KUALA KAPUAS-Nasib gugatan yang dimenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terhadap korporasi PT Kalimantan Lestari Mandiri (KLM) terkait kebakaran lahan Tahun 2018 lalu, ternyata masih menunggu putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut berdasarkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas dilarang melakukan penanaman kembali di bekas lahan terbakar.
Tak hanya dilarang melakukan penanaman di lokasi bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saja, PT KLM harus membayar ganti rugi kurang lebih Rp89 Miliar, dan melakukan pemulihan lingkungan sebesar kurang Rp 210 miliar dan bertanggung jawab atas biaya perkara.
“PT KLM mengajukan perlawanan dengan banding, ternyata tetap dikalahkan, akhirnya PT. KLM ajukan kasasi, dan saat ini masih kasasi,” ungkap Humas PN Kuala Kapuas, Putri Nugraheni Setyaningrum, dan Wuri Mulyandari saat diwawancarai di PN Kuala Kapuas, kemarin (27/9).
Putri Nugraheni Setyaningrum membenarkan, terkait perkara PT KLM dijerat tindak pidana korporasi pada UU No. 32 tahun 2009. Dengan nomor perkara: 51/Pdt.G/LH/2018/PN Klk, PN Kapuas memutuskan bahwa PT KLM telah melakukan perbuatan melawan hukum, terkait kebakaran seluas 511 hektar yang terjadi di lahan gambut areal perusahaan, sehingga menyebabkan kabut asap.
“Pastinya putusan PN Kuala Kapuas tersebut tidak ada perubahan, dan sudah di MA, jadi kita menunggu putusan kasasi,” jelasnya.
Putri Nugraheni Setyaningrum, mengakui dalam perkara ini, memang selama proses persidangan gugatan, PT. KLM tidak pernah hadir, tapi setelah putusan, PT. KLM mengajukan perlawanan hukum dengan banding ditingkat PN Kuala Kapuas maupun Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya, tapi tetap dikalahkan, dan akhirnya mengajukan kasasi. “Kita menunggu putusan kasasi,” pungkasnya.
Sementara LBH, Aryo mengatakan upaya kasasi dibolehkan dalam hukum dan harapan dari pihaknya, putusan kasasi nanti menguatkan putusan sebelumnya, dimana pihak PT.KLM dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, dan merugikan lingkungan.
“Atas putusan bersalah PT.KLM, seharusnya menjadi ruang yang cukup penting bagi pemerintah untuk penegakan hukum lingkungan, yang pada hari ini terkesan tebang pilih, dan hanya menjerat masyarakat kecil,” tegas Aryo.
Putusan pengadilan, lanjutnya, menyatakan tentang pemulihan lingkungan dan kewajiban pemerintah adalah memberi tahu kepada publik pemulihan lingkungan, seperti apa selama ini yang tidak pernah tahu. “Jangan-jangan malah belum ada pemulihan lingkungan itu, jadi sayang jika itu terjadi,” jelasnya.
Pihaknya, kata Aryo, menunggu KLHK untuk berani melakukan gugatan ke perusahaan besar, dan yang lain dalam penegakan hukum lingkungan ini. “Karena setahu kami perusahaan-perusahaan yang diajukan kemeja tersebut, merupakan perusahaan-perusahaan kecil,” pungkasnya.
Terpisah Humas PT. KLM, Fernando saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp hanya dibaca saja, dan belum memberikan jawaban terkait persoalan tersebut. (alh/ala)