PALANGKA RAYA-Perkara yang menjerat oknum aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng memasuki babak akhir. Terdakwa Simang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (tipikor). Hal itu diperkuat dengan vonis dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya yang menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun kepada terdakwa dalam sidang yang berlangsung Senin (13/9).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Simang dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim Totok Sapto Indrato membacakan putusan akhir dalam sidang kasus korupsi Siman yang di gelar secara telekonferensi di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
Dalam amar putusan setebal 103 halaman yang dibacakan bergantian oleh Totok Sapto Indrato dan hakim anggota Annuar Sakti Siregar, majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi ini menyatakan sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Palangka Raya yang menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tipikor, yaitu menyalahgunakan kekuasaan sebagai ASN di kantor Dishut Kalteng untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran untuk kepentingan diri sendiri.
Perbuatan Simang tersebut dinilai telah melanggar Pasal 12 huruf e Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya majelis hakim menyebut bahwa berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Simang selaku pegawai negeri di Dishut Kalteng telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu dengan memaksa meminta uang sebesar Rp300 juta kepada saksi korban bernama Rantau, dengan alasan untuk menutupi kasus illegal logging di Desa Tanjung Riu, Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas.
Kemudian Rantau bersama Veronika (istrinya) menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Simang.
Penyerahan uang dilakukan di rumah terdakwa, beralamat di Jalan Tilung, Palangka Raya pada 22 Februari 2021. Proses penyerahan uang direkam oleh saksi Veronika dengan menggunakan kamera ponselnya.
Menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa tersebut tidak patut dilakukan oleh seseorang yang berprofesi sebagai ASN.
“Terdakwa yang berdinas di Dishut Kalteng seharusnya berkewajiban untuk melakukan tindakan hukum menindaklanjuti laporan adanya illegal logging yang dilakukan oleh Rantau, tapi malah melakukan negosiasi dengan saksi Rantau,” kata Annuar Sakti Siregar yang membacakan pertimbangan dari putusan majelis hakim.
Majelis hakim juga menyatakan tidak sependapat dengan isi pembelaan yang diajukan penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa perkara ini seharusnya dalam ruang lingkup keperdataan, karena terdakwa Simang bertindak berdasarkan surat kuasa dari saksi Eri Buhui untuk mengatasi persoalan masalah tanah milik Eri Buhui yang digarap oleh saksi Rantau.
Menurut majelis hakim, sebelum penandatanganan surat dari Eri Buhui, sudah ada niat jahat dari terdakwa untuk meminta uang kepada saksi Rantau. Hal ini diwujudkan Simang dengan mengirim surat dan sejumlah foto kepada Rantau.
Selain fakta persidangan, ditemukan bukti bahwa surat kuasa yang ditandatangani Eri Buhui dibuat oleh Simang sesudah adanya pembicaraan dan penyerahan uang sebesar Rp150 juta itu.
“Terlebih surat kuasa dari Eri Buhui kepada Simang itu dibuat dan dikonsep oleh terdakwa Simang, karena Eri Buhui tidak bisa menulis dan membaca, bahkan bahasa Indonesia pun kurang fasih,” tambah Annuar.
Majelis hakim juga menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa Simang sebagai pertimbangan majelis hakim sebelum menjatuhkan vonis. Hal yang memberatkan terdakwa yakni perbuatannya sebagai seorang abdi negara dianggap tidak mendukung program pemerintah terkait pemberantasan tipikor. Selain itu, selama proses persidangan, terdakwa dianggap sering berbelit-belit memberikan keterangan.
“Hal yang meringankan terdakwa yakni belum pernah dihukum serta terdakwa memiliki keluarga dan merupakan tulang punggung dalam keluarga,” ucap hakim adhoc ini lagi menjelang akhir pembacaan putusan majelis hakim.
Menanggapi vonis majelis hakim, Simang dan penasihat hukumnya, Rusli Kliwon SH dan Guruh Nagen SH, meminta waktu untuk mempertimbangkan vonis tersebut. Permintaan serupa juga disampaikan oleh Irwan Ganda Saputra selaku JPU dari Kejari Palangka Raya.
“Kami juga pikir-pikir yang mulia,” kata pria yang juga menjabat Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palangka Raya.
Sebelum menutup sidang, Totok Sapto Indrato selaku ketua majelis hakim mengatakan memberi waktu selama tujuh hari kepada kedua belah pihak untuk menentukan sikap atas vonis tersebut.
“Waktunya tujuh hari untuk berpikir, silakan terdakwa dan jaksa menentukan sikap,” kata Totok sebelum mengetuk palu tanda menutup sidang.
Ditemui usai sidang, Irwan Ganda Saputra mengatakan bahwa pihaknya cukup puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya ini. “Meskipun kami menuntut terdakwa dengan pidana hukuman selama lima tahun, tetapi kami menghargai dan sependapat dengan putusan majelis hakim, terlebih tuntutan hukum dalam dakwaan itu (pasal 12 huruf e) memang minimal penjara selama empat tahun,” ucapnya kepada awak media sebelum meninggalkan gedung pengadilan. (sja/ce/ala)