SAMPIT – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Halikinnor meminta, kepada seluruh tenaga kesehatan (nakes), baik dokter, perawat maupun bidan untuk selalu mematuhi kode etik dan aturan yang berlaku sesuai dengan profesi mereka.
Halikinnor tidak ingin, ada nakes yang menyalahgunakan profesinya hnya semata-mata demi keuntungan pribadi dan justru memberatkan masyarakat.”Kan Ada aturannya, ada kode etik untuk dokter, perawat maupun bidang, makanya itu mereka punya asosiasi yang mengelolanya. Jadi saya harap itu bisa dipatuhi,” kata bupati, Rabu (29/9).
Ia menjelaskan, nakes seharusnya bisa melayani masyarakat dengan sungguh-sungguh, terutama masyarakat yang sedang membutuhkan pertolongan. Contohnya, ibu yang ingin melahirkan harus benar-benar ditolong, tanpa membenani biaya yang cukup mahal.
“Jangan manfaatkan orang tidak mampu, kasian mereka. Saya tidak ingin ada oknum nakes untuk meraih keuntungan yang setinggi-tingginya dan membebani pengguna layanan mereka,” tegas Halikinnor.
Untuk itu, Halikinnor meminta, tolong kepada petugas kesehatan janganlah memungut biaya yang berlebihan kepada warga, sewajarnya saja sesuai ketentuan yang berlaku. Bupati juga meminta Dinas Kesehatan yang berwenang terhadap nakes di Kotim dan asosiasi dari masing-masing bidang nakes untuk selalu mengawasi dan memantau para nakes.
Apabila, ada nakes yang melanggar kode etik dan aturan yang berlaku, Halikinnor meminta untuk segera ditindak tegas, agar tidak terulang lagi dan tidak menjadi pengaruh buruk bagi nakes yang lain.
Sebelumnya diberitakan, skandal persalinan menimpa oknum bidan di Kota Sampit. Bidan yang membuka praktik di wilayah Kecamatan Baamang itu disebut-sebut memasang tarif mencekik terhadap pasiennya. Tak hanya itu, ibu dan bayi yang ditangani sang bidan, harus mendapat perawatan intensif di RSUD dr Murjani Sampit.
Informasi itu berawal dari unggahan warganet di Instagram, Minggu (26/9). Unggahan itu menyebutkan secara lengkap kronologi kejadian yang dialami pasien. Hal yang bikin kaget, tarif yang diminta oknum bidan tersebut mencapai Rp 20 juta. Setelah kasus itu viral, biaya yang dibayar pasien akhirnya turun jauh hingga menjadi Rp 5 juta. (sli/ans)