PALANGKA RAYA-Surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo tentang pengesahan perubahan nama-nama pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Perindo Kalteng masih menjadi polemik. Pernyataan Ketua DPW Partai Perindo Kalteng Sengkon yang menyebut ada pengurus tidak mematuhi SK tersebut, justru mendapat tanggapan keras dari Sekretaris DPW Perindo Kalteng Kisno Hadi.
Dikatakan Kisno, selaku pengurus dan kader Partai Perindo mengaku tidak mempermasalahkan pergeseran dirinya dalam kepengurusan DPW Partai Perindo, setelah terbitnya SK DPP Partai Perindo tanggal 6 Desember 2021. Namun yang dipersoalkan adalah surat usulan yang disampaikan ke DPP Perindo terkait nama-nama susunan pengurus DPW dan DPC dinilai melanggar AD/ART partai.
“Substansinya bukan patuh atau tidak patuh dengan perintah DPP, tapi ini terkait prosedur yang ditempuh oleh Ketua DPW Perindo Kalteng sehingga SK DPP terbit. Surat usulan tersebut tidak sesuai mekanisme partai. Bahkan surat tersebut tidak melalui sekretariat, sehingga bisa disebut ilegal,” tegas Kisno saat dimintai tanggapan terkait pernyataan Ketua DPW Perindo Kalteng, di Palangka Raya, Selasa (18/1).
Dikatakan Kisno, pokok persoalan bukan bergesernya dirinya dalam kepengurusan partai (karena dalam kepengurusan yang baru masih ditunjuk sebagai Wakil Ketua I DPW Perindo Kalteng), tapi karena pengusulan nama-nama pengurus tingkat DPD dan DPW ke DPP dianggap melanggar AD/ART partai.
“AD/ART itu kan aturan partai yang harus dipatuhi oleh kader dan pengurus. Kalau bukan pengurus dan kader partai itu sendiri yang mematuhi, lalu siapa lagi? Buat apa ada AD/ART kalau tidak digunakan dan dipatuhi. Ini yang harus dipahami beliau (Sengkon, red),” ucapnya.
Kisno mencontohkan aturan-aturan partai yang dilanggar. Misalnya, dalam anggaran dasar partai pasal 24 disebutkan bahwa DPW mengusulkan kepengurusan DPD dan DPW ke DPP. Jadi, yang berhak mengusulkan adalah DPW, bukan hanya ketua. Karena DPW terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.
Diperjelasnya lagi, dalam pedoman partai tertuang bahwa dalam hal administrasi dan surat-menyurat, yang bertanggung jawab adalah ketua dan sekretaris. “Artinya surat keluar itu harus ditandatangani oleh ketua dan sekretaris. Jadi kalau surat usulan itu hanya ditandatangani ketua saja, maka itu bukan usulan DPW. Nah ini substansi yang mau saya sampaikan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa dugaan adanya surat usulan kepengurusan partai yang menyalahi AD/ART dan tidak melalui mekanisme serta ketidakpatuhan terhadap aturan partai, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan tidak baik bagi pendidikan politik ke depan.
Terkait adanya SK yang berisi pergeseran Ketua DPW Perindo Kalteng Pancani Gandrung dari Ketua DPW menjadi Ketua Dewan Penasihat dan penunjukan Sengkon sebagai Ketua DPW, tidak serta-merta menghilangkan fungsi sekretariat. “Karena dalam SK tersebut dijelaskan bahwa sekretariat tetap berjalan seperti biasa, meski ada pergantian ketua. Artinya fungsi sekretaris tetap berjalan,” tuturnya.
Ia juga menyebut, terkait pengusulan nama-nama pengurus di tingkat DPD dan DPW, yang seharusnya melalui pleno baru diusulkan ke DPP, telah diketahui oleh Sengkon bagaimana prosedurnya. “Intinya beliau (Sengkon, red) itu tahu sebenarnya bagaimana aturannya, karena saya sudah memberikan penjelasan. Tapi beliau tidak mau melaksanakannya sesuai mekanisme. Ada apa?” tegasnya.
Sementara itu, Antoninus Kristianto mewakili kuasa hukum menyoroti soal pencabutan mandat atau penonaktifan Pancani Gandrung sebagai Ketua DPW Perindo Kalteng. Ia menilai mekanisme yang dilakukan DPP Partai Perindo telah menyalahi AD/ART. Pasalnya, untuk menonaktifkan seseorang, apalagi ketua wilayah, seharusnya ada teguran tertulis ataupun lisan sebagaimana AD/ART Partai Perindo.
“DPP Perindo harusnya memberikan kesempatan kepada Ketua DPW untuk memberikan hak jawab atas adanya surat yang diterima tersebut. Tapi itu tidak dilakukan. Inilah yang menjadi alasan kenapa pengurus yang ada merasa keberatan dan mengambil langkah-langkah hukum,” ucapnya.
Selain mengajukan gugatan ke Mahkamah Partai untuk penyelesaian masalah kepartaian, pihaknya juga akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya, karena menilai ada dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) yang sengaja dilakukan. (yan/uyi/ce/ala)