MENDUNG menggelayut di atas langit Kota Kasongan, ibu kota Kabupaten Katingan. Di Taman Religi, tepat di bawah jembatan yang membentang di atas Sungai Katingan, para pengungsi berlindung dari amarah alam. Mereka dirundung kecemasan. Membayangkan awan gelap itu menangis lagi. Banjir makin menjadi.
Hefi dan 40 orang warga memilih mengungsi. Sudah lima hari. Bagian dalam rumahnya yang berada di Gang Saudara, Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir digenangi air. Ia terpaksa tinggal di tenda pengungsian bersama suami, tiga anaknya, dan sanak saudara.
Sore itu, ibu berusia 31 tahun itu sibuk menatap meja yang difungsikan sebagai dapur dadakan. Didirikan di atas bangunan terbuka beratap genting. Para ibu dan anak-anak mereka bercengkerama sambil bermain di atas tikar. Menunggu matang pisang goreng olahan Hefi yang tampak menggiurkan di atas wajan.
Hangatnya pisang goreng yang disuguhkan menjadi pengganjal di saat perut sudah lapar. Terlebih buat anak-anak yang baru saja selesai bermain air di tepian Sungai Katingan. Nasi bungkus belum diantar oleh petugas dapur umum.
Lokasinya berada sekitar 500 meter dari tenda pengungsian.
“Silakan dicicip mas,” ucap Hefi sesaat setelah mengangkat pisang goreng matang ke wadah plastik berwarna hijau.
“Sudah dua edisi banjir terakhir ini kami mengungsi, dulu-dulunya tidak pernah,” keluhnya.
Selama mengungsi, makan dijamin tiga kali sehari. Lauk berganti-ganti. Ikan, sarden, dan telur. Jika bosan, bersama-ibu-ibu lain memilih membeli sayur-sayuran. Memasak sesuai selera lidah. “Untuk bantuan, ada satu kali dari kapolda, dan ada juga dari komunitas-komunitas,” bebernya.
Senada disampaikan Rukiyah, pengungsi lain yang berharap cepat kembali pulang. Mengungsi bersama tiga orang anak dan enam orang cucu. Meninggalkan rumah sejak 26 Agustus lalu.
“Kami memilih mengungsi, cari aman. Cucu kan masih kecil-kecil. Di sini (pengungsian, red) air bersih dan listrik juga terjamin,” bebernya.
Kondisi banjir yang diprediksi masih terjadi sepekan ke depan ini juga menambah beban kerja bagi anggota yang bertugas. Seperti yang dirasakan salah satu anggota yang tergabung dalam Satgas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Kelurahan Kasongan Lama.
Selain memberikan edukasi soal protokol kesehatan dan melacak persebaran Covid-19, saban hari mereka juga mengurusi para pengungsi dan memberi pelayanan kepada warga yang masih bertahan di rumah masing-masing.
Dalam kesempatan itu, wartawan Kalteng Pos menyempatkan mengikuti langkah Babinsa Kelurahan Lama Sertu Sutiono, Bhabinkamtibmas Kelurahan Kasongan Lama Bripka Gatot, Kasi Trantip Eti Supriyati, dan anggota Satgas PPKM menyusuri permukiman padat penduduk.
Lokasi pertama di Gang Saudara, RT 11/RW 04. Berlanjut ke RT 13/RW 04 yang mengalami banjir terparah. Ketinggian air di lokasi itu bisa sampai 1,5 meter.
Menerjang arus sembari memberi imbauan agar warga yang rumahnya sudah dimasuki air segera mengungsi. Juga mengingatkan anak-anak agar tidak berenang di titik air dalam dan mengantar ke titik aman untuk bermain. “Kebanyakan warga sini mengungsi di Taman Religi,” ujar Sutiono.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng per Kamis (2/9), terdapat tujuh kabupaten di Kalteng yang mengalami banjir. Meliputi Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kotawaringin Timur (Kotim), Pulang Pisau (Pulpis), Katingan, Gunung Mas (Gumas), Seruyan, dan Lamandau.
Kabupaten yang sudah menetapkan status tanggap darurat banjir adalah Kabupaten Kobar, Katingan, dan Kotim. Sementara Lamandau berstatus siaga darurat. Meski demikian, tingkat provinsi belum ada penetapan status terhadap bencana alam ini.
“Di provinsi belum, dalam penentuan status siaga atau darurat banjir itu lebih kepada bagaimana kabupaten/kota lebih cepat melaksanakan koordinasi dengan provinsi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPBPK Kalteng Erlin Hardi.
Dari tujuh kabupaten yang dilanda banjir, lanjut Erlin, ada 32 kecamatan, 151 kelurahan/desa, 19.813 KK yang terdiri dari 32.217 jiwa terkena dampak. Tak hanya itu, derasnya luapan air juga mengakibatkan 13.770 unit bangunan mengalami kerusakan. “Tidak ada laporan adanya korban jiwa,” sebutnya.
Dinas Sosial (Dinsos) Kalteng sejauh ini hanya menyalurkan bantuan ke Kabupaten Seruyan dan Kotim. Bantuan yang disalurkan berupa beras, makanan siap saji, makanan anak, selimut, dan tenda gulung.
“Bufferstok yang ada terbatas, sehingga belum bisa membantu seluruh lokasi yang terdampak banjir. Saat ini kami masih menunggu droping bantuan dari Kemensos. Semoga minggu depan sudah turun,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinsos Kalteng Farid Wajdi.
Bupati Kotim Halikinnor menyebut, banjir di wilayahnya mulai meluas ke daerah hilir. Desa Hanjalipan, Kecamatan Kotabesi merupakan salah satu desa yang mulai terdampak, selain enam kecamatan yang ada di wilayah hulu. Aktivitas warga di desa itu lumpuh total. “Sekarang ini banjir mulai meluas dari wilayah hulu ke hilir Sungai Mentaya, kiriman air dari wilayah hulu sangat cepat,” ucapnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono menuturkan, saat ini daya tampung dan daya dukung lingkungan menurun karena deforestasi masih terjadi di wilayah Kalteng.
“Itu semua baik yang mengatasnamakan perizinan maupun non-perizinan. Penegakan hukum menjadi sangat penting untuk menekan deforestasi yang terjadi saat ini,” katanya kepada Kalteng Pos, Kamis (2/9).
Dijelaskannya lagi, intensitas hujan saat ini memang cukup tinggi. Namun apabila daya dukung dan daya tampung lingkungannya masih baik, maka tidak bakal terjadi banjir seperti saat ini.
Faktor penyebab bencana ekologis di Kalteng, menurut Dimas, karena sistem pengelolaan sumber daya alam tidak diperbaiki, yang akhirnya menyebabkan terjadinya alih fungsi hutan dan perusakan hutan.
Pemerintah didesak untuk melakukan evaluasi atas izin-izin yang ada di Kalteng. Perlu diperbaiki kembali hutan yang hilang atau rusak. Tidak ada lagi kesempatan untuk memberikan ruang investasi yang berdampak hilangnya tutupan hutan.
“Pemerintah sebaiknya menyelesaikan akar masalah dari penyebab bencana ini, evaluasi izin, audit lingkungan, penegakan hukum, dan memperbaiki langkah yang sebaiknya diambil,” tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan penuturan Alfandy selaku prakirawan BMKG Stasiun Tjilik Riwut Palangka Raya, sepekan ke depan sebagian besar wilayah Kalteng masih berpotensi turun hujan dengan intensitas sedang hingga deras yang disertai petir dan angin kencang. Mencakup wilayah Gunung Mas bagian utara, Katingan bagian utara, Seruyan bagian utara, dan wilayah Kotim bagian utara. “Lamandau, Sukamara dan Kobar juga berpotensi terjadi cuaca ekstrem,” ujarnya.
Dikatakannya, sekarang ini suhu muka laut di wilayah Kalimantan, terutama di Kalteng bagian selatan, berkisar antara 30-32 derajat celsius.
“Ketika suhu muka lautnya hangat, akan menambah pembentukan awan, dipengaruhi dari konvergensi serta labilitas dinamis atmosfer lokal di wilayah Kalteng yang memacu terjadinya pembentukan awan-awan hujan bahkan cuaca ekstrem seperti angin kencang dan petir,” terang Alfandy.
Karena curah hujan yang cukup tinggi ini pula, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan ada daerah di Kalteng yang sama sekali tidak mengalami musim kemarau. (abw/nue/sja/ce/ram)