PALANGKA RAYA-Kematian babi akibat virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) menurut versi peternak sudah mencapai angka 3.000 ekor, terhitung sejak pertengahan September lalu. Kejadian ini sungguh membuat pilu. Hanya bisa bergantung pada bantuan pemerintah.
Namun, serum konvalesen yang diharapkan tak kunjung datang lagi. Sementara, babi-babi milik peternak silih berganti mati. Pemangku kebijakan masih berkoordinasi mencari solusi. Belum diketahui, kapan serum konvalesen itu disuntikkan lagi.
Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng bersama Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI, Balai Besar Veteriner, dan seluruh kepala dinas yang menangani peternakan dan kesehatan hewan se-Kalteng sudah menggelar rapat koordinasi membahas soal serum konvalesen.
“Kami Dinas TPHP Kalteng sudah rapat dengan pihak-pihak terkait, membahas penambahan serum konvalesen dari pemerintah pusat untuk Kalteng,” kata Kepala Dinas TPHP Ir Hj Sunarti kepada Kalteng Pos, Senin (29/11).
Sebelumnya, Pemprov Kalteng menerima bantuan dari pusat sebanyak 10.000 mililiter serum. Sudah disebar ke tujuh kabupaten/kota. Gunung Mas 2.000 mililiter serum, Palangka Raya 2.000 mililiter serum, Pulang Pisau 1.500 mililiter serum, Katingan 1.000 mililiter serum, Murung Raya 500 mililiter serum, dan Kapuas 500 mililiter serum. Sementara kabupaten yang tidak terdampak, juga didistribusikan dengan jumlah masing-masing 250 mililiter serum.
Yunike, peternak babi di Palangka Raya, memilih tak mau menunggu serum bantuan pemerintah. Ia mengambil jalan untuk membeli serum konvalesen secara swadaya. Meski uang jutaan rupiah harus ia keluarkan demi menyelamatkan hewan ternaknya.
Fungsional Medik Veteriner Ahli Madya di Dinas TPHP Kalteng Nina Ariani menambahkan, ada enam kabupaten/kota yang saat ini sudah terdampak. Penyuntikan serum sudah dilakukan ke sejumlah babi milik peternak. Serum ini sifatnya hanya untuk menjaga antibodi saja, bukan obat yang bisa menyembuhkan. Hanya meningkatkan imunitas. Paling tidak, dengan serum ini bisa mempertahankan agar babi yang ada di kandang tetap hidup.
Penyuntikan ini dilakukan hingga tiga kali. Rata-rata saat ini penyuntikan oleh tim di lapangan sudah sampai tahap kedua. Namun, tidak semuanya berhasil. Ada babi yang mati setelah disuntik serum. Reaksi dari babi-babi yang disuntik pun cukup bervariasi.
“Saat serum ini disuntikkan ke babi pada masa inkubasi, dalam tubuhnya akan berperang, lebih kuat virus atau serum, jika lebih kuat virus, maka babi akan mati, tapi jika lebih kuat serum, maka babi akan survive,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.
Peternak diimbau menerapkan biosekuriti dan meningkatkan kebersihan kandang. Prinsipnya, menjaga agar virus ini tidak sampai masuk ke area kandang dan mencegah virus berkembang. Caranya yakni melakukan disinfeksi kandang dengan menyemprotkan kandang dengan disinfektan yang bagus yang tepat. Juga lebih memperhatikan orang atau barang yang keluar masuk kandang.
Untuk diketahui, kandang bekas dihuni babi yang sudah mati, disarankan untuk langsung ditempati babi baru. Sesering mungkin dibersihkan secara menyeluruh dan melakukan disinfeksi. Minimal dua bulan untuk proses sterilisasi kandang.
“Paling lama enam bulan dan paling cepat dua bulan, tetapi baiknya koordinasi dahulu dengan pemerintah sebelum kandang itu diisi dengan ternak babi yang baru,” ucapnya.
Terpisah, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Norhaini meminta agar Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya tidak lengah menangani penyebaran virus ASF. Meminta pemko untuk bergerak cepat.
“Saya selaku legislator yang membidangi pembangunan dan perekonomian turut prihatin dengan adanya wabah ini, selain peternak babi bangkrut, tentunya virus ini akan berdampak pada penjualan daging babi,” ujarnya.
Dengan banyaknya babi yang mati dan menurunnya minat konsumen, tentunya cukup berdampak pada perekonomian, khususnya di sektor penjualan makanan menu babi.
“Intinya jangan lengah dalam menangani wabah ini, pemerintah harus bergerak cepat,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Asosiasi Peternak Babi Palangka Raya, Marthen Rungsa menyebut, akibat wabah demam babi Afrika yang muncul sejak tiga bulan lalu, lebih dari 3.000 ekor babi milik peternak mati. Jumlah itu tercatat dari laporan 1.000 peternak babi di Palangka Raya.
Dikatakannya, harga babi yang dibeli di kandang mencapai Rp35 ribu/kilogram. Rata-rata berat satu ekor babi yang siap jual adalah 80-100 kilogram. Jika dihitung, 35.000 x 80 kilogram x 3.000 ekor, sama dengan Rp8,4 miliar. Artinya, kerugian yang dialami peternak akibat kematian babi yang terserang wabah ini mencapai miliaran rupiah. (ahm/abw/nue/ce/ram)