Site icon KaltengPos

Sidang Tipikor “Gaji Buta” Oknum Guru, Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Terdakwa

ilustrasi

PALANGKA RAYA–Sidang dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menjerat Bijuri terus bergulir di Pemngadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya. Kemarin (27/12) sidang mantan guru SDN-1 Desa Sampirang 1, Kabupaten Barito Utara (Batara) memasuki agenda tanggapan dari jaksa penuntut umum (JPU) atas nota pembelaan terdakwa. Bajuri didakwa melakukan korupsi karena menerima “Gaji Buta” lantaran tidak menjalankan tugasnya sebagai abdi negara tersebut memasuki agenda.

Dalam sidang kali ini, jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batara Aditya Pratama Putra SH tetap meminta kepada majelis hakim menolak seluruh pembelaan yang diajukan oleh penasihat hukum Bajuri.

“Memohon kepada majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Palangka Raya  untuk menyatakan menolak seluruh pembelaan yang di ajukan pensihat hukum dan Pembelaan terdakwa  terhadap surat tuntutan JPU  tertanggal 6 Desember 2021,” kata jaksa  Aditya saat membacakan jawaban JPU  dalam sidang yang digelar di Gedung Pengadilan  Tipikor Palangka Raya, Senin (27/12).

Adapun alasan JPU menyatakan tetap pada tuntutannya untuk menuntut Bijuri dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun dan sembilan bulan penjara, karena dari fakta persidangan telah terbukti bahwa terdakwa bijuri memang tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru di SDN-1  Sampirang- 1 tempat dirinya seharusnya bertugas sebagai  seorang ASN guru. Padahal Bijuri sendiri disaat bersamaan tetap mengambil  gaji dan menikmati  tunjangan  yang di berikan pemerintah daerah Barito Utara sesuai status nya sebagai seorang ASN guru.

Dikatakan pula bahwa akibat perbuatan terdakwa  Bijuri  dengan tidak masuk kerja dan  tidak  menjalankan tugasnya  sebagai seorang ASN selama  empat tahun tersebut, telah menyebabkan kerugian negara atau kerugian keuangan daerah sebesar Rp 295.258 750 dan dianggap jaksa  sepatutnya perbuatan tersebut  di hukum  sesuai dengan perbuatan terdakwa.

Selain itu jaksa juga menolak argumen dari penasihat hukum terdakwa  yang dalam nota pembelaan menyatakan bijuri sendiri  karena  pelanggarannya dengan  tidak masuk kerja lebih dari 46 hari kerja atau lebih tanpa alasan, telah dihukum sesuai dengan peraturan pemerintah terkait disiplin pegawai negeri sipil  sesuai PP nomor 53 tahun 2010  sehingga tidak perlu lagi di hukum dengan undang undang tindak  korupsi.

Menurut JPU telah ada putusan  Yurisprudensi  dari pengadilan Tinggi Medan terhadap kasus yang sama dengan kasus pidana yang dilakukan oleh Bijuri ini.

“Telah terdapat putusan Yurisprudensi dari putusan pengadilan tinggi Medan nomor 15/Pid.sus- Tpk/2019/PT Medan  tertanggal 21 November 2019 yang telah berkekuatan hukum dan tetap memiliki pola yang sama,” kata JPU Aditya menyampaikan sanggahannya.

Disebutkan oleh jaksa ini dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa perkara nomor 15/Pid.sus- Tpk/2019/PT Medan  tersebut  yang juga mengadili perkara korupsi yang dilakukan oleh seorang oknum guru tersebut, majelis berpendapat bahwa terdakwa yang berstatus  sebagai seorang pegawai negeri sipil  dengan profesi  guru tersebut telah mengetahui kalau dirinya memiliki kewajiban untuk mengajar sebagai mana tugasnya sebagai seorang guru.

Disebutkan juga bahwa terdakwa dalam perkara  majelis hakim menyebutkan  bahwa terdakwa mengetahui kalau dirinya seharusnya tidak  berhak menerima gaji dari negara karena dirinya tidak menjalankan kewajiban sebagai seorang guru yakni mengajar dan menjalankan tugas sebagai mana mestinya seorang guru tetapi ternyata seluruh gaji tersebut tetap diterimanya.

“Dalam pertimbangan menurut majelis hakim tingkat banding jika terdakwa menerima gaji dengan satu atau dua bulan saja tidak masuk kerja dan menjalankan tugas sebagai karena alasan sakit maka masih dapat di maklumi tetapi dalam perkara aquo terdakwa terbukti menerima gaji  selama 7 tahun dan delapan bulan berturut-turut tanpa ada melaksanakan tugas sebagaimana kewajiban seorang guru adalah perbuatan pidana yang di lakukan dengan penuh kesadaran,” kata Aditya yang menyebutkan bahwa dalam putusan tersebut majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan pun menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Karena atas dasar putusan majelis hakim pengadilan tinggi Medan tersebut, JPU pun menyebut bahwa alasan dari penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah pelanggaran bersifat  administratif saja adalah tidak beralasan.  Atas dasar alasan itulah JPU pun meminta agar majelis hakim pengadilan Tipikor yang memeriksa perkara korupsi Bijuri  untuk menolak seluruh pembelaan terdakwa .

“Meminta majelis hakim untuk menerima keseluruhan tanggapan jaksa tersebut di atas dan menolak seluruh pembelaan dari penasihat hukum terdakwa,” tegasnya mengakhiri pembacaan tanggapan jaksa tersebut.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan di gelar kembali dengan agenda pembacaan amar putusan dari majelis hakim yang akan dibacakan pada tanggal 10 Januari 2022 atau dua minggu mendatang. (sja/ala)

Exit mobile version