hal ini, Bupati Bartim Ampera AY Mebas ikut angkat bicara. Orang nomor satu di Bartim ini menyebut PT SGM diberi sanksi administrasi. Perkebunan yang bergerak dibidang kelapa sawit di Kabupaten Bartim itu akan kembali diberikan tindakan tegas apabila dalam ketentuan tidak menjalankan kewajiban dalam perbaikan sumber mata air warga di Desa Saing, Kecamatan Dusun Tengah.
Bupati Ampera AY Mebas menyikapi persoalan itu telah mengintruksikan penghentian aktivitas PT SGM. Pemerintah daerah dengan tegas menyetop sementara aktivitas di kawasan Sungai Bumut anak Sungai Liau. “Sudah di sanksi administrasi dan diminta untuk melakukan perbaikan di kawasan bermasalah,” ucap bupati diwawancarai awak media, kemarin (1/7).
Menurutnya, kewajiban perbaikan dilakukan diantaranya dengan menanam pohon mengembalikan ekosistem sungai dengan tenggat waktu ditentukan. Tetapi, tegas bupati, jika hal tersebut belum dilakukan pemerintah akan lebih keras dalam pemberian sanksi lanjutan sampai rekomendasi pencabutan HGU.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Bartim, Wahyudinnoor menegaskan, persoalan serius yang dilakukan PT SGM mesti dikawal. Pemerintah daerah melalui teknis DLH diminta serius menindaklanjuti.
“Adanya penggusuran terindikasi melakukan kerusakan lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Otomatis pada kegiatan sehari – hari warga sekitar termasuk ekosistem dan habitat biologis sungai,” sebut pria lulusan Pascasarjana Ilmu Lingkungan UPR tersebut kepada Kalteng Pos.
Menurutnya, pemerintah desa juga diminta segera mencek fakta yang terjadi. Jika benar melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan tentu juga terhadap hukum adat. “Jangan sampai kerusakan bertambah parah oleh alat – alat berat perusahaan merusak lingkungan lainnya,” tegas politikus asal PKB tersebut. (log/ala)