PALANGKA RAYA-Sidang perkara kasus pidana korupsi (Tipikor) dana hibah penyertaan modal pemerintah daerah Kabupaten Kapuas kepada PDAM dengan terdakwa Widodo kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangka Raya, Rabu (7/7).
Adapun agenda sidang kali ini adalah mendengarkan tanggapan jaksa terhadap pledoi pembelaan yang dibacakan oleh terdakwa widodo maupun penasihat hukumnya ,yakng terdiri atas Hari Setiawan SH MH, Morison Sihitte SH dan Maruli SH pada sidang yang digelar sehari sebelumnya. Dalam replik yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Supritson SH Pada intinya jaksa menolak nota pembelaan yang diajukan pihak terdakwa .
Diketahui bahwa pada saat pembacaan nota pembelaan, penasihat hukum Widodo mengakui bahwa di tahun 2016-2018 memang ada penggunaan dana dari kas PDAM Kapuas yang tidak dapat di pertanggung jawabkan oleh Widodo bukti penggunaannya. Namun dikatakan oleh penasihat hukum bahwa jumlah dana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan itu tidaklah mencapai Rp 7.418.444.650,- sebagai mana laporan hasil audit laporan perhitungan kerugian negara dari kantor BPKP Provinsi Kalimantan Tengah.
Menurut penasihat hukum widodo, yakni Hari Setiawan SH saat pembacaan pembelaan, jumlah kerugian negara dalam kasus perkara ini hanya sebesar Rp 3.041.898.950 atau sebesar Rp 3.899.392.235,- yang di peroleh berdasarkan hasil dari kegiatan proyek SRMBR yang dilakukan PDAM Kapuas..
Tetapi menurut Supritson, cara perhitungan kerugian negara yang disampaikan penasihat hukum terdakwa tersebut tersebut tidak benar. Karena menurut Supritson berdasarkan keterangan ahli BPKP sudah dijelaskan bahwa pada tahun 2016,2017,dan 2018 di PDAM Kapuas Memang BPKP perwakilan Kalteng pernah melakukan verifikasi untuk pelaksanaan kegiatan SRMBR.
“Namun kegiatan verifikasi tersebut jelaslah bukan audit perhitungan kerugian negara,” tegas Supritson dalam tanggapan replikanya itu lagi.
Karena menurut Jaksa, terdapat perbedaan menyangkut dasar cara yang digunakan untuk mencari data serta cara mengolah data antara proses verifikasi dengan proses audit investigasi perhitungan kerugian negara. Dikatakannya, bahwa di dalam proses verifikasi, data yang diambil oleh tim BPKP hanya merupakan data sample. Sedangkan untuk laporan audit kerugian negara dilakukan dengan metode audit investigasi dan dilakukan pengambilan data secara menyeluruh.
Karena itu JPU meminta agar majelis hakim pengadilan Tipikor yang menyidangkan perkara kasus korupsi ini yang diketuai oleh Hakim Alfon untuk menyatakan mengesampingkan alat bukti surat perhitungan kerugian negara yang sudah diajukan penasihat hukum terdakwa Widodo dan disampaikan saat pembacaan nota pembelaan.
“Sehingga Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan Propinsi Kalimantan Tengah Nomor : SR-2957/PW15/5/2020 tanggal 1 Desember 2020, yang sudah seharusnya dipandang sebagai alat bukti surat yang dapat unsur kerugian negara yang dalam kasus ini perbuatan perbuatan terdakwa telah merugikan negara sebesar Rp 7.418.444.650,,” kata Supritson menyebutkan jumlah kerugian negara tersebut.
Oleh karena itu dalam kesimpulan repliknya, JPU menyatakan menolak seluruh pembelaan yang di ajukan pihak Widodo dan pihaknya tetap berpegang pada isi tuntutan yang dibacakan JPU sebelumnya .
Adapun dalam isi tuntutannya, diketahui JPU meminta agar majelis hakim dalam putusannya menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Widodo dengan putusan hukuman penjara selama 9 tahun, denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider kurungan selama empat bulan.
Selain itu JPU juga meminta agar majelis hakim menghukum Terdakwa untuk membayar uang penganti sebesar 6.574.896.594,00 (enam milyar lima ratus tujuh puluh empat juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu lima ratus sembilan puluh empat rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut maka dirinya harus menjalani hukuman penjara selama 4,5 tahun.
“Kami memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menjatuhkan putusan kepada Widodo,SE sesuai surat tuntutan penuntut umum sebagai mana yang sudah di bacakan dan disampaikan dalam sidang pada hari selasa ,tanggal 29 juni 2021,” kata Supritson sesaat sebelum mengakhiri pembacaan replikanya tersebut.
Seusai pembacaan replik dari JPU ,Ketua majelis hakim Alfon kemudian bertanya kepada penasihat hukum Widodo, terkait tanggapan mereka atas replik dari jaksa tersebut.
Penasihat Widodo, Morison Sihitte SH dalam tanggapannya yang diucapkan secara lisan menyatakan pihaknya tetap berpegang pada isi pembelaan yang di sampaikan sebelumnya.
“Terima kasih yang mulia, kami menanggapi secara lisan saja, kami penasihat hukum tetap berpegang pada nota pembelaan,” ucap Morison yang disampaikan kepada ketua majelis hakim Alfon.
“Jadi penasihat hukum tetap pada pembelaannya ya,” tanya ketua majelis hakim dalam penegasannya kepada penasihat hukum yang di jawab dengan anggukan kepala oleh Morison Sihitte.
Mendengar jawaban tersebut ketua majelis hakim pun mengatakan bahwa seluruh sidang terkait penuntutan dan pembelaan telah selesai. Sehingga agenda terakhir dari kasus korupsi ini tinggalah agenda putusan vonis dari majelis hakim. Dikatakan Alfon berdasarkan kesepakatan dari seluruh anggota majelis hakim , putusan kepada terdakwa Widodo akan di bacakan ada sidang putusan yang di gelar pada hari Jumat 9 Juli 2021 mendatang.
“Sidang hari ini ditunda dan dilanjutkan kembali pada hari Jumat tanggal 9 Juli 2021 dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim,” kata Alfon sebelum menutup persidangan kasus korupsi ini.
Sementara itu ketika kasi pidsus Kejari Kapuas ,Stirman Eka PS,SH yang juga merupakan anggota tim penuntut umum dalam kasus korupsi di PDAM Kapuas ini mengatakan bahwa replik yang yang di ajukan penuntut umum dalam agenda sidang kali ini merupakan tanggapan atas isi pembelaan yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa widodo di sidang sebelumnya.
Dikatakannya bahwa dalam kasus korupsi ini ,tim dari JPU tetap berpegang bahwa terdakwa widodo telah terbukti sesuai dakwaan Primair Penuntut Umum, yaitu melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UURI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
“Sedangkan penasihat hukum terdakwa menganggap bahwa perbuatan terdakwa itu melanggar dakwaan subsider yaitu pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , itu yang kita tolak,” kata Stirman yang di wawancara seusai sidang tersebut.
Selain itu dikatakannya bahwa di dalam nota replik tersebut jaksa juga menyatakan menolak nilai perhitungan kerugian negara yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa yang di hitung berdasarkan perhitungan hasil verifikasi BPKP. Menurut Stirman nilai kerugian negara yang benar adalah nilai yang tercantum dalam laporan hasil Audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP perwakilan Kalteng yakni besar Rp 7,4 Miliar. Karena menurut Stirman dalam proses Audit perhitungan kerugian negara , seluruh data keuangan PDAM Kapuas di periksa oleh tim audit BPKP secara menyeluruh.
“Makanya kami tetap berpatokan kerugian negara mencapai Rp 7,4 Miliar karena berdasarkan audit kerugian keuangan negara dari BPKP itu,” pungkas Stirman diakhir keterangannya. (sja/ala)
.