TAMIANG LAYANG – Fakultas Teknik Universitas Kristen Palangka Raya melakukan studi metode pelaksanaan Pondasi pada Jembatan Kayu Sei Karau. Jembatan yang sudah berusia 92 tahun buatan Belanda ini berada di Kota Ampah, Barito Timur (Bartim).
“Jembatan ini masih dapat dipergunakan untuk penyeberangan masyarakat untuk menuju ke pasar Ampah. Masih bertahan dan tidak banyak perubahan bentuk akibat penggunaan, alam, daya dukung tanah dan lain-lain yang sekiranya dapat merusak struktur jembatan ini,” terang Maretina Eka Sinta ST MT dan Jaro Lelond Tuah yang melakukan penelitian, belum lama ini.
Dijelaskan ina (panggilan Maretina) jembatan ini memiliki panjang 27 Meter dan Lebar 4 Meter. Walau jembatan mengalami perubahan bentuk akibat umur pakai yang sudah begitu lama, tetapi masih bisa dilaksanakan pengukuran dan penyusunan gambar jembatan itu kembali. Penggambaran ulang dilakukan berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan pada Jembatan Belanda Sei Karau.
Lebih lanjut, diterangkannya, mereka melakukan pemeriksaan dan pengukuran objek, wawancara kepada tokoh dan saksi mata dan menggambar ulang jembatan kayu Sei Karau sebagai bahan pendekatan secara teknis untuk penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK). Hasilnya diperkirakan KAK pembangunan jembatan Kayu Sei Karau khususnya pelaksanaan pemancangan pondasi dilakukan dalam dua tahapan.
“Pertama tahap persiapan, dipersiapkan balok pondasi persiapan bahan untuk pondasi jembatan kayu Sei Karau, ukuran yang diperlukan yaitu Balok Ulin 25/25 Cm dengan panjang 4 meter sebanyak 36 potong di lokasi/hutan. Kemudian pengangkutan bahan pengangkutan bahan dari lokasi/hutan menggunakan tenaga hewan (Sapi beban), di daerah tertentu dan sebagiannya menggunakan rel dengan lori,” terangnya.
Selanjutnya, untuk Jaro Lelond Tuah menambahkan, untuk pemancangan di antaranya dilakukan persiapan dilakukan titik-titik pemancangan dengan melakukan pembersihan lokasi. Kemudian pembuatan sumuran/lubang titik pancang agar tidak meleset dari titik rencana, pembuatan sumuran diperkirakan kedalaman 1 meter dengan menggunakan alat manual.
Pemasangan rangka bantu dengan mengunakan kayu bulat atau bambu untuk menahan posisi tiang pancang agar tidak bergeser. Selanjutnya mendirikan tiang pondasi dengan bantuan rangka pengarah ke arah lubang sumuran mempergunakan tenaga manusia.
“Dan seterusnya dilakukan sejumlah tahapan hingga pemasangan balok sloof jembatan dengan cara mengangkat ke atas tiang pondasi, lalu diikat dengan menggunakan klam besi dengan tebal 3 mm. terakhir dilakukan pembersihan,” tambahnya.
“Dari uraian KAK tersebut, memberi gambaran pelaksanaan pondasi jembatan kayu Sei Karau pada tahun 1.929 dengan segala keterbatasan data yang dimiliki. Jika dibandingkan dengan Kerangka Acuan Kerja pada saat ini memang ada perbedaan, namun secara garis besar tahapan sudah terpenuhi,” lanjutnya. (ans/b-5)