PALANGKA RAYA-Kompleks Mendawai berkobar kembali. Puluhan bangunan rumah dan kos-kosan atau barak berkobar. Tiga RT di kawasan permukiman padat penduduk Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya ini dilalap si jago merah. Peristiwa yang terjadi pada Minggu (25/7) dini hari itu menyebabkan 139 jiwa kehilangan tempat tinggal.
Kebakaran yang diperkirakan terjadi sekitar pukul 02.00 WIB itu menimbulkan kepanikan warga di kawasan padat penduduk tersebut. Peristiwa itu terjadi saat warga sedang tertidur pulas. Karena panik melihat amukan si jago merah, sebagian besar warga tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga dari rumah masing-masing.
Sebelum tim pemadam tiba di lokasi, beberapa warga berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya. Tak lama kemudian, puluhan petugas kebakaran dari Pemerintah Kota Palangka Raya maupun pemadam kebakaran swakarsa tiba di lokasi setelah menerima laporan masyarakat.
Akses jalan yang cukup sulit ke lokasi kebakaran cukup merepotkan petugas pemadam kebakaran. Sebab lokasi kebakaran terletak di tengah pemukiman penduduk. Konstruksi bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu disertai embus angin yang cukup kencang membuat api mudah menjalar dari satu bangunan ke bangunan lainnya. Proses pemadaman berlangsung hingga pukul 05.30 WIB.
Meskipun tidak ada korban meninggal, tapi satu orang warga bernama Sapto Arianto (59 tahun) mengalami luka bakar pada tangan dan kaki saat berusaha menyelamat barang barang berharga dari dalam rumahnya. Korban langsung dibawa Rumah Sakit Umum Daerah dr Doris Sylvanus Palangka Raya untuk mendapat perawatan medis.
Menurut penuturan Sapto Harianto (59), rumahnya berseberangan dengan bangunan barak 7 pintu yang diduga merupakan asal mula munculnya api. Ia mengatakan bahwa kebakaran terjadi sangat cepat. Saat itu dirinya sedang tidur. Ia terbangun setelah mendengar suara berisik dari seberang rumah.
“Saya dengar orang ribut di luar, ada yang berteriak ‘ada api’, pas saya lihat, api sudah membesar, membakar atap barak nomor 2, lalu saya membangunkan istri, anak, dan cucu saya untuk menyelamatkan diri,” ungkap pria yang akrab disapa Kai Arul itu kepada wartawan.
Kai Arul mengaku malam itu ia melihat lima orang pemuda asyik menenggak minuman keras di salah satu kamar barak yang terbakar. Bahkan Kai Arul sempat menegur kawanan pemuda tersebut, tapi tidak diindahkan. Menurut Kai Arul, kawanan pemuda tersebut baru sebulan menempati barak itu.
“Sering saya lihat mereka minum dan berisik di barak itu, sesekali saya tegur, tapi tetap saja, kadang tiap malam mereka minum miras, apalagi suara mereka bikin gaduh, kadang tetangga juga risih karena mereka ribut, pas tadi sebelum kebakaran, mereka keluar dari barak, entah ke mana,” lanjut Sapto.
Tak ingin keluarganya jadi korban, Kai Arul menerjang kobaran api dan melintas di jalan setapak untuk kembali ke rumahnya yang saat itu sebagian sudah dilalap api. Ia nekat masuk ke dalam rumah. “Yang penting Istri, anak, dan cucu saya selamat, saya tidak peduli itu, mending mereka yang selamat duluan,” ceritanya.
Bahkan Kai Arul tidak sadar lengan kanannya melepuh terkena api. Ia tetap menerobos masuk ke dalam rumahnya yang sudah terbakar sebagian. Alvin Marcelino, anggota relawan ERP Palangka Raya yang saat itu sedang memadamkan api, melihat pria tua itu masuk ke dalam rumah yang saat itu sedang disiramnya. Sontak ia berteriak memanggil rekan pemadam, memberitahukan bahwa ada satu orang masih berada dalam rumah.
“Saya kaget satu orang bapak-bapak masuk ke dalam rumahnya yang kala itu mulai terbakar, beliau mati-matian tidak mau keluar, beralasan mau menyelamatkan harta benda dalam rumah, lalu kami lapor ke petugas kepolisian, akhirnya pemilik rumah itu mau keluar, tangan kanannya melepuh, kemudian dibawa ke RS terdekat untuk diobati,” tuturnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan dari Maimunah yang merupakan Ketua RT 07, peristiwa kebakaran itu mengakibatkan kurang lebih 139 jiwa di tiga RT kehilangan tempat tinggal. Yakni RT 07, RT08/RW 07, dan RT 06/RW05. “Untuk di RT saya sendiri, sementara ada sekitar 31 kepala keluarga (KK) atau 99 jiwa kehilangan tempat tinggal,” ujar perempuan yang menjabat Ketua RT 07.
Dia mengatakan, sebagian besar korban memilih tinggal di tempat kerabat yang ada di lingkungan tersebut. Maimunah menuturkan, demi membantu meringankan beban para korban kebakaran, pihak RT telah menyediakan satu tempat yakni aula Masjid Silahul Mu’ min sebagai tempat pengungsian sekaligus posko dapur umum bagi korban kebakaran.
“Kami sudah bicara dengan pengurus masjid, mereka mempersilakan kami menggunakan aula masjid,” terangnya.
Terkait bantuan untuk korban kebakaran, Maimunah mengatakan, yang paling dibutuhkan para korban saat ini adalah sembako dan pakaian layak pakai.
“Karena banyak dari para korban ini yang sama sekali tidak sempat membawa barang-barang mereka, kecuali pakaian di badan,” terang Maimunah sambil mengatakan bahwa salah satu korban yang tidak sempat menyelamatkan harta benda adalah orang tuanya sendiri.
Menurut penuturan salah satu saksi mata kejadian, Nasrullah (29 tahun), api diduga berasal dari bagian belakang salah satu kamar Barak Dua Saudara milik Abdianoor (47). Nasrullah yang juga penghuni barak itu menceritakan bahwa, saat itu istrinya (Sartini) terbangun dari tidur dan pergi ke kamar mandi. Kemudian ia mendengar suara mencurigakan dari samping kamarnya.
“Habis dari wc istriku dengar suara kayu terbakar api, suara krete-kretek gitu, terus dia bangunin saya, kami berdua keluar, melihat ke arah kanan, di kamar nomor 5 atau 6 sudah ada api,” kata Nasrullah.
Nasrullah memastikan bahwa api tersebut memang berasal dari bagian dapur, karena saat awal kejadian itu, belum ada asap yang muncul di bagian tengah kedua kamar barak itu. Setelah mengetahui adanya kebakaran, ia dan istrinya berteriak untuk membangunkan warga sekitar. Nasrullah sempat kembali ke dalam barak untuk menyelamatkan sejumlah dokumen dan barang berharga serta sepeda motor yang terparkir di depan kamar barak.
“Istriku sambil lari menyelamatkan diri bersama anak, sempat teriak membangunkan tetangga di kamar nomor 8, baru orang-orang di sini pada sadar ada kebakaran,” tuturnya sambil menambahkan bahwa ada seorang penghuni barak tersebut yang dipanggil Abah Ila juga ikut berteriak membangunkan warga sekitar.
Nasrulah sendiri mengaku sempat tiga kali masuk ke dalam rumah untuk mengambil barang-barang berharga. Namun barang berharga elektronik seperti mesin cuci, kulkas, dan lemari pakaian tak sempat diselamatkan.
“Waktu aku berusaha menyelamatkan sepeda motor, api sudah sampai di kamar kami, jadi gak sempat lagi,” kata Nasrullah yang mengaku mengalami kerugian puluhan juta rupiah akibat peristiwa kebakaran tersebut.
Nasrullah menceritakan, saat awal terjadinya kebakaran, warga kompleks sudah berusaha memadamkan api dengan menggunakan peralatan seadanya, termasuk memakai mesin pompa milik seorang warga.
“Waktu itu mesin mesin milik warga juga sudah mulai dinyalakan, tapi mungkin karena tenaganya kurang besar, jadi cuman bisa untuk memperlambat api, tidak bisa untuk memadamkan,” kata Nasrullah.
Nasib malang justru menimpa Abdianoor yang merupakan pemilik dua bersaudara ini. Abdianoor mengaku seluruh bangunan, benda, dan barang berharga miliknya ludes terbakar.
Selain bangunan barak, dua bangunan rumah miliknya serta barang barang di dalamnya dilalap jago merah. Yang lebih memprihatinkan lagi, saat kebakaran itu terjadi, Abdianoor sempat pingsan di depan rumahnya.
“Aku waktu kejadian itu, cuman tahu sebentar aja, habis itu pingsan dan dipapah orang,” kata Abdianor dengan suara sedih sambil menunjukkan ke tempat dirinya dibawa warga. Ironisnya tempat dimana dirinya dibawa warga juga ikut terbakar, sehingga membuatnya pingsan lagi.
Akhirnya ia dibawa warga menuju aula Masjid Silahul Mu’min yang letaknya tak jauh dari tempat kejadian. Abdianoor mengaku bahwa barak miliknya itu terdiri atas 9 pintu/kamar. Barak yang berkonstruksi kayu dan papan itu baru dibangunnya beberapa tahun lalu.
“Semua kamar barak terisi (berpenghuni, red), cuman kebetulan sebagian ada yang lagi keluar,” ujarnya sembari menambahkan bahwa ia tidak tahu persis nama penghuni kamar nomor 5 dan 6 yang disebut-sebut sebagai asal mula api.
“Tapi yang jelas anak kuliahan, cuman kadang-kadang dia, kadang kakaknya yang ada di situ,” ucapnya lagi.
Ketika ditanya terkait asal mula api, Abdianoor mengaku tak mengetahui.
“Aku kan yang paling terakhir dibangunkan, setelah bangun aku lihat sudah penuh asap di dalam rumah sampai depan di rumah, habis itu aku pingsan,” kata Abdianoor yang mengaku tinggal berdua dengan istrinya. Beruntung sang istri juga berhasil menyelamatkan diri saat kejadian.
Abdianoor memperkirakan total kerugian yang dialaminya lebih dari Rp300 juta. “Barak ini sama dua rumah dan barang-barang di dalam rumah semuanya habis,” pungkasnya. (sja/ena/ce/ala)