PALANGKA RAYA-PT Mineral Palangka Raya Prima (MPP) menjadi sorotan setelah adanya insiden kecelakaan kerja salah satu karyawan di Desa Lahei RT 07, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Selasa (13/7). Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) hingga legalitas perusahaan tambang pasir kuarsa ini jadi perhatian sejumlah pihak, lantaran diduga belum mengantongin izin beroperasi.
Kepala Bidang Pengawasan Minerba, Energi Dan Air Tanah Agus Chandra mengatakan, PT Mineral Palangka Raya Prima (MPP) merupakan perusahaan yang perizinannya dikeluarkan oleh BKPM pusat dan sudah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sedangkan untuk kegiatannya, arahnya ke Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan atau Pemurnian atau juga disebut IUP OPK Olah Murni. Namun diketahui proses itu belum, tapi di lapangan perusahaan sudah mulai beraktivitas atau beroperasi.
“Jadi secara legalitas mereka belum memenuhi syarat untuk beroperasi, kapan mereka mulai beroperasi pun tidak ada melaporkan ke kami, dalam artian perusahaan ini masih dalam tahap proses perizinan,” ucap Agus saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/7).
Dikatakannya, semenjak terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, per 11 Juni 2020 semua proses perizinan menjadi kewenangan pusat. “Jadi siapa pun yang melakukan permohonan terkait dengan perizinan apa pun, semua sudah melalui pusat, bukan lagi di dinas,” bebernya.
Selain soal legalitas perusahaan, keberadaan warga negara asing (WNA) yang ikut menjadi korban dalam insiden tersebut juga dipertanyakan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Kapuas merasa kecolongan atas keberadaan WNA yang bekerja di PT MPP. Apalagi tiga korban WNA dalam laka kerja tersebut tidak terdaftar di Disnaker Kapuas.
Menyikapi hal ini, Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Palangka Raya akan memeriksa kembali status izin kerja dari tiga orang pekerja asing itu. “Kami akan cek ulang, nanti akan ketahuan setelah diperiksa,” terang Kasubsi Intelijen Keimigrasian M Syukran kepada Kalteng Pos, kemarin (16/7).
Menurutnya, saat ini pihaknya hanya tahu bahwa ketiga TKA tersebut memiliki perpanjangan izin tinggal. Namun pihaknya tak tahu sudah berapa lama ketiga orang tersebut tinggal di Kalteng atau di wilayah Indonesia. Dia juga menyebut bahwa pihak Imigrasi belum mengetahui apakah ketiga orang WNA asal Tiongkok itu sudah memiliki izin visa bekerja di perusahaan tersebut. “Itu akan kami periksa lebih dalam lagi,” ucapnya.
M Syukran mengaku tidak bisa memberikan keterangan detail terkait berapa lama para ketiga pekerja asing itu sudah tinggal dan bekerja di PT MPP. Pihak Imigrasi juga tidak tahu berapa banyak pekerja asing yang ada di PT MPP. Ditanya mengenai hasil pemeriksaan sementara pihak Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI terkait kasus ini, M Syukran menyebut permasalahan ini perlu pemeriksaan lebih dalam.
“Masih kami dalami, kami akan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan terlebih dahulu,” tuturnya.
Sementara, berdasarkan keterangan Kasi Teknologi Informasi Keimigrasian (Tikim) Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Palangka Raya Rizki Fajar Ernanda, berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, tercatat hingga Juni 2021, warga negara asing (WNA) yang memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) dan tinggal di wilayah naungan kantor ini berjumlah 180 orang.
“Mereka itu berasal dari berbagai negara dengan berbagai kepentingan,” terang Rizki sembari menambahkan bahwa para WNA pemegang Kitas ini diwajibkan memperpanjang izin tinggal di Kantor Imigrasi setahun sekali.
Rizki juga mengatakan bahwa ada 27 WNA yang memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap). Rata-rata para pemegang Kitap merupakan WNA yang memegang posisi jabatan tinggi di suatu perusahaan yang beroperasi di Kalteng atau sudah lama tinggal di Kalteng serta terikat perkawinan dengan warga negara Indonesia.
“Untuk mereka yang memiliki Kitap ini wajib memperpanjang izin tiap lima tahun,” ujar Rizki.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Kapuas Raison dan Camat Mantangai Yubderi mengakui kecolongan dengan adanya TKA yang bekerja di wilayah Kapuas. Sebab, ketiga TKA yang turut menjadi korban dalam insiden laka kerja tidak terdaftar di Disnaker alias tidak dilaporkan oleh pihak perusahaan.
“Dari update data yang kami miliki per Juli 2021, hanya ada sekitar 23 WNA dari 8 perusahaan yang mempunyai izin kerja di wilayah Kabupaten Kapuas, jujur saya katakan bahwa PT MPP sama sekali belum ada melaporkan ke kami,” ungkap Raison, Kamis (16/7).
Yubderi selaku Camat Mantangai saat dikonfirmasi Kalteng Pos mengaku menyesalkan terkait insiden yang terjadi di PT MPP hingga menelan korban jiwa.
“Secepatnya kami akan melakukan peninjauan ke lokasi kejadian dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk pendataan, setidaknya mereka kooperatif dalam memberi laporan, jangan seperti ini, setelah kejadian baru lapor,” ucapnya. (mar/kpg/sja/ce/ala)