Site icon KaltengPos

Sidang Tipikor Oknum Guru, Tiga Kali Dipanggil sebelum Rekening Diblokir

ilustrasi

PALANGKA RAYA-Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjerat Bijuri, mantan guru SDN 1 Sampirang I digelar kembali di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Senin (18/10). Oknum guru ini didakwa melakukan korupsi menerima “gaji buta” sejak 2016 hingga 2020, karena terdakwa tidak menjalankan tugas sebagai seorang pengajar di sekolah yang berada di Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) tersebut.

Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Utara. Sidang dilaksanakan secara daring di ruang sidang Tirta, gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Pada persidangan tersebut, JPU menghadirkan empat orang saksi.

Keempat saksi tersebut yakni Kabid Ketenagaan dan Pembinaan Dinas Pendidikan (Disdik) Batara Sri Hartati, Juandy sebagai juru bayar gaji kantor disdik, Masrifin selaku tenaga pengawas, dan Plt Kadis Disdik 2019 Hery John Setyawan. Setelah diambil sumpah oleh ketua majelis hakim Erhammudin SH MH, keempat saksi itu bergiliran memberikan kesaksian.

Para saksi ini memberikan keterangan yang membenarkan berdasarkan hasil pemeriksaan di SDN 1 Sampirang I, Kecamatan Teweh Timur, terdakwa Bijuri diketahui sering tidak masuk mengajar di tempat tugasnya itu.

Sebagian dari saksi ini juga membenarkan jika alasan Bijuri tidak masuk mengajar di sekolah tersebut karena letak sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Bijuri disebutkan sudah beberapa kali dipanggil Disdik Batara untuk menjelaskan alasannya yang sering tidak mengajar. Juga pernah disarankan membuat permohonan tertulis kepada Kadisdik Batara untuk pindah mengajar. Namun, saran itu tidak pernah dihiraukan dan ditanggapi oleh Bijuri.

Kepala Bidang (Kabid) Ketenagaan dan Pembinaan Disdik Batara Sri Hartati dalam kesaksiannya menyebut bahwa Disdik Batara sampai melayangkan tiga kali pemanggilan terhadap terdakwa Bijuri. Dua kali pemanggilan yang dilakukan lewat kepala SDN 1 Sampirang I tidak mendapatkan tanggapan. Barulah pada pemanggilan ketiga direspons Bijuri.

“Sampai dua kali kami datang ke SDN 1 Sampirang I untuk bertemu dengan Bapak Bijuri, tapi tidak bertemu juga, dan terakhir bertemu Bapak Bijuri di ruangan kadisdik beserta pengawas dan penilik di sana,” terang Sri Hartati dalam kesaksiannya sambil menambahkan pemanggilan terhadap Bijuri dilakukan pada 2019 lalu.

Dalam pertemuan itu, kata Sri Hartati, dirinya memberikan arahan dan masukan kepada terdakwa Bijuri untuk aktif mengajar di sekolah tempat tugasnya. Selain itu, kepada terdakwa Bijuri disarankan membuat surat permohonan pindah mengajar ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. “Saya sarankan untuk buat permohonan, tapi tidak dilaksanakan,” terang Sri.

Ketika ditanya Jaksa Ramdhani SH dan Aditia SH, Sri Hartati membenarkan bahwa dirinya yang membuat rekomendasi kepada Plt Kadisdik Batara Herry John Setiawan untuk menyetop sementara gaji terdakwa Bajuri. Keputusan pemblokiran gaji Bijuri ini dilakukan, karena pihaknya menerima lagi laporan dari pengawas, kepala SDN 1 Sampirang I, dan masyarakat Desa Sampirang I yang menyebut bahwa terdakwa Bijuri masih mengulangi perbuatannya, yaitu tidak masuk mengajar di SDN 1 Sampirang I.

“Benar, kami melakukan kordinasi dengan bendahara, seluruh kepala bidang, kepala sekolah, dan juga masyarakat, kami dapat laporan kalau yang bersangkutan tidak aktif menjalankan tugas,” ujar Sri Hartati sembari menambahkan bahwa pemblokiran gaji itu dilakukan pada Oktober 2020.

“Jadi setelah adanya pertemuan pada 2019, saudara terdakwa diminta untuk aktif mengajar lagi, tapi karena tidak dilaksanakan, barulah dilakukan pemblokiran gaji, betul apa tidak?” tanya Ramdhani kepada Sri Hartati.

“Betul begitu pak,” jawab perempuan berjilbab ini dengan tegas.

Sri mengatakan bahwa pemblokiran gaji tersebut merupakan bagian dari tugas pembinaan dan pendisplinan pegawai di lingkungan Disdik Batara, sekaligus sebagai peringatan terhadap para pegawai yang lain, terutama soal aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sri Hartati juga mengatakan, setelah dilakukan pemblokiran gaji, terdakwa Bijuri sempat menemuinya, meminta agar dibuka kembali rekening gaji. Namun, permintaan tersebut ditolak Sri Hartati.

“Pada bulan November 2020, beliau (terdakwa Bijuri, red) beberapa kali datang menemui saya, minta agar pemblokiran gaji dibuka, tapi tidak saya izinkan, karena beliau sedang ada kasus,” ujar Sri Hartati.

Ketika jaksa Ramdhani bertanya apakah dirinya mengetahui bahwa terdakwa Bijuri pada 2020 pernah mengajar di SDN 1 Sampirang II sebagai guru titipan, Sri Hartati menjawab tidak tahu akan hal itu.

Dikatakannya, Disdik Batara tidak pernah mengeluarkan surat resmi kepada Bajuri untuk pindah mengajar sebagai guru titipan di SDN 1 Sampirang II. “Yang namanya pindah itu tentunya ada proses, kalau memindah diri sendiri, itu tidak sah,” ujar Sri Hartati.

Ketika jaksa melempar pertanyaan, apakah tempat kerja yang jauh dari tempat tinggal bisa dijadikan alasan pembenaran bagi terdakwa Bijuri untuk tidak masuk mengajar selama empat tahun, Sri Hartati secara tegas mengatakan tidak bisa.

“Itu tidak boleh pak, bagi seorang PNS, bila sudah ditempatkan, harus siap menjalankan tugas,” ujar Sri.

Pada akhir keterangannya, Sri Hartati mengaku tidak mengetahui terkait proses pemberhentian terdakwa Bajuri sebagai guru dan PNS. “Karena proses pemberhentian beliau (terdakwa Bajuri, red) ditangani langsung oleh Inspektorat Barito Utara (Batara) pak,” ucap Sri Hartati mengakhiri kesaksian.

Sementara, mantan Plt Disdik Batara Herry Jhon Setiawan dalam kesaksiannya mengatakan bahwa dirinya tahu permasalahan terkait terdakwa Bijuri ini pada November 2020.
“Waktu saya menjabat sebagai Plt Disdik, saya dapat informasi dari Kabid Pembinaan kalau ada seorang guru yang sekarang bermasalah di kejaksaan karena terindikasi tidak pernah mengajar dan menyalahgunakan dana negara,” terang Herry yang mengaku menjabat sebagai Plt Disdik Barut selama tiga bulan sampai Februari 2021.
Setelah mendapat informasi tersebut, Herry meminta kepada Kepala bidang Ketenagaan dan Pengawasan Disdik untuk mengecek ke SDN 1 Sampirang I. “Dari hasil pengecekan di lapangan, akhirnya saya berpikir bahwa sesuai PP Nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri, maka diambil langkah berupa pemblokiran rekening gaji yang bersangkutan di Bank Pembangunan Kalteng,” ungkapnya.

Herry juga membenarkan ketika jaksa memperlihatkan bukti surat permintaan pemblokiran rekening gaji terdakwa Bijuri yang dibuat oleh Disdik Batara ke Bank Kalteng yang ditandatanganinya.

“Ini suratnya ya yang ditandatangani dan dibuat tahun 2020?” tanya jaksa Ramdhani kepada Herry sembari memperlihatkan surat yang dimaksud. “Iya, benar,” jawab Herry.
Kemudian, Robby Cahyadi SH selaku penasihat hukum terdawak bertanya kepada Herry. Mengapa tindakan pemblokiran gaji baru dilakukan pada 2020, padahal tindakan terdakwa sudah dilakukan sejak 2016.

“Saudara saksi mengatakan melakukan pemblokiran gaji dilakukan bulan November atau Desember 2020 ketika saksi menjabat. Kenapa sebelumnya tidak dilakukan pemblokiran?” tanya Robby Cahyadi kepada saksi Herry.

Herry menjawab jika dirinya tidak tahu persis alasan pemblokiran gaji tidak dilakukan dari sebelumnya. “Untuk hal tersebut, saya sendiri tidak tahu persis alasannya,” jawab herry.
Namun berdasarkan sistem aturan, menurut Herry, seyogianya pihak Disdik Batara bisa melakukan pemblokiran gaji tersebut sejak awal masalah muncul, sekaligus melakukan komunikasi dan pembinaan terhadap yang bersangkutan.

Saksi yang juga memberikan kesaksian saat itu adalah Juandy, selaku juru bayar gaji guru dan penjaga sekolah kantor disdik tahun 2017. Juandy mengaku mengetahui perihal terdakwa Bijuri yang sering tidak aktif mengajar. “Informasi itu saya dapat dari seorang rekan guru,” ujar Juandy.

Terkait gaji Bijuri sepanjang 2017, Juandy mengatakan, gaji pokok bulanan terdakwa biasanya diterima oleh istri atau anaknya. Sedangkan gaji tambahan berupa tunjangan penghasilan guru, diambil sendiri oleh Bijuri.

“Untuk tunjangannya, jumlahnya Rp1.500.000,” ujar pria yang mengaku menjadi juru bayar gaji sejak Januari 2017 hingga Januari 2018.

Dikatakannya lagi, pada 2018 gaji untuk guru dan penjaga sekolah di Batara langsung dibayarkan melalui rekening bank.

Dalam sidang itu, terdakwa Bijuri sempat menyatakan keberatan. Dalam tanggapannya, terdakwa mengaku tidak pernah mendapatkan tawaran dari Kepala Bidang Ketenagaan dan Pengawasan Disdik Sri Hartati untuk mengajukan surat permohonan pindah mengajar sebagaimana dikatakan saksi.

“Saya belum pernah ditawarkan pindah, belum pernah pak,” ujar terdakwa.

Selain itu, terdakwa juga mengatakan tidak pernah kepala sekolah SDN 1 Sampirang I mengabsenkan dirinya dan melaporkan ke pihak disdik.
Ketua Majelis hakim pun mengatakan akan mencatat keberatan terdakwa. Rencananya sidang kasus ini akan dilanjutkan lagi Senin pekan depan, dengan agenda mendengarkan kesaksian lain dari saksi yang dihadirkan pihak JPU. (sja/ce/ala)

Exit mobile version