Pandemi Covid-19 menghantam hampir semua sektor usaha. Tak terkecuali pemilik usaha Maestro Foto di Palangka Raya. Job atau pekerjaan yang dahulunya ramai, sekarang makin sepi. Demi bertahan hidup, perlu memutar otak mencari sumber pendapatan lain.
PATHUR RAHMAN, Palangka Raya
“Job berkurang selama pandemi ini, sebelumnya ada banyak job untuk acara pernikahan dan wisuda, tapi sekarang ini minim sekali. Kalau kolaps sih enggak, tapi yang pastinya cukup sepi job-nya,” cerita Sri Wasisto Jati saat ditemui Kalteng Pos, Jumat (9/7).
Sri Wasisto Jati dan Handiyah Tary merupakan pemilik Maestro Foto Palangka Raya. Usaha mereka sangat terdampak kala pandemi Covid-19 melanda sejak Maret 2020 lalu. Selain menyediakan jasa foto, juga menyediakan jasa pencetakan seperti kalender, sertifikat diklat, dan tabloid.
Selama pandemi ini, Sri Wasisto Jati hanya mendapat job foto kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan maupun swasta. Selain itu, ia juga biasa menerima job foto studio keluarga, foto keperluan untuk nikah, dan jasa cetak foto. “ Selama pandemi saya lebih sering stand by di studio, karena lebih banyak job yang dikerjakan dalam studio,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Handiyah Tary selaku istri dari pemilik Maestro Foto dan Gifiz Snack mengisahkan, dirinya mulai mencari upaya untuk menambah penghasilan sejak pendapatan bisnis fotografi menurun drastis akibat pandemi. Usaha itu dimuali setelah ia bergabung dengan kelompok Berkah Gawi Hapakat yang merupakan binaan dari Dinas Perikanan (Diskan) Kota Palangka Raya. Dalam kelompok itu ia bisa mengikuti pelatihan keterampilan pengolahan makanan berbahan dasar ikan.
Di sana Tary mendapatkan ilmu mengolah camilan-camilan kering seperti amplang berbahan dasar ikan. Setelah belajar sejumlah ilmu, ia dipercaya menjadi tutor atau pelatih pengolah makanan berbahan dasar ikan.
Tary pernah melatih masyarakat Kelurahan Tangkiling serta melatih kader-kader Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kelurahan Bukit Tunggal.
“Setelah menjadi pelatih atau tutor pengolah ikan di beberapa tempat, barulah saya cukup percaya diri untuk memproduksi camilan sendiri untuk menambah pendapatan,” ungkapnya.
Sejauh ini produk camilan karya tangannya berupa amplang ikan, stik ikan, dan keripik pisang. Semuanya merupakan produk unggulan.
Sebelumnya Tary pernah membuat produk frozen seperti pempek ikan.Namun karena pangsa pasar yang rendah, produksi pun dihentikan. Untuk jenis ikan, Tary memilih menggunakan ikan tenggiri. Dalam sekali produksi menghabiskan lima kilogram daging ikan giling.
Dua kilogram ikan utuh hanya menghasilkan satu kilogram ikan giling. Produksi pun dilakukan dua kali sebulan. 10 kilogram daging ikan tenggiri giling bisa menghasilkan 100 bungkus amplang dan stik ikan.
“Pemasaran via online, pemasaran sudah sampai ke Bali, Jakarta, Bandung, bahkan pernah kami jual amplang ikan ini via online ke Singapore, harganya Rp20.000 per bungkus dengan berat 100 gram,” terangnya.
Tary membeberkan, kendala utama menjalankan usaha di tengah pandemi Covid-19 adalah cukup sulitnya pemasaran produk karena daya beli masyarakat yang menurun. Kendala lain yang ditemui adalah ketersediaan bahan baku ikan.
Ia menyebut, sebelum pandemi melanda, ada banyak agenda perjalanan dinas, sehingga para perangkat daerah dari dinas provinsi maupun dinas kota sering memborong produk olahannya sebagau suvenir.
Pemasaran dilakukan Tary dengan sistem door to door ke kantor-kantor dinas maupun kantor lainnya untuk memperkenalkan produknya. Apabila ada pelanggan yang tertarik membeli produknya, tak lupa ia menyimpan nomor pelanggan agar di kemudian hari bisa ditawarkan lagi produknya. “Alhamdulillah kadang-kadang Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Tengah sering memesan produk saya sebagai suvenir dalam kegiatan pelatihan,” ujarnya.
Tary berterima kasih kepada Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya khususnya Diskan Kota Palangka Raya yang telah memberikan keterampilan dan alat untuk memulai sebuah usaha. “Memang perlu usaha keras dan kepercayaan diri untuk memulai sebuah usaha,” tutupnya. (*/ce/ala)