PALANGKA RAYA-Sidang kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di PDAM Kapuas yang menyeret terdakwa Widodo dilanjutkan kembali di Pengadilan Tipikor, Selasa (22/6). Sidang kali ini beragenda mendengarkan keterangan meringankan dari saksi yang diajukan penasihat hukum terdakwa. Namun agenda tersebut batal karena saksi yang diajukan justru mengundurkan diri. Hal itu diungkapkan oleh Heri Setiawan SH selaku penasihat hukum terdakwa.
“Sekitar jam 5 pagi tadi (Selasa pagi) saya diberitahu bahwa kedua saksi kami menyatakan mundur sebagai saksi,” kata Heri Setiawan kepada Ketua Majelis Hakim Alfon dalam persidangan.
Karena dua saksi batal untuk bersaksi, Heri Setiawan pun menyerahkan sepenuhnya agenda sidang berikutnya kepada ketua majelis hakim. Hakim Alfon memutuskan untuk melanjutkan sidang kasus korupsi tersebut dengan agenda mendengarkan keterangan dari terdakwa Widodo.
Dalam momen itu Widodo dihujani sejumlah pertanyaan dari majelis hakim maupun jaksa penuntut umum (JPU). Mulai dari soal posisi dirinya sebagai direktur PDAM Kapuas, pengetahuannya terkait dana penyertaan modal PDAM Kapuas tahun 2016-2018, pelaksanaan program Sambungan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (SRMBR), hingga terkait penggunaan dana kas PDAM Kapuas saat dirinya masih menjabat sebagai direktur.
Dalam sidang yang berlangsung hampir tiga jam itu, Widodo tampak siap memberikan keterangan. Setiap pertanyaan yang diajukan majelis hakim, JPU, maupun penasihat hukumnya sendiri dijawab secara terus terang dan terbuka.
Widodo mengakui bahwa pada periode 2016-2018 PDAM Kapuas menerima dana penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Kapuas. Widodo menjelaskan, saat itu PDAM Kapuas menerima dana penyertaan modal dari pemerintah daerah sebesar Rp3 miliar per tahun.
“Kecuali tahun 2017 ada tambahan dana Rp1,5 miliar, karena ada sisa dari kegiatan sambungan rumah tahun 2014 yang belum disetorkan ke PDAM Kapuas, jadi total yang diterima tahun 2017 adalah Rp4,5 miliar,” terang Widodo kepada Hakim Alfon.
Dana penyertaan modal dari pemerintah daerah itu digunakan PDAM Kapuas untuk program SRMBR. Targetnya adalah memberikan layanan sambungan pipa kepada 1.000 pelanggan berpenghasilan rendah supaya dapat menikmati layanan air bersih dari PDAM Kapuas.
Disebutkannya, pemerintah daerah terlebih dahulu menalangi dana kegiatan SRMBR itu. Setelah program SRMBR dilaksanakan, barulah pihak PDAM bisa mengajukan klaim ke Kementerian Keuangan untuk penggantian dana tersebut.
“Adapun nilai dari satu sambungan pipa ditetapkan sebesar Rp3 juta,” terang Widodo sembari menambahkan bahwa selain digunakan untuk program penyambungan pipa ke pelanggan baru, dana penyertaan modal itu juga digunakan untuk perbaikan jaringan pipa.
“Pokoknya bisa digunakan untuk kegiatan penunjang program SRMBR,” ujar Widodo sambil menjelaskan bahwa pencairan dana penyertaan modal tersebut hanya bisa dilakukan bila ada tanda tangan direktur PDAM dan bendahara.
Dalam kesaksiannya Widodo mengakui, selama pelaksanaan program SRMBR, yang paling banyak berperan adalah Agus Cahyono yang kala itu memegang posisi sebagai Kasubsi Perencanaan.
Menurut pengakuan Widodo, Agus Cahyono banyak mengurusi dan mengawasi pekerjaan dari pihak ketiga atau kontraktor proyek. Termasuk mencari dan menentukan pihak ketiga yang mengerjakan pemasangan pipa proyek SRMBR.
Saat ditanya mengapa memercayai Agus Cahyono mengerjakan proyek itu, Widodo menjawab karena Agus Cahyono merupakan orang yang sering menyerahkan laporan terkait proyek tersebut.
“Waktu itu Agus Cahyono memang lincah, ya sudah saya percaya saja,” kata Widodo sambil menambahkan jika dirinya sama sekali tidak pernah menyuruh Agus Cahyono mencarikan perusahaan untuk mengerjakan proyek SRMBR PDAM Kapuas.
Ketua majelis hakim akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan pada 29 Juni mendatang dengan agenda pembacaan pleidoi tuntutan dari JPU. Sedangkan agenda pembacaan pembelaan rencananya digelar 6 Juli nanti. (sja/ce/ala)